Setelah berpikir 1000 kali, akhirnya Hinata menyerah dan mengikuti permintaan Shikamaru untuk bekerja di cafe pria itu. Selain tawarannya yang menggiurkan, ia juga mulai merasa nyaman dengan keberadaan Shikamaru di sisinya.
Seperti saat ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi Shikamaru masih betah mengajari Hanabi di ruang tamu. Pria itu ternyata pintar, Hinata kagum.
Sesekali Hanabi dan Shikamaru terlibat obrolan ringan. Mereka juga sempat bercanda dan terlihat akrab satu sama lain.
Teringat sesuatu, diam-diam Hinata masuk ke dalam kamarnya dan kembali dengan membawa beberapa buku juga perlengkapan tulis. Ia meletakkan bukunya di atas meja sebelum kembali berjalan menuju dapur untuk mengambil tiga minuman kaleng.
Shikamaru melirik ke arah Hinata yang sudah duduk di sebelah Hanabi. Bersebrangan dengannya, "Ada PR juga?"
Hinata mengangguk tanpa melihat Shikamaru. Ia pura-pura sibuk membuka halaman yang berisi soal untuk ia kerjakan.
"Aku selesai." Hanabi berujar puas. Ia menutup bukunya dengan desahan lega. Ia juga sempat meregangkan otot-ototnya sebelum mengukuti peralatan sekolahnya kemudian berlalu masuk ke dalam kamar setelah mengucap terima kasih pada Shikamaru.
Hanya mereka berdua. Hinata menelan liurnya berat. Entah kenapa berdua saja dengan Shikamaru membuatnya tak sanggup berkata. Seperti salah tingkah dan bingung mau melakukan apa.
"Mana?"
"Eh?" Hinata tergagap kaget, "Ah. Ini." ia menyodorkan bukunya pada Shikamaru dengan gerakan buru-buru.
Shikamaru tersenyum tipis dan hanya meliriknya sesaat. Ia kemudian berdiri lalu pindah duduk di samping Hinata. Hanya menyisakan jarak satu jengkal saja.
"Ke-kenapa pindah?" Hinata bertanya heran.
"Aku ingin dekat denganmu."jawab Shikamaru dengan bisikan pelan.
Hinata menggigit bibir dalamnya. Ia juga menggeser letak duduknya, takut jika Shikamaru akan dengar detakan jantungnya yang mulai menggebu.
Shikamaru hanya tersenyum simpul. Sebelah tangannya meraih pinggang Hinata lalu menariknya untuk dekat kembali hingga naik ke pangkuannya.
"Na-Nara-san."
"Shika-kun." koreksi Shikamaru. Ia mengendus rambut belakang Hinata pelan-pelan, "Kapan aku bisa mendengar jawabanmu, Hinata?"
"A-aku..." Hinata memejamkan matanya. Perutnya merasa geli seperti di gelitik oleh sayap kupu-kupu saat Shikamaru menyingkirkan rambutnya dan mulai mengecupi leher belakangnya.
Shikamaru memutar kepala Hinata agar menoleh padanya, "Kau cantik." pujinya. Lalu tatapnnya pindah pada bibir Hinata yang digigit sedikit.
Ugh. Shikamaru juga ingin menggigitnya.
Tatapannya kembali pada bola mata lavender milik Hinata, "Aku sudah bertemu dengan ayahmu, dan dia setuju. Sekarang tinggal kau."
Hinata menunduk. Tidak berani menatap mata tajam itu lebih lama lagi. Ia juga bingung ingin menjawab apa atas pernyataan Shikamaru sudah mengaku secara terang-terangan.
Shikamaru mengangkat dagu Hinata, "Aku menyukaimu, Hinata." ia mulai mendekatkan wajahnya. Tidak ada tanda-tanda bahwa Hinata akan mundur, Shikamaru semakin mendekatkan bibirnya.
Kali ini jika Hinata menolak, Shikamaru berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengganggu Hinata lagi hingga gadis itu sadar betapa Shikamaru sangat menginginkannya.
Tapi pada kenyataannya gadis itu tidak mundur sedikitpun bahkan hingga bibir mereka hampir bersentuhan Hinata belum bergerak sama sekali.
Apa ini sebuah kode bahwa ia diterima?
Tidak berpikir lagi, Shikamaru menarik kepala Hinata hingga bibir mereka bersentuhan. Kecupan ringan diawal dan menjadi sebuah ciuman berat karena Shikamaru tidak bisa menahannya lagi.
Pria berkuncir nanas itu menidurkan tubuh Hinata di karpet lantai. Ia juga sempat menggeser meja dengan lengan tanpa melepaskan tautan bibirnya.
Terbuai, Shikamaru memiringkan wajahnya agar lebih leluasa menggigit bibir gadis dibawahnya. Ia suka saat Hinata mengeluh, ia suka saat Hinata mengeluarkan desahannya. Ia suka...
"Nee-chan, apa kau lihat... Ups..maaf." Hanabi menutup mulutnya dan mundur perlahan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya saat melihat Hinata dan Shikamaru sama-sama muncul dari bawah meja pendek itu. Dari raut wajahnya jelas bahwa mereka habis melakukan sesuatu di bawah sana.
Hinata merutuk beberapa kali. Benar-benar tidak berani menoleh pada Shikamaru yang duduk di sebelahnya. Terlalu malu hingga wajahnya memerah seperti tomat.
Sementara Shikamaru hanya tersenyum puas. Ia mengusak rambut Hinata dengan sayang, "Mana PR-mu?
KAMU SEDANG MEMBACA
UMBRELLA [ShikaHina]
Short StoryFollow dulu sebelum baca. √ End- Sesungguhnya Hinata benci hujan. Tapi setelah menemukan pria itu, diam-diam Hinata mulai membuang rasa bencinya. : : : UMBRELLA ShikaHina Fanfiction By Hildegard Moe 26/09/2018