Part 11: Inikah Rasanya Berlibur Tanpa Gangguan

2.6K 167 13
                                    

Sehari setelah kesedihan...

Lima sahabat itu memperpanjang liburannya seminggu lebih lama. Mereka mendapatkan izin dari orangtua mereka. Orang tua mereka pun mengirimkan uang saku karena uang mereka hampir habis. Begitu tampak berseri muka remaja-remaja itu. Mereka bermain-main, membantu orang-orang sekitar, dan menikmati apa yang ada di desa itu. Suatu siang mereka berencana pergi memancing yang letaknya tak jauh dari kaki bukit tempat mereka menginap. Mereka pun berjalan kaki.

"Aduhh, masih jauh gak sih? Gue capek banget sumpah" ucap Vin kesal.

"Vin, inilah kehidupan dan permainan kami sehari-hari. Ini yang menjadikan kami lebih kuat daripada orang kota. Bukannya ingin merendahkanmu. Tapi setidaknya kau bisa lebih kuat," ucap Resmawan sambil tersenyum kepada Vin.

"Terserah," jawab Vin datar.

"Gengs. Kasian ya kakek Denis. Dia rela mengorbankan nyawanya," kata Ana.

"Hmm, sudahlah. Dia sudah tenang disana," jawab Riza.

Mereka terus berjalan dengan tatapan mata tertuju pada Iti dan Vin. Mereka sering berdebat karena hal kecil. Ini semua karena Vin yang suka membuat siapapun kesal.

"Iti pendek."

"Lah, bukannya lo ya yang pendek?"

"Lo lah. Gue tinggi."

"Lo jinjit sih."

"Daripada lo pake peninggi, ups."

"Ga ada anjer."

"Jangan ngegas dong!"

"AHHH. Ribut banget sih kalian. Inget umur woi! Kalian bukan anak kecil lagi," ucap Will ketus.

"Bosen gue Will. Lo ngoceh tentang itu mulu. Kaya gak pernah debat aja," jawab Vin sinis.

"Ehh! Gue sebagai yang tua disini, ya tugas gue cuma ngingetin aja. Gue harap ya, sikap lo yang manja dan gak mau disalahkan bakal hilang setelah ada di dusun ini. Ehh tapi malah makin banyak gaya."

"Heh udah udah," Iti berusaha menenangkan. Ia melompat dan merentangkan tangannya untuk menyudahi perdebatan itu. Tapi, tak sengaja saat ia melompat malah mengenai Ana dan membuat Ana jatuh ke lumpur.

"ADUH! Iti, lo tau situasi dong. Kalo mau heboh bukan disini tempatnya. Taunya nyari sensasi doang lu," jawab Ana sambil meneteskan air mata.

"Siapa juga yang nyari sensasi. Ini kan kebahagiaan. Ya wajar gue senang. Kalo lo gak senang pergi aja sana," jawab Iti kesal.

Ana pun menangis dan berlari meninggalkan rombongan itu. Entah kemana ia akan pergi. Mungkin yang ada dipikirannya adalah kesal dan harus menjauh. Ajeng yang melihat itupun langsung mengejar Ana dan yang lain tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat pemancingan. Tak terasa selama berbincang dijalan, akhirnya mereka sampai.

"Akhirnya sampai juga," ucap Vin sambil membaringkan tubuh di atas kursi kayu yang panjang.

"Bagi-bagi dong Vin tempatnya!" kata Iti sambil memegang pinggangnya.

"Lo nih ya Ti. Gak tau temen cape kali ya. Cari aja sono tempat lain," kata Vin seolah bos. Ia membalikkan badannya dan tak sengaja kakinya menyepak Iti dan membuat Iti tercebur kedalam kolam pemancingan.

"AHHH!VINCENT!"

"AHAHA. Syukurin lo, makanya jangan banyak gaya."

Iti yang melihat hal itu sangat kesal. Kemudian ia menarik kaki anak manja itu hingga tercebur kedalam kolam. Teman-temannya hanya tertawa melihat itu. Lagipula kolam itu dangkal jadi dapat mereka pijaki.

"Iti! Liat ni kotor semua. Padahal gue hari ini sengaja gak mau kotor-kotor!"

"Gak duli gue! Emangnya lo mikirin gue pas gue kecebur? Gak kan!"

Vin pun hanya menatap Iti dengan kesal begitu,pula sebaliknya. Vin pun tak dapat berkata-kata. Seolah kolam berenang, anak-anak lainnya ikut menyeburkan diri kedalam kolam renang.

"Lah kok jadi ikut-ikutan?" tanya Iti.

"Emang gak boleh? Kan biar lebih enak nangkep ikannya. Lagian nih kolam gak luas bener jadi makin mudah deh," jawab Riza.

"Yaudah kita tangkep ikannya. Secukupnya aja toh, ya," Kata Resmawan sambil bolak-balik tangannya menangkap ikan yang selalu lepas.

Hari itu mereka tampak bahagia. Sampai-sampai Vin berkata dalam hatinya,
"Inikah Rasanya Berlibur Tanpa Gangguan?"

Begitu senang remaja blasteran itu melihat situasi tersebut. Namun, ia merasa kurang lengkap karena tak ada Ana dan Ajeng. Ana dan Ajeng. Bagaimana mereka berdua?

Dua remaja itu tampak sedang duduk di saung kemaren. Wajah Ana tampak sangat murung.

"Ana? Kau tak boleh bersikap seperti ini. Kau sudah besar Ana. Ini liburan kalian. Wajar apabila liburan ada yang jatuh atau semacamnya. Karena luka itu bisa membuat bekas dan bekas itu bisa membuat kenangan sehingga kau tak akan lupa pada kami dan begitu pula hari ini. Aku mohon Ana, jangan seperti ini"

Kata-kata Ajeng membuat Ana sangat termotivasi.

"Benar kata Ajeng. Untuk hal yang kecil, bahkan tak perlu ditangisi pun aku sudah seperti ini. Apalagi masalah besar," ucap Ana dalam hati.

Ana langsung memeluk Ajeng.

"Makasih ya, Ajeng."

Ajeng pun segera membalas pelukan tersebut sambil mengangguk. Mereka berdua sesegera mungkin menuju tempat pemancingan. Melihat teman-temannya menangkap ikan di kolam. Ana dan Ajeng langsung melompat ke kolam itu. Tak lama, dipeluknya Iti.

"Iti. Gue minta maaf ya karena sikap gue yang terlalu kekanak-kanakan."

"Iya, Na. Gue udah maafin kok."

"Ahh udah udah. Ayo kita lanjutin lagi nangkep ikannya," kata Vin.

Mereka pun menangkap ikan di kolam dengan sangat senang. Tak ada lagi keresahan di hati. Tak ada lagi butiran air di pipi. Yang ada hanya kesenangan dan kebahagiaan.

Saking senangnya mereka tiba-tiba,

Allahuakbar Allahuakbar...

Waktu ashar sudah terdengar. Mereka segera pulang, mengganti baju, dan berniat menuju masjid. Tak lupa ikan hasil tangkapannya. Namun, Vin memutuskan untuk sholat dirumah karena tiba-tiba badannya gatal-gatal.

"Gengs. Kalian sholat aja sana. Gue sholat dirumah aja. Tiba-tiba badan gue gatel nih."

"Udah... Pasti karena main di kolam tadi," ucap Will dengan dugaannya.

"Iya kali."

"Ya udah, Vin. Kita pergi dulu ya. Jaga diri jaga rumah. Awas lo ya," kata Ana memperingati Vin.

"Iya, iya. Pergi sana."

Jangan Panggil Namanya Tiga KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang