Part 13: Serpihan Kayu Bekas Pembakaran

2.2K 152 12
                                    

"Nak, bangun nak," suara pria tua membuat nenek bangun.

"Bapak, kaukah itu?"

"Iya, nak. Nak aku tak punya banyak waktu untuk mejelaskan tapi Vincent sedang dalam bahaya. Nyawanya bisa terancam malam ini. Kaulah yang harus membantunya."

"Bagaimana caranya pak? Wanita itu sekarang sudah lebih kuat dari sebelumnya."

"Sebenarnya, tak sepenuhnya aku memberi kekuatanku padanya. Masih ada kekuatan yang lebih besar untuk mengalahkannya."

"Tapi pak, kenapa tak kau saja yang mengalahkan Mardiana saat kau hidup?"

"Nak, sebenarnya kekuatan ini kudapat dari kakekmu. Ia meninggal saat umurku menginjak lima belas. Ia memberikan aku kekuatan untuk menolong orang. Kupikir saat aku remaja aku ingin mengusir Mardiana. Namun, ia menghilang hingga aku sudah tua. Dan kembali lagi saat aku tak dapat leluasa bergerak. Kekuatan dari kakekmu tidaklah seberapa,nak. Ada yang lebih ia takuti dan dapat membuatnya hilang."

"Apa itu, pak?"

"Jadi nak, saat teror Mardiana tak lagi menghantui, aku mendapat mimpi aku sedang berada di tempat pembakaran wanita itu. Aku melihatnya sedang berdiri didekat pohon. Namun ia seperti tak berani untuk mendekatiku. Dalam mimpi aku ingin mendekati Mardiana. Tanpa sengaja aku membawa serpihan kayu bekas pembakarannya. Saat aku mendekatinya, ia berteriak. Tubuhnya pudar dan menghilang,"

"Walaupun itu hanya mimpi, namun itu terasa nyata. Sampai kuputuskan untuk mengambil serpihan dari sisa-sisa kayu tempat pembakaran wanita itu. Dan aku sangat yakin itu dapat mengalahkannya," tambahnya.

"Apakah kau menyimpannya? Kalau ada dimana kau menyimpannya pak?"

"Aku menyimpannya dilemari kamarku. Benda itu kutaruh didalam box kecil yang mungkin sudah agak usang dan berdebu."

Allahuakbar allahuakbar...

Tak lama, suara adzan memecahkan mimpi tersebut. Dalam hatinya wanita tersebut terus bertanya-tanya,

"Apakah mimpi itu benar?"

"Akan kupastikan setelah aku melaksanakan sholat," wanita itu memang tua. Namun, tekadnya sungguh besar. Hatinya suci. Perilakunya sangat terpuji. Hingga semua orangpun menyukainya.

Seusainya ia melakukan sholat. Ia langsung memastikan apakah benar ada box kecil di dalam lemari mendiang bapaknya tersebut.

Kreekk

Suara lemari tua itu berdecit sangat kuat. Dilihatnya dengan seksama hanyalah pakaian tua bekas almarhum bapaknya.

"Dimana box itu?"

Wanita itu menurunkan satu demi satu pakaian almarhum bapaknya dengan rapi. Lemari itu tetap kosong. Namun, ada sesuatu yang ganjal. Ada bentuk pergegi yang datar dengan lemari namun bentuknya lebih terpisah. Wanita itupun mendorong bentuk pergsegi itu dan bentuk persegi itu seperti merespon balik. Akhirnya keluarlah box kecil.

"Inikah box itu?"

Nenek membuka box tersebut dan benar saja. Serpihan kayu gosong itu memang ada didalamnya.

Tak lama suara berisik datang dari luar rumah nenek,

"Nenek,nenek!"

Suara itu tak asing. Memang benar, itu suara anak kota itu.

"Ada apa, cu?"

"Nekk, Vincent hilang. Kami tak tahu dia dimana," Ana menjelaskan sambil mengusap matanya dengan tisu.

"Kalian sudah mencarinya diseluruh ruangan di penginapan?"

"Sudah nek. Bahkan tempat favoritnya pun sudah kami kunjungi. Namun, kami tak kunjung menemuinya."

Mereka sungguh kebingungan malam itu. Ditambah lagi ancaman Mardiana akan membunuh anak itu membuat mereka buru-buru tanpa kepastian. Dari tadi, ponsel Vin berbunyi karena orang tuanya ingin videocall dengan anaknya itu. Namun, mereka mengangkat telepon tersebut dan berkata kalau Vin sedang bermain kerumah teman baru mereka. Sembari agar orangtua Vin tak ikut larut dalam kesedihan karena putranya hilang.

"Ya Allah dimana cucuku yang satu itu?" Nenek terus berdoa sambil mencari bersama anak kota dan desa itu. Tak lupa ia membawa serpihan kayu bekas pembakaran sang 'Mardiana' di sakunya.





Gimana ceritanya,dilanjutin?
Yay/Nay

Jangan Panggil Namanya Tiga KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang