14

11.5K 1.1K 245
                                    

(Don't forget to play the song on the media!♡)

***

Satu malam yang sangat panjang bagi Sakura berhasil dilewati, walau paginya ia terbangun dengan mata super bengkak dan merah.

Setelah menangis ditemani Sasuke, lelaki itu membawanya pulang bersama yang lain. Sampai dirumahnya, Sakura hanya langsung masuk ke kamar tanpa menyapa Mebuki lagi. Dari dalam kamarnya, samar-samar ia mendengar Ino menjelaskan beberapa hal tentang Sasori dijodohkan dengan orang lain dan keduanya terlibat cekcok. Sakura sedikit bersyukur karena Ino tidak menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia tidak ingin orang tuanya khawatir.

Sakura bergerak dari tempat tidurnya, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kepalanya pusing karena kemarin ia habiskan untuk menangis. Bahkan ia tertidur masih dengan pakaiannya kemarin.

Setelah merasa lebih segar, Sakura beranjak menuju lemari dan mengganti pakaiannya asal. Gadis itu bercermin sebentar, mengoleskan sedikit krim mata dibawah emeraldnya yang bengkak. Matanya terlihat seperti habis disengat tawon.

"Ah, jelek sekali.."

Tok tok tok

Ketukan di pintu kamarnya mengambil alih tatapannya. Pasti itu ibunya.

Sakura menarik nafas pelan, lalu duduk di pinggir tempat tidurnya.

"Masuk," seru Sakura.

Pintu terbuka. Bukannya sosok wanita paruh baya berambut pirang, seorang lelaki berambut merah lah yang melangkah masuk ke dalam.

"Sakura.."

Sakura tersentak, lalu refleks membelakangi lelaki yang membuat matanya bengkak itu.

"M-mau apa kau kemari?" ucap Sakura cepat. Jantungnya kembali berdegup dua kali lipat.

Sasori, lelaki itu menutup pintu di belakangnya. Ia memaklumi sikap Sakura saat ini. Gadis itu pasti sangat kecewa padanya.

"Boleh aku bicara denganmu?" tanya Sasori lembut.

Sakura meneguk liurnya, tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin melihat Sasori, tapi ia juga tidak tega mengusir lelaki ini.

"Sakura.. Inori pingsan kemarin setelah meneleponmu. Aku sudah membeli tiket baru. Keretaku berangkat siang ini pukul 12," sahut Sasori pelan.

Sakura meremas spreinya erat. "Aku tidak peduli."

Sasori tersenyum pahit. "Aku baru tahu hal ini setelah kita menelpon kemarin dulu. Inori datang kerumahku dan memintaku untuk bertanggung jawab."

"Hentikan, aku tidak mau dengar," sela Sakura, suaranya mulai serak.

Sasori menundukkan kepalanya menatap ubin kamar gadis itu. "Malam saat kita putus, aku benar-benar kalut. Aku ikut dengan para senior dan mereka membuatku mabuk. Awalnya aku merasa lebih baik, tapi kemudian aku kehilangan kesadaran dan malah berlaku yang tidak-tidak pada Inori. Demi tuhan Sakura, saat itu kupikir kau adalah Inori.."

Sakura menggigit bibir bawahnya. "Tapi pada kenyataannya kau tetap meniduri Inori.."

"Ya, aku akui itu. Paginya aku terbangun dan langsung sadar bahwa aku sudah melakukan kesalahan. Aku pikir Inori baik-baik saja karena dia sama sekali tidak mengungkit hal itu padaku, sampai kemudian dia memberitahuku bahwa dia..," Sasori mengepalkan jemarinya, dadanya sesak.

Sakura mengangguk. Jemarinya mengelus pipinya sendiri guna menyeka setetes cairan yang kembali keluar dari sana.

"Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu, Sasori-kun.." lirih Sakura berat. Ya, sangat berat.

Being Gangster GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang