Part 14:Siapa Saja Tolong Aku!

2.3K 179 23
                                    

"Siapa saja tolong aku!"

Ternyata, sedari tadi anak itu, Vincent melihat sahabat-sahabatnya itu mencari dirinya disetiap sudut ruangan. Bahkan ia sudah berteriak memanggil sahabatnya itu.  Lantas mengapa mereka yang mencari Vin tidak melihat Vin Dan mendengar suaranya? Ternyata raga Vin disembunyikan oleh Mardiana. Suara dari jiwanya tak dapat terdengar. Karena,Vin sudah bisa dibilang seperti makhluk gaib. Namun, jiwanya bisa leluasa seperti orang hidup.

Mardiana sudah mempersiapkan semuanya untuk membinasakan Vin. Vin tak sendiri, ada kakek Denis, Ucil, Deny, dan Pak Baim yang masih terkurung dalam dunia Mardiana.

"Kek, bagaimana iniii?" Vin menangis sambil meminta petunjuk dari sang kakek.

"Kau bisa kembali, cu. Kupastikan kau tak akan mati," kakek Denis menjawab dengan santai.

"Tt..tapi bagaimana kek caranya?"

"Caranya adalah kita harus bisa berkomunikasi dengan nenek dan teman-temanmu, tanpa sepengetahuan Mardiana. Agar mereka bisa menemukan ragamu."

"Tapi kek? Mengapa Mardiana tak langsung membunuhku?"

"Haha..."kakek tertawa kecil.

"Cu, seharusnya kau bersyukur dia belum membunuhmu. Karena kau masih dapat kembali ke dunia. Mardiana akan membunuh seseorang sekitar pukul 10.30 sampai dengan 01.30. Namun, bagi yang berlebihan memanggil namanya, maka akan sesegera dibinasakan olehnya!"

"Tapi kenapa ia hanya membunuh saat jam seperti itu?"

"Kakek tak tahu pasti. Yang pasti kita harus cepat supaya ini tak berakhir tragis."

Vincent Clayton pun mengganguk isyarat tahu apa yang harus ia lakukan.

Prakkk!

Tiba-tiba tubuh Bagus tumbang dan berdiri kembali. Gerak-gerik Bagus sungguh tak asing bagi mereka. Mereka teringat seseorang.

"Vin, kaukah itu?" tanya Iti.

"Ya ini aku. Jadi gengs aku tak punya waktu lama untuk menjelaskan ini semua. Ragaku telah disembunyikan oleh Mardiana. Kalian harus menemukannya atau aku akan mati. Aku mohon tak ada orang lain yang bisa kuandalkan selain kalian. Waktu kalian sampai dengan pukul 10.30. Aku mohon kalian bertindak secepatnya."

"Iyaa Vin, pastii kami akan membantumu," kata Ana sambil meneteskan air mata karena merasa kehilangan walaupun masih bisa terselamatkan.

"Sudahlah, Na. Tak ada gunanya kau menangisi kesalahanku. Aku mohon kalian cepat. Cari jasadku dimanapun Mar..."

Tak lama muncul Mardiana mengejar gerombolan itu. Mereka terus berlari dan berlari. Namun, Ajeng dan Riza yang berada paling depan. Dan Iti yang berada paling belakang. Seketika menghilang entah kemana.

"ITI MANA? ITI MANA WOII?" Ana menangis karena melihat Iti tidak ada dibelakangnya.

Ana pun berbalik arah dan parahnya raga sang Ana pun menghilang. Lama kelamaan hanya tersisa Nenek, Riza, dan Ajeng. Entah kemana yang lain. Mungkin ini adalah bagian dari rencana Mardiana.

Tak lama nenek pun hilang. Tapi bukannya nenek membawa serpihan kayu yang ditakuti Mardiana?

Ternyata, yang menyembunyikan raga mereka tak hanya Mardiana. Mardiana hanya menyembunyikan raga Iti karena ia melihat nenek yang menggenggam serpihan kayu bekas pembakaran dirinya. Jadi kakek Denis, pak Baim, Ucil, dan Deny juga turut dalam penyembunyian raga. Karena semua yang berada di dunia Mardiana dapat ia perbudak kapanpun. Namun, Mardiana tahu kalau mereka meminta tolong kepada para manusia itu. Sehingga Mardiana menggunakan ilmu yang dimana kalau Mardiana memberi perintah akan dikerjakan namun apabila perintah tersebut selesai mereka akan lupa.

Serpihan kayu itu dari tadi digenggam nenek. Saat raga nenek menghilang, serpihan itu jatuh.

"Rizz, itukan serpihan yang nenek pegang dari tadi. Ambil aja siapa tau perlu," kata Ajeng menyuruh Riza untuk berlari.

Dengan berat hati Riza mengambil itu karena takut akan tertangkap. Setelah dapat mereka langsung lari menuju tempat yang mereka rasa aman, yaitu mushola.

"Aduhh akhirnya sampai," kata Riza sambil terengah-engah.

"Kok bisa jadi gini ya, Riz?"

"Aku gak tahu Jeng. Tapi serpihan ini untuk apa ya?"

"Yaudah Riz. Bentar lagi isya. Kita sholat aja dulu. Kita juga masih punya waktu untuk menolong mereka."

"Okedeh."

Seusai sholat mereka pun duduk sejenak sambil memikirkan cara bagaimana agar dapat menemukan raga mereka. Mereka pun larut dalam diam.

"Riz, bagaimana nih?"

"Kita coba cari dulu, ya."

Mereka berjalan mencari kesana kemari. Hingga kini mereka berada di hutan bambu. Lampu redup, hawa dingin, dengan sedikit asap, menambah kesan merinding.

"Kamu dingin, Jeng?" Riza bertanya pada Ajeng yang dari tadi berjalan sambil mengusap lengannya.

"Iya nih. Aku juga lupa bawa jaket tadi," ucap Ajeng sambil tersenyum pada Riza.

Remaja itupun menurunkan zip jaketnya dan langsung memakaikannya pada Ajeng.

"Ehh kenapa ini?" Ajeng kebingungan.

"Pakai aja Jeng, kamu lebih butuh kok."

"Hmm, makasih ya Riz."

Riza mengangguk sambil tersenyum tipis.

Tak seberapa jauh ada orang berbaju hitam yang membawa keranda. Tak ada satupun suara yang dikeluarkan. Tak cuma satu, secara susul-susulan, terlihat lagi orang yang sama membawa keranda. Mungkin mereka berbeda, hanya warna bajunya yang sama ditambah lagi malam membuatnya terlihat samar. Yang anehnya lagi keranda tersebut tak bertutup.

Dalam pikiran Ajeng ada banyak pertanyaan,
"Siapa yang meninggal? Kenapa banyak? Kenapa tak ditutup? Kenapa dikuburkan malam hari?," dan lain lain.

"Rizz, kamu lihat gak sih?"

"Iya. Tapi aku kayak gak asing,"

"Astagfirullahhaladzim, Ajeng. Itukan raganya Vin. Dan itu nenek dan yang lain."

"Ayo Riz kita kejar," kata Ajeng sambil menarik napas panjang dan menarik tangan Riza. Ia bukanlah orang yang penakut, begitu pula Riza.

Mereka pun mengejar gerombolan yang membawa keranda tersebut. Tak peduli pada apapun mereka tetap berlari. Riza berada dibelakang Ajeng. Riza yang tengah berlari tiba-tiba kakinya tersandung batu. Ajeng tak mengetahui hal itu karena saat terjatuh, tak ada sedikitpun suara yang Riza keluarkan.

Ajeng pun hampir sampai pada gerombolan itu. Namun, ia kelelahan. Dipegangnya kedua lututnya sambil menarik dan membuang napas. Ia sadar, Riza sudah tak ada lagi bersamanya. Ternyata saat terjatuh, raga Riza telah diambil oleh Mardiana. Dan Mardiana membuat agar suara Riza tak terdengar oleh siapapun.

Tak lama para gerombolan pembawa keranda tersebut mengelilingi Ajeng dan membuat remaja tersebut pingsan seketika.




Ok ini udah aku update ya part 14 nya.
Kalau seru tolong dikomentari ataupun di voted. Kalau kurang tolong dikomentari juga ya.

Lanjutin ceritanya
Yay/Nay?

Jangan Panggil Namanya Tiga KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang