Sudah dua bulan ini perusahaan itu di pegang oleh Raka. Bahkan bisnis kerja sama yang Raka lakukan seimbang dengan apa yang dilakukn sang Ayah. Itu membuat perusahaan DRA naik daun. Tidak salah ternyata Rahmat menyerahkan semuanya pada sang Anak.
Raka masuk ke ruangannya setelah selesai rapat, wajahnya sangat terlihat lelah. Ia menidurkan tubuhnya di sofa ruangan ini. Pintu kembali terbuka tanpa ketukan lebih dahulu yang membuat Raka mengumpat dalam hati.
"Kebiasaan banget, kamu Lang!
Ketuk pintu dulu!" Ucap Raka masih menidurkan tubuhnya dengan mata tertutup. Karena tanpa melihat pun, dia sudah tau siapa yang berani masuk tanpa ketuk pintu."Kelamaan. Kamu udah tau kebiasaan ku, Ka!"
"Gimana kalau aku lagi ngapa-ngapain di dalam!"
"Buktinya enggak, kan? Lagian kalau misalkan kamu lagi ngapa-ngapain itu bonus buat ku, karena mencuci mataku yang mumet setiap hari natap berkas mulu!"
Raka hanya memutar matanya malas mendengar ucapan Galang. Mereka memang sudah berteman dari bangku sekolah menengah pertama. Jadi, jangan heran kalau melihat mereka sudah sangat akrab.
"Ada apa kamu kesini?" Tanya Raka.
"Berkas butuh tanda tanganmu, Ka," jawab Galang.
"Simpen di meja, nanti aku tanda tangan. Sekarang biarkan aku tidur sejenak, kepala ku pusing!"
"Kamu pusing, karena adik bawah mu udah lama tidak merasakan surga dunia!" Ledek Galang sambil tertawa.
"Sialan."
Raka bangun lalu beranjak ke meja kebesarannya. Ia mendudukan diri di bangku itu lalu meraih dokumen-dokumen yang tadi Galang bawa. Suara bell berbunyi, artinya waktu istirahat tiba. Galang menoleh pada Raka, lalu menatap jam di tangan kanannya.
"Istirahat ayo, Ka! laper nih!" Ucap Galang dengan memelaskan mimiknya.
"Bentar, tanggung."
Raka kembali melanjutkan pekerjaannya dan Galang menunggu sambil memainkan ponsel. Raka berdiri setelah selesai. Galang dan Raka pun keluar dari ruangan dan masuk ke lift untuk turun ke lantai satu. Mereka keluar dari lift sambil mengobrol ringan. Setiap berpaspasan dengan pegawai, mereka hanya menjawab sapaan mereka dengan anggukan kepala.
Mereka masuk ke sebuah restoran rumah makan di depan kantor yang lumayan sudah ramai dengan pegawai kantor yang lain. Raka dan Galang duduk berhadapan setelah memesan makanan mereka ke pelayan. Mereka hanya mengobrol ringan sambil merokok untuk menunggu pesanan mereka datang. Beruntung rumah makan ini boleh merokok.
Ddrrtt Ddrrttt
Raka merogoh ponsel di saku celananya yang bergetar dan tertera nama sang bunda. Ia menggeser tombol hijau di layar, lalu menempelkannya ke telinga. "Assalamualaikum, Bun."
"Waalaikumsallam, Ka. Kamu sibuk?"
"Raka lagi istirahat, Bun. Kenapa?"
"Rasya rewel pengen ketemu kamu."
Raka menghela napasnya lalu memijit keningnya pelan. Tidak lama kemudian mendengar suara bocah lelaki yang sesegukan memanggilnya.
"Ayah."
Ayah? Ya, Raka adalah seorang duda anak satu. Anaknya bernama Rasya Adara Dranendra.
Istri? Istri Raka meninggal dunia saat melahirkan Rasya. Jadilah dirinya yang mengurus Rasya dari kecil hingga sekarang, meskipun masih di bantu Sang Bunda karena Raka adalah Anak tunggal.
"Rasya, dengarkan Ayah."
Isakan Rasya di sebrang sana masih terdengar. Rasya memang tidak bisa jauh darinya, Rasya juga tidak akan bisa langsung akrab dengan orang yang belum dia kenal, kecuali keluarga dan teman-teman Raka.
"Ayah sedang kerja sekarang. Rasya tunggu di rumah sama Nenek, ya?"
"Nggak mau, Lasya mau sama Ayah." Masih dengan isakannya.
Rasya tidak pernah rewel seperti ini, tapi entah apa yang bocah itu rasakan akhir-akhir ini hingga Raka tidak bisa mengontrolnya.
"Rasya.. Kalau Rasya nangis terus, Ayah gak akan pulang." Ancam Raka yang biasanya ampuh untuk menenangkan sang anak.
"Jangan," rengek Rasya sambil menahan isakannya.
"Ya sudah, sekarang Rasya tidur siang sama Nenek, ya?"
"Iya, Ayah cepet pulang!"
"Iya, sayang. Ya sudah Ayah tutup, ya? Ayah harus kerja lagi sekarang."
Raka memutuskan sambungan setelah mengucapkan salam pada sang Bunda.
Rasya sudah masuk TK di umurnya yang masih empat tahun. Kegiatan sekolahnya hanya dilakukan pada hari senin, rabu dan jumat. Raka beruntung memiliki Rasya, karena Rasya adalah kebahagiaannya. Raka sudah menjelaskan pada Rasya tentang sang Bunda, Dara. Bahkan Rasya sudah tau makam Dara.Tentang statusnya yang Duda ini, semua pegawai kantor tidak mengetahuinya. Mereka hanya tau jika dirinya belum menikah dengan pikiran mereka masing-masing. Karena Raka pun tidak pernah membahas tentang siapa dirinya dan status pada mereka.
Raka dan Galang sudah selesai makan, kini mereka berdua hanya diam sambil mengobrol santai.
"Gimana kabar Rasya?" Tanya Galang sambil menghisap rokoknya.
"Baik." Jawab Raka.
"Ka?" Raka menoleh saat Galang memamggilnya.
"Kapan kamu bisa melupakan Dara?"
Raka menghela napas kembali mendengar ucapan Galang. Dara Vega Maheswari. Almarhumah istri Raka. Raka sebenarnya malas jika sudah membahas hal ini, karena pasti bayangan saat dirinya dengan Dara selalu muncul di benaknya.
"Ini udah Empat tahun, Ka. Mau sampai kapan kamu kaya gini terus?" Tanya Galang.
"Semua nggak gampang, Lang."
"Aku tau, Ka. Tapi kamu juga gak bisa kaya gini terus."
Raka memang tidak pernah tertarik untuk menikah kembali saat Dara meninggalkannya. Dara sudah membuat separuh diri Raka pergi. Raka merasakan jika separuh dirinya tidak bernyawa karena tidak ada Dara.
"Rasya juga butuh kasih sayang seorang Ibu, Bukan hanya dari Ayah, Nenek dan Kakek saja, Ka."
*
*
*Aku update yang ini
😂😂😂😂Ada yang mau daftar jadi calon ibunya Rasya ???
😏😏😏😏Jangan lupa Vote dan Komen 😙😙😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Suci - [ Sudah Terbit ]
ChickLit[SUDAH TERBIT] Bisa pesan di IG : @takis.publishing . . [#Series : Baby-1] . . Menikah dengan seorang duda bukanlah impian dalam pikiran perempuan beranama Karina Aruelia. Namun, semua seperti mimpi baginya, Dimana saat malam itu dirinya di lamar da...