Nyaman.
Hinata memejamkan matanya. Dekapan lengan Shikamaru yang berada di perutnya menyalurkan rasa hangat yang nyaman. Tidak ada sentuhan-sentuhan nakal di dalamnya. Murni hanya sebuah dekapan.
Ini pertama kalinya Hinata tidur dengan seorang laki-laki. Bahkan dengan Neji saja ia tidak pernah tidur satu ranjang.
Shikamaru mengendusi rambut Hinata yang berada tepat di depan wajahnya, "Kau pakai shampo apa? Aku selalu suka dengan wangi ini."
Hinata membuka matanya kembali, "Hanya shampo murahan yang di jual di market tempatku bekerja dulu."
Shikamaru kembali mengendusi rambut Hinata hingga ke tepian dekat belakang telinga sang gadis. Hinata menggeliat geli, ia mengendikkan sebelah bahunya untuk menghalau hidung Shikamaru, "S-Shika-kun."
Yang laki-laki hanya tersenyum. Hinata masih takut dengan sebuah sentuhan. Itu artinya sang gadis memang tak pernah melakukan hal yang seperti ini sebelumnya. Oh, beruntungnya Shikamaru.
"Kau pernah punya pacar?" tanya Shikamaru. Dekapan pada perut Hinata semakin ia eratkan.
"Tidak. Bagaimana denganmu?"
"Aku.." jeda sejenak. Terbesit satu pemikiran yang konyol di benaknya, "Pernah beberapa kali.. membawa mereka kemari."
"Membawa mereka kemari?"
"Hm." Shikamaru menggesekkan hidungnya pada rambut Hinata. Menghirup aroma lavender itu hingga puas.
Hinata diam. Ada rasa sakit yang terselip di hatinya saat tahu Shikamaru juga pernah membawa orang lain ke apartemennya.
Apa yang mereka lakukan?
Apa melakukan hal yang seperti ini juga?
Atau sudah melakukan hal lainnya?Shikamaru memutar tubuh Hinata agar menghadapnya. Tubuh mungil itu terasa ringan bagi lengan kokohnya yang kanan.
Perlahan mata tajamnya meneliti wajah Hinata. Ia menyingkirkan rambut-rambut halus yang singgah di pipi sang gadis. Shikamaru tersenyum, Hinata tidak menatapnya. Rona di pipinya membuatnya nampak semakin manis.
Mengangkat dagu Hinata, Shikamaru dapat melihat ada gurat kecewa saat mata mereka bertatapan. Apa rencananya berhasil?
"Kau tidak cemburu?" tanya Shikamaru penasaran.
"Hm." dan Hinata hanya menggumam pelan. Entah apa artinya.
"Kau tidak ingin tanya sesuatu?"
Hinata menggeleng, untuk apa ia bertanya jika akhirnya hatinya semakin sakit dengan masa lalu dari pacarnya —calon suaminya. Lebih baik diam dan tidak tahu semuanya.
Shikamaru menghela napas ringan. Ia menyingkirkan jarinya dari dagu Hinata dan kembali mendekap tubuh itu dengan sayang, "Membingungkan." ujarnya pelan.
"Hm. Apanya?" berusaha mendongak, Hinata menatap wajah Shikamaru dengan bibir terkatup.
"Kau. Kau sangat membingungkan. Dan sekarang aku yakin bahwa kau tak benar-benar mencintaiku, Hinata."
Berkedip dua kali, Hinata kemudian tersenyum. Apa Shikamaru memang sengaja membuatnya cemburu? Untuk apa!?
Hahaha. Hinata merasa istimewa saat ini.
Tidak ada kata-kata, Hinata hanya mendongak makin tinggi untuk mengecup dagu Shikamaru yang bersih dari janggut.
Setelahnya, gadis itu membalas dekapan Shikamaru dengan menempelkan pipinya pada dada bidang sang pria.
Shikamaru tersenyum. Mungkin pemikirannya salah.
Hinata mencintainya.
Hanya saja gadis itu tidak bisa mengungkapkannya dengan gamblang seperti dirinya. Hinata hanya bisa melakukannya dengan sikap yang menunjukkan bahwa ia juga memiliki rasa yang sama dengan Shikamaru.
Ugh. Manis sekali.
Shikamaru saja yang bodoh. Seharusnya ia paham bahwa anak tengah dari keluarga Hyuuga itu sedikit pemalu."Hinata. Bagaimana jika pernikahan kita dipercepat saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UMBRELLA [ShikaHina]
Short StoryFollow dulu sebelum baca. √ End- Sesungguhnya Hinata benci hujan. Tapi setelah menemukan pria itu, diam-diam Hinata mulai membuang rasa bencinya. : : : UMBRELLA ShikaHina Fanfiction By Hildegard Moe 26/09/2018