Hinata melangkah takut-takut memasuki ruangan apartemen Shikamaru. Pria itu sudah masuk lebih dulu dan duduk di meja bar dapur. Mengambil teko lalu menuang isinya ke dalam gelas. Sambil melirik Hinata, ia meneguk air minumnya.
"Shika-kun.." Hinata menoleh kanan dan ke kiri untuk mencari dimana letak kulkas. Niatnya yang ingin bertanya jadi ia urungkan saat sudah menemukan apa yang ia cari.
Dengan menenteng dua plastik besar bahan makanan, Hinata berjalan mendekati kulkas. Meletakkan belanjaannya, ia mulai membuka kulkas dan menilik isinya yang hanya ada bir dan minuman kaleng lainnya.
Kening Hinata mengerut tajam. Apa Shikamaru tidak pernah masak sendiri?!
"Aku jarang makan di rumah, makanya kosong." seolah menjawab pertanyaan tidak bersuara dari Hinata, Shikamaru menjelaskan dengan sangat singkat.
Hinata hanya menganggukkan kepalanya dan mulai menyusun bahan makanan yang sudah mereka beli. Tadi dua kantong belanjaan sudah memenuhi kulkas Hinata, dan sekarang giliran kulkas milik Shikamaru.
Belum ada hubungan apa-apa yang terjalin diantara keduanya. Meskipun Hinata sudah tahu isi hati Shikamaru, ia masih tetap diam dan lebih memilih hubungan pertemanan lebih dulu.
Ia tidak ingin buru-buru jatuh cinta walaupun kedua orang tuanya sudah setuju. Ia juga sudah mulai merasa nyaman dengan Shikamaru meskipun belum sepenuhnya. Biarlah semua berjalan seperti biasanya, lagi pula Hinata yakin sekuat apapun ia menolak Shikamaru tidak akan melepaskannya.
"Masakkan aku sesuatu. Aku lapar." pinta Shikamaru sambil berjalan menuju kamarnya, "Anggap saja dapurmu sendiri." ujarnya kemudian hilang dibalik pintu.
Hinata mendesah lega. Tangannya bergerak cekatan memindahkan sayuran, makanan cepat saji serta buah-buahan masuk ke dalam kulkas. Setelah selesai, ia berlari menuju dapur. Mengambil beberapa bahan, ia mulai memotong-motongnya.
Lima belas menit, Shikamaru sudah keluar dari dalam kamar. Ia sudah mandi dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai. Celana pendek dan kaos polos berwarna hitam.
Senyumnya mengembang saat melihat Hinata yang sibuk membersihkan alat masaknya. Ia juga sempat melirik meja makan yang berisi dua piring omurice.
Apa mereka akan makan berdua?
Langkah Shikamaru melewati meja makan. Ia menghampiri Hinata yang masih sibuk mencuci peralatan masak. Tanpa persetujuan ia langsung menyelipkan tangannya dibalik apron Hinata. Memeluk gadis itu dengan erat.
"S-Shika-kun.." Hinata terkejut dan menjatuhkan sendok masaknya begitu saja.
"Aku seperti melihat istriku sendiri yang berkeliaran di dapur." katanya pelan. Hidung Shikamaru mulai mengendusi leher Hinata yang tertutup rambut. Ia selalu suka wangi gadis itu.
"Shika-kun... aku..aku harus menyelesaikan ini dulu."
"Lakukan saja. Aku tidak akan mengganggumu."
"Ta-tapi.."
"Kalau begitu lupakan." Shikamaru melepas simpul apron dan menariknya agar keluar dari tubuh Hinata, "Kita makan dulu. Yang ini nanti saja."
Tidak ada penolakan karena memang Shikamaru tidak memberikan Hinata kesempatan untuk menolak. Laki-laki itu mendudukkannya sebelum ia sendiri memutar arah dan duduk di depan Hinata.
Mereka sudah berjanji akan memulainya secara perlahan. Dimulai dari berbagi password apartemen hingga berbagi bahan makanan. Shikamaru tidak memaksa Hinata, ia hanya ingin membuat gadis itu terbiasa dengannya.
"Hinata, bagaimana jika malam ini kau tidur di sini?"
Hinata membulatkan matanya saat mendengar kalimat Shikamaru. Untung saja mereka belum makan, kalau sudah mungkin makanan Hinata akan menyembur ke wajah pria Nara itu.
"Hahaha aku hanya bercanda, lupakan." ujar Shikamaru sambil menarik piringnya, "Tenang saja. Aku tidak akan menyentuhmu sampai kau benar-benar jadi istriku."
Terlalu santai kalimat itu keluar dari bibir Shikamaru. Ia bahkan tidak tahu bagaimana efek dari kalimat pendek itu bagi Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
UMBRELLA [ShikaHina]
Short StoryFollow dulu sebelum baca. √ End- Sesungguhnya Hinata benci hujan. Tapi setelah menemukan pria itu, diam-diam Hinata mulai membuang rasa bencinya. : : : UMBRELLA ShikaHina Fanfiction By Hildegard Moe 26/09/2018