H-30

711 61 0
                                    

Mataku terbuka dengan helaan nafas panjang kemudian. Menyadari kalau ini telah pagi dan aku harus segera pergi ke sekolah. Tapi sungguh, aku tidak pernah semalas dan seberat ini untuk pergi ke sekolah.

"Selamat pagi, Akanen. Kamu terlihat letih sekali, kamu sakit?" Tanya ibuku yang telah menyiapkan sarapan di meja makan.

"Sakit? Ku rasa dia malah tertekan dengan kehidupannya sekarang." Sambar adikku, Shiho di meja makan. Dia hanya beda setahun dariku tapi kami berada di kelas yang sama. Kata ibu, Shiho terlalu menja sampai tidak ingin lepas dariku. Walaupun aku tidak percaya anak semenyebalkan itu adalah seorang adik yang tidak ingin lepas dari kakaknya.

"Oh, kenapa?"

"Jangan dengarkan dia, bu."

"Kemarin Sugai-san menyatakan cintanya pada kakak,"

"Moriya Shiho!" Aku menaikan nada bicaraku ketika berhasil duduk di hadapannya. Sudah ku bilang dia sangat menyebalkan, bukan?

"Hei, hei, tidak baik berteriak pada adikmu." Kini suara bass satu-satunya terdengar sampai di ruang makan. Itu ayahku, duduk di sampingku dengan langsung disuguhkan makanan oleh ibu.

"Tapi dia duluan, pa!"

"Aku kan cuma mengatakan fakta!"

"Lagipula kamu kok bisa membuat Yuuka-san melakukan hal itu?"

Aku mendegus saat ayah juga ikut-ikutan tersenyum mengejekku. Kalau kalian pikir ayahku marah, kalian salah. Dia malah terus menertawai aku sepulang sekolah seolah-olah itu benar lawakan terbagus sepanjang tahun.

"Ayah... Kenal saja aku tidak,"

"Mana mungkin kamu tidak kenal Sugai-san padahal kamu melabeli dirimu sebagai siswi ter-populer...!" Cibir Shiho membuatku semakin kesal. Aku hampir melempar roti bakarku ke mulutnya kalau tidak ada ibu atau ayah disini.

"Memangnya siapa sih Sugai-san itu?" Tanya ibu yang memang tidak tahu apa-apa soal ini.

"Itu loh, cucu tunggal yayasan sekolahku. Dia dengan berani menyatakan cinta pada Akane,"

"Ayah.."

"Ada fotonya?"

"Aku ada, bu!"

"Heh, Shiho!"

Buru-buru Shiho merogoh ponsel di kantong seragamnya dan membuka SNS Yuuka. Entah sejak kapan dia mengikuti SNS Yuuka, aku saja tidak pernah mengikutinya di SNS padahal kami seangkatan.

"Wah, dia cantik juga ya?"

"Cantikkan, ma?"

"Pantas untuk jadi pacar Akanen,"

".. Ibu, jangan tolong ikut-ikutan!" Aku mendengus kesal sebelum akhirnya disambut gelak tawa dari keluargaku.

Waktu bergulir ke saat aku di depan gerbang sekolah. Tiba-tiba saja langkah kakiku terhenti saat seseorang muncul di depanku.

"Pagi, Akanen!"

"... Su-sugai?!"

"Kenapa terkejut seperti itu?" Dia bertanya dengan wajah bingungnya. Bodoh ya masih bertanya kenapa aku terkejut?! Anak-anak di sekitar mulai melihat ke arah kami.

"Maaf ya, Kak. Aku duluan. Permisi, Sugai-san.." pamit Shiho yang meninggalkan aku dengan cekikikan.

"Sh-Shiho?!"

"Adikmu mirip denganmu, ya?"

Aku menatap kesal Yuuka yang masih memasang wajah lugu tak berdosa. Aku berdecak dan memilih menjauh, tidak ingin dekat-dekat dengan si Yuuka gila itu. Tapi ternyata,

"Kenapa kamu mengikutiku, sih? Kelasmu kan di sana!" Ku tunjuk kelasnya yang agak berjauhan dari kelasku karena dipisah oleh tangga menuju lantai 3.

"Oh.." Dia tersenyum lebar, "kamu tahu kelasku dimana?"

Aku menggerang kesal lalu masuk ke dalam kelas dan yang paling menyebalkan adalah dia juga ikut ke dalam kelasku!

"Hei!"

"Cie, pasangan baru!!!" Sorakan teman-temanku— yang dipimpin oleh Manaka tentunya— memenuhi satu kelas yang sudah ramai oleh penghuninya.

"Eh— belum kok, Akanen masih belum menerima cintaku. Hahahaha.. ya kan?"

Untuk apa dia menoleh padaku dengan mata berbinar seperti itu, sih? Aku benar-benar tidak habis pikir dimana otaknya sekarang ini atau apa dosa yang telah ku perbuat pada ibuku?

"Lebih baik kamu kembali ke kelas!"

"Baik, sersan!" Dia tersenyum sangat lebar dan kembali ke kelasnya dengan melambaikan tangannya padaku seperti anak TK yang akan berpisah dengan orangtuanya.

"Dia bahkan memanggilmu sersan loh!" Ucap Manaka dengan tawa mengejek.

"Diam kamu!"

"Aku sampai gak tahu kalian sudah sangat dekat.. sampai dimana hubungan kalian?"

"Shida Manaka!"

Manaka kemudian tertawa dengan lengkingnya dan berhenti mendadak saat Sensei datang ke kelas. Aku menghela nafas. Hariku ini pasti akan menjadi yang terburuk.

***

"Hai!"

Tebak siapa yang menyapaku di daun pintu kelasku? Tentu saja, Sugai Yuuka.

"Mau apa lagi..?"

"Tentu saja mengajakmu makan siang. Kamu lapar tidak?"

Aku mendengus sebal lalu berjalan melalui tubuhnya begitu saja. Tapi bukan Yuuka kalau dia tetap diam di tempat. Dia terus mengikuti aku sampai ke depan bilik kamar mandi.

"Kamu mau ikut aku masuk kesini apa bagaimana si?!" Seruku dengan nada benar-benar kesal. Tapi dia malah membalasnya dengan senyuman.

"Akan ku tunggu di luar."

"Terserah!"

Aku benar-benar tidak percaya di hari pertamaku sudah seperti ini. Aku sengaja membuat waktu semakin lama, sampai bel masuk berbunyi aku baru keluar. Di depan bilik sudah tidak ada siapa-siapa, hanya beberapa anak yang berkaca di cermin.

"Lama sekali, kamu sakit?" Suara itu mengejutkanku. Ku lihat ke arah kananku sudah ada Yuuka dengan dua bungkus roti di tangannya—yang satunya sudah ia makan.

".. kamu belum makan, kan? Nih. Aku berikan. Lain kali kalau sakit langsung ke UKS saja! Ayo, masuk, sudah bel!" Yuuka menepuk pundakku dan berjalan menuju kelasnya bersamaku.

Ini orang gila?
Dia makan apa di rumahnya?!

"Dimana kamu tadi? Di kantin kok tidak ada!" Tanya Manaka saat aku sudah sampai di kelas. Dia duduk di depanku jadi mudah untuk berbicara denganku.

"Toilet."

"Selama itu?"

"Aku menghindari Yuuka tahu tapi dia benar-benar kekeuh menungguku disana!"

Manaka tertawa, tawa lengkingannya membuat telingaku sedikit ngilu.

"Sungguh? Segila itu?"

"Aku rasa dia makan batu di rumahnya." Ucapku asal karena tidak mengerti lagi jalan pikiran Yuuka itu. Seenaknya mempermalukan aku di depan siswi baru, guru-guru, teman-teman, bahkan ayahku sendiri.

Tapi,

"Manaka."

"Hm?"

"Ambil nih, untukmu!"

"Ap— wut? Aku dapat roti! Tahu saja aku belum kenyang tadi, hahaha!"

Aku membuang pandanganku, tidak peduli.

.
.
.

TBC

30-Days.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang