-8-

132 21 12
                                    

Tampaknya Woojin perlu meminta libur tambahan. Lebam keunguan di rahang kiri kekasihnya sungguh mengerikan. Bahkan ia yakin rasanya lebih dari sakit jika diungkapkan. Namun Guanlin tetaplah Guanlinnya yang mengesampingkan klinik ketimbang bergelung nyaman.

Lihatlah buntalan selimut yang masih asyik di tempat tidur. Woojin saja sudah lelah memejam mata, tapi makhluk raksasa itu nyaman saja mendengkur. Sinar matahari saja tak sanggup membuatnya berhenti produksi liur.

Mencoba abai pada kekasihnya, Woojin meraih ponsel di atas meja. Mengutak-atik beberapa pesan yang ditujukan pada lelaki yang ia puja. Mengernyit tak senang mendapati ruang obrolan yang sudah mirip asrama putri saja.

Menaruh kembali ponsel dengan asal. Kakinya ia langkahkan lebar-lebar mengindikasikan kesal. Merutuki keputusannya bermain ponsel yang berbuah sesal.

Meraih mangkuk dan sendok makan. Matanya memandang horor pada karton sereal dalam kabinet yang acak-acakan. Lantas dengan terpaksa merapikan. Sambil terus saja sumpah serapah terlontarkan.

Desing halus langkah mendekat membuatnya berpaling. Mendapati kekasihnya yang mengendap bagai maling. Memamerkan deret rapi giginya yang gagal mengagetkan Woojin paling-paling.

Mengabaikan tumpukan karton yang belum tersusun, ia beranjak mendekati sang kekasih hati. Dan tentu ayunan kaki Woojin yang mendekati Guanlin di pintu kamar disambut rengkuh hangat laki-laki yang lebih tinggi.

"Selamat pagi." Sebuah kecup ringan dari Guanlin mendarat di pipi. Senyum mengembang lebar memberikan gingsul Woojin eksistensi. Jemarinya menyusuri rahang lebam Guanlin yang tampak semakin mengerikan pagi ini.

"Jangan lagi-lagi menantang Jihooni, kalo di bogem sekali aja udah ungu begini."
































Hola, ini di update ketika daku gabut menunggu antrean di rumah sakit pagi-pagi. Salahkan saja tenggorokan saya yang tiba tiba minta diapelin obat huft TT

rhymed [pancham]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang