Setelah sholat, ia memilih untuk berbaring sambil memainkan gadgetnya.
Prangg!!
Tiba-tiba suara benda jatuh terdengar jelas ditelinganya. Suara tersebut datang dari dapur. Spontan bocah penakut itu langsung terduduk di atas ranjangnya. Pelan-pelan ia menurunkan kaki dan melangkah ragu-ragu keluar pintu kamar. Baru sampai setengah jalan, tiba-tiba, televisi hidup dengan sendirinya. Tanpa berpikir panjang lagi remaja tersebut segera lari menuju pintu keluar. Sialnya, pintu keluar tiba-tiba tak dapat dibuka. Anak blasteran itu mencoba lagi dan lagi namun tetap tak dapat terbuka. Dalam hati ia barkata sambil menangis,
"Gengss. Kalian dimana?"
Mereka berempat lama karena Iti. Awalnya seusai sholat mereka ingin jajan sebentar. Tapi Iti berlalu lalang kesana kemari. Sebenarnya, Iti menyuruh teman-temannya duluan. Namun, mereka tak mau Iti kenapa-napa. Jika mereka tahu keadaan Vin dirumah sangat darurat. Pasti mereka tak akan berlama-lama.
Disisi lain, Vin masih diganggu. Entah siapa yang mengganggunya, ia sangat kesal namun juga takut. Hingga tiba-tiba
plakkk!
Benda tumpul mengenai kepalanya. Matanya sudah samar-samar. Dari samar-samar itu ia melihat seseorang yang tidak asing. Namun, ia sudah terlanjur tak sadarkan diri.
Sepasang kelopak mata berkedip. Serba putih. Namun, putih ini sama sekali tak bersih. Seperti ada campuran warna yang membuatnya sedikit pudar. Luas dan tak ada ujung. Itulah yang mungkin dirasakan remaja yang tadinya pingsan di sebuah penginapan penuh warna, tiba-tuba saja pemandangannya berubah menjadi putih pudar. Tampak ada seseorang yang berjalan mendekatinya.
"MARDIANA?!Mau apa lagi kau?"
"Ahahaha. Aku kembali ingin memusnahkanmu!"
"A...apa salahku?"
"Salahmu adalah ketika ritual pembebasan. Kau seenaknya memanggilku dengan nada bentak. Aku sangat geram waktu itu. Aku hanya menahan diri saja. Karena aku telah membuat perjanjian bersama Denis."
"Tunggu, berarti kau melanggar perjanjian itu? Dasar kau!"
"Ahaha kenapa? Aku hanya ingin kekuatanku bertambah. Nanti malam, kau akan menjadi korbanku."
"Berdoa, cu," tiba-tiba suara tak asing terdengar. Ternyata itu adalah kakek Denis. Segera Putra Tuan Clayton itu berdoa. Tak lama, Mardiana merasa kesakitan dan menjauh.
"Sebenarnya, doa itu hanyalah penangkal sementara."
"Sementara? Apa maksudmu?" Vin mulai bingung.
"Begini cu, Mardiana marah saat kau memanggilnya dengan keras saat ritual pembebasan. Ia wanita yang sungguh jahat. Tapi cu kau masih bisa melawannya dengan..."
Tak lama, remaja itu mulai sadarkan diri.
"Di...dimana aku?" tanya Vin dengan nada lemas.
"Cu, kau sudah siuman? Syukurlah," kata nenek. Dan ada sahabat-sahabatnya yang duduk mengelilingi remaja itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Will.
"Mardiana masih ada dan ingin membalaskan dendamnya padaku malam nanti. Karena aku telah membentak namanya saat ritual pembebasan," kata Vincent sambil menangis seolah menyesal.
"Apa? Bukannya dia telah berjanji pada kakek Denis kalau dia sudah mendapat kekuatan dia akan pergi?" tanya nenek.
"Aku tak tahu nek, yang aku dengar masih ada cara untuk mengalahkan wanita itu namun tiba-tiba saja aku tersadar. Aku benar-benar lelah dan butuh istirahat."
Mereka pun meninggalkan Vin dikamarnya untuk beristirahat. Sementara nenek pulang untuk memejamkan mata dan merelaksasikan badannya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Panggil Namanya Tiga Kali
TerrorCerita ini seperti tiada habisnya... Wanita paruh baya, yang dibakar, mengutuk sebuah desa. Meninggalkan sebuah pantangan. Yang telah memakan korban. Sudah terkubur namanya, namun masih ada ceritanya. Hingga nama yang telah terkubur, digali oleh ma...