Langkah Hinata semakin lebar. Laki-laki berkuncir tinggi itu ternyata nekat mengikutinya sampai di depan gedung tempat tinggalnya.
Hinata memang tidak tinggal bersama orang tuanya. Ia hanya tinggal bersama Hanabi di kota, sementara ayah dan ibunya menetap di desa.
Sudah satu tahun Hinata tinggal di rumah susun tujuh lantai tersebut. Flat sederhana yang tiap lantainya memiliki 20 kamar. Dan setiap kamar bisa menampung sekitar 3 orang dewasa atau sebuah keluarga kecil.
"Kami-sama, tolong lindungi aku." batin Hinata berdoa saat memasuki lift dan yang ternyata laki-laki tersebut juga ikut masuk kedalamnya.
Tidak ada percakapan. Hinata sengaja berdiri tepat di depan tombol lift, berjauhan dengan laki-laki tersebut yang memilih bersandar dibagian sudut belakang dengan malas-malasan.
"Ehem."
Hinata tersentak oleh suara deheman dari arah belakang. Lututnya tiba-tiba merasa lemas dan bergetar.
Beruntung lift cepat sampai di lantai 3. Hinata segera keluar dan berlari cepat-cepat untuk menuju dimana unitnya berada.
Laki-laki dibelakangnya juga berlari seperti mengejarnya. Derap sepatunya terdengar jelas di telinga sang gadis.
Hinata benar-benar ketakutan sampai akhirnya langkahnya berhenti setelah mendengar teriakan bass dari laki-laki tersebut.
"Hoi."
Hinata merapat pada pintu unit 308. Itu bukan unitnya, unit milik Hinata berada tepat di depannya, 307.
Tapi karena tubuh besar itu sudah di depannya, Hinata hanya mampu menundukkan kepalanya dan siap akan menangis.
"Kenapa lari?"
Hinata tidak menjawab, ia menggenggam erat tali tas selempangnya.
"Aku sedang bertanya padamu, Nona."
"K-kau siapa? Kenapa mengikutiku?" suara Hinata bergetar saat mencoba memberanikan diri bertanya.
"Mengikutimu?" jelas ada nada bingung yang terdengar dari suara laki-laki itu.
"Hey." ia mengangkat dagu Hinata agar pandangan mereka bertemu, "Aku tidak mengikutimu." ujarnya dengan suara gelak renyah. Ia juga mendorong kepala Hinata pelan hingga terbentur pintu dibelakangnya.
Tangannya sibuk menekan digit angka sebelum bunyi tanda password diterima.
Hinata hampir terjatuh kalau saja tangan kekar itu tidak menahannya. Laki-laki itu mundur sedikit untuk memberi ruang pada Hinata.
"Kau ingin masuk denganku kedalam?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat karena Hinata hanya diam.
"E-eh? Tidak."
Hinata minggir dan membiarkan laki-laki itu masuk kedalam huniannya. Setelah pintu tertutup, Hinata memukul-mukul kepalanya. Terlalu malu dengan dirinya sendiri.
Ia baru saja akan melangkah saat pintu kamar tadi kembali terbuka. Hinata menoleh dan mendapati sang pria sudah tidak berkuncir.
"Namaku Shikamaru. Nara Shikamaru. Kau?"
See You
Hildegard Moe
🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
UMBRELLA [ShikaHina]
Short StoryFollow dulu sebelum baca. √ End- Sesungguhnya Hinata benci hujan. Tapi setelah menemukan pria itu, diam-diam Hinata mulai membuang rasa bencinya. : : : UMBRELLA ShikaHina Fanfiction By Hildegard Moe 26/09/2018