Part 7: Oke, Gue Mau

2.7K 208 6
                                    

"Iti, Iti. Bangun!"

Iti membuka matanya dengan sangat terpaksa. Dan betapa terkejutnya Iti ketika melihat tiga orang asing.

"Sii.. Siapa kalian?"

"Iti, kami adalah arwah korban wanita itu?"

"Wanita? Mar..."

"Cukup. Jangan diteruskan. Kau akan menjadi korban walaupun sekarang jiwamu tak bersama ragamu."

"Ya, seperti yang kau tau. Kami adalah orang yang tidak mendengarkan peringatan dari Denis. Orang yang harus kau panggil kakek. Kami sudah hampir seabad hidup bersama Mardiana disini. Aku mohon. Kau adalah orang yang dapat membebaskan kami dari dendam Mardiana."

"Kenapa kalian menyebut namanya?"

"Karena kami adalah jiwa mati yang sudah bersama Mardiana. Jadi tak masalah kami menyebut namanya."

"Baiklah ada banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan pada kalian. Tapi tentu tak akan ku tanyakan semua. Bagaimana cara menghilangkan perempuan itu dan kenapa harus aku yang kalian jadikan sebagai mediator penolong kalian?"

"Baiklah, caranya kamu harus melibatkan kawan-kawanmu, nenek, dan Denis. Kamu panggil nama wanita itu tiga kali. Tapi bukan kamu yang memanggilnya. Yang memanggilnya adalah yang paling muda dari kalian. Kemudian, kalian membentuk lingkaran dan letakkan yang memanggil Mardiana ditengah. Lalu berdoa terus sepanjang malam. Kemudian yang ditengah harus berkata 'Mardiana, sekarang kau dan jiwa yang ada bersamamu telah bebas'. Dalam pelaksanaan ini tak boleh ada yang tak berdoa. Tak boleh ada yang ngantuk. Jika ada yang melakukan kesalahan itu. Mardiana akan hilang bersama orang yang melakukan kesalahan itu. Dan mengapa kau yang kami pilih? Karena kau adalah incaran Mardiana. Wanita itu sangat menginginkanmu. Dia akan melakukan apapun agar bisa mendapatkanmu walaupun kau tak memanggil namanya. Buktinya kau sudah sering diganggu oleh Mardiana."

Dalam benak Iti ia berpikir siapa yang paling muda. Dan ia ingat Vincent adalah yang termuda.

"Lah, bukannya yang sering diganggu cewe itu si ceroboh Vincent? Kok jadi aku yang kena?"

"Ya, memang kalian berdua sebenarnya incaran Mardiana. Tapi diantara kalian berdua kami memilihmu. Karena, Vincent adalah yang paling banyak ulah makanya kami tak memilihnya. Kami tak yakin apabila kami memilihnya ia akan mengerti apa yang kami omongkan," kata dua orang seumuran Iti itu ditemani satu pria paruh baya.

"Ngakk! Aku ngak bisa dan gak mau. Kalian gak bisa memaksaku. Tujuanku dan sahabatku kesini adalah berlibur. Bukan mengurus urusan gaib," jawab Iti dengan mata berkaca-kaca.

"Kau harus mau atau ini akan memakan korban lebih banyak."

"NGAKKK!!"

"Iti, kamu udah sadar," kata Ana sambil memeluk sahabatnya itu.

"Syukurlah."

Ternyata, itu hanyalah mimpi. Mimpi yang akan menjadi nyata.

"Sss..siapa dia?" tanya Iti bingung saat ada pria lansia di samping nenek.

"Ohh ini. Ini kakek Denis," jawab Ana sambil memperkenalkan Iti dengan kakek Denis.

"Ohh, ini kakek Denis," jawab Iti.

"Ana, aku mau pulang. Mereka terus mengejarku untuk meminta bantuan. Tapi aku tak bisa. Kenapa liburan ini menjadi seperti malam petaka," Iti bercerita sambil menangis.

"Siapa itu, cu? Apa mereka teman-temanku dulu? Yang terjebak dalam dunia wanita itu?" kakek Denis bertanya.

"Iya kek, mereka ingin bebas. Apabila kita tak menolongnya, wanita itu akan menjadi."

Cerita Iti itu membuat kakek Denis melarang mereka pulang dan menyelesaikan ini semua. Apabila mereka pulang, masalah tak akan selesai. Wanita itu 'Mardiana', akan terus mengikuti mereka dan memakan korban.

"Bagaimana cara menghilangkan wanita itu?" tanya kakek Denis.

Iti pun menjelaskan bagaimana cara menghilangkan Mardiana.

"Baiklah. Lusa kita akan melakukannya."

Iti menceritakan hal itu pada tiga teman lainnya, Will, Riza, dan tentu saja Vin.

"Apa kenapa harus gue yang memanggil nama wanita itu? Lo mau ngebunuh gue!?" tanya Vincent kesal.

"Ini demi kebaikan kita, Vin. Lo harus mau. Kalo ngak banyak yang bakal jadi korban. Lagian ini bukan untuk negjadiin lo tumbal. Plis Vin lo harus mau."

"Iya, Vin. Kita janji bakal ngelindungi lo," kata Riza.

"Ahh! Kalian aja yang jadi gue. Pasti gak bakal mau kan!"

Setelah susah payah dinasehati, akhirnya Vin bersedia walaupun dengan hati terpaksa.

"Baiklah, gue bakal lakuin ini demi kalian," ujar Vin. Vin adalah orang yang sangat menyayangi temannya. Walaupun ia keras kepala namun tetap menyayangi dan disayangi teman-temannya. Mereka berlima pun berpelukan dengan haru.

Jangan Panggil Namanya Tiga KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang