Part 5: Yang Menyeramkan Jadi Bahagia

3.6K 243 21
                                    

Tiga anak itu telah sampai kembali ke penginapan. Dengan bantuan warga mereka diangkat. Warga langsung pergi setelah mengangkat tiga anak itu karena hari sudah malam. Nenek. Perempuan tua itu menenemani dan merawat Iti, Ana, dan Vin.

"Apa yang sebenarnya terjadi, nek?" tanya Will sambil meneteskan air mata. Will adalah orang yang sangat perasa. Apabila ada sesuatu yang terjadi pada orang yang ia sayangi. Dia akan melakukan apapun.

"Nenek juga tidak tahu cu."

"Kita akan tahu semua setelah mereka sadar," tambahnya.

"Kalian tidur sana. Nenek akan menginap disini untuk menjaga teman kalian."

Riza dan Willy pun menuruti kata nenek dan segera tidur. Sementara nenek masih terus menjaga tiga anak itu dengan cara berbolak-balik karena kamar Vincent dan dua anak perempuan itu terpisah. Vincent tidur dengan Riza, Iti dan Ana, dan Willy tidur sendirian. Ya, dia anak yang paling mandiri, secara ia adalah anak yang tua setahun diantara yang lain. Tak jarang nenek mendatangi kamar Will dan berkata pada Will apabila butuh bantuan segera memanggilnya.

Beep beep beep

Alarm dari hp Willy berbunyi, menunjukkan pukul empat subuh. Segera ia membangunkan Riza untuk melaksanakan sholat subuh. Ia sembari melihat Vin, Rana, dan Iti yang belum sadarkan diri. Tanpa sadar air matanya menetes. Dalam hati ia berkata "Kenapa liburan ini yang kupikir akan menyenangkan malah jadi seperti ini."

"Riza, yuk kita ke masjid. Kita berdoa untuk mereka bertiga."

Riza hanya mengangguk sambil menggosok matanya.

Tak jauh dari penginapan mereka terdapat mushola dan mereka menyegerakan ibadahnya tersebut.

Seusai sholat Will berdoa dalam hati sambil meneteskan air mata. Kira-kira begini isi doanya
"Ya Allah, mungkin untuk hal seperti ini aku terlalu berlebihan. Tapi aku menyayangi sahabatku lebih sama seperti keluargaku. Mereka selalu memberi inspirasi bagiku. Walaupun kadang mereka sering membuatku kesal. Tapi itu tak masalah bagiku. Aku mohon Ya Allah, sadarkanlah mereka, buat mereka seperti sedia kala. Karena tanpa mereka, aku merasa tak hidup. Aamiin."

Willy dan Riza pun kembali penginapan. Namun tak langsung pulang karena mereka ingin melihat matahari terbit dari tepi sawah. Ya, sangat jarang bahkan tak ada sama sekali di perkotaan. Setelah menikmati matahari terbit, mereka melihat seorang laki-laki tua yang terpeleset. Spontan mereka langsung menolong laki-laki tua itu.

"Kakek ngak kenapa-napa?"

"Wess, kakek ngak kenapa-napa cu."

"Kalian orang baru disini?"

"Iya kami baru disini kek, tapi kami cuma relaksasi menghilangkan penat disini."

"Ohh, gitu toh. Penginapannya dimana?"

"Gak jauh kek, yang punyanya nenek-nenek. Kakek kenal?"

"Ohh, itu penginapan punya kakek dan nenek itu adalah anak kakek."

"HA! Anak kakek? Umur kakek emangnya berapa?" tanya Riza kaget.

"Hahaha, kalau umur, kakek udah seratus lebih cu."

"Wahh, berarti udah lama dong kakek hidup. Apakah kakek tau tentang cerita wanita yang katanya kalau namanya dipanggil tiga kali bisa memakan korban?" tanya Willy penasaran.

"Cu. Cerita itu benar adanya. Kakek menjadi saksi wanita itu dibakar. Wanita itu difitnah. Warga menuduh wanita itu melakukan pesugihan dan menumbalkan bayi. Padahal yang melakukan itu adalah kakaknya sendiri. Warga yang terlanjur marah pun akhirnya membunuhnya."

Jangan Panggil Namanya Tiga KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang