Hari ini, kami belajar di rumah. Ada rapat guru yang memaksa kami harus mengerjakan tumpukan tugas yang besok harus segera di kumpulkan.
Aku mengerang, merasa kesal karena tugasku belum juga selesai-selesai. Shiho sampai bergidik ngeri melihatku.
"Woi, kenapa begitu? Bikin kaget saja!"
"TUGASNYA BANYAK SEKALI, AKU KAN INGIN JALAN-JALAN!!!"
"Buat apa jalan-jalan kalau gak ada yang ngajak? Toh, Yuuka-neechan sudah tak lagi nempel denganmu tuh."
Aku mencubit perut Shiho hingga dia mengaduh. "ADUH, KAKAK! SAKIT!"
"Kau ini berani macam-macam!"
"Akh, sakit bodoh! Ih, kesal!"
Walaupun kami sudah bertemu kemarin, tetap saja rasanya kurang. Aku tahu dia menjaga jarak karena sudah diperingati kakeknya. Aku juga tahu dia akan berusaha menunda kepindahannya. Tapi aku tetap cemas, aku tetap takut.
Apalagi saat istirahat, kami kembali berpura-pura tak saling kenal. Dia masih bersama Habu, berdua, walau kelihatan dia tak nyaman.
Aku menidurkan kepalaku ke ujung kasur, menatap langit-langit kamarku, lalu mengigit bibirku sendiri. Rasanya menyakitkan terjebak dalam perasaan seperti ini. Aku menutup mata, berusaha tak termakan dalam jebakan hati kali ini.
***
Yuuka benar-benar kesal sekarang. Dia tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan sang kakek. Walaupun sang ayah berkata akan berusaha membatalkan kepindahannya tapi apa yang benar-benat membuatnya sakit hati.
Kamarnya sudah dibereskan! bahkan sebagian baju-bajunya sudah dimasukan ke dalam kardus, siap di kirim ke luar negeri sesuai dengan keinginan sang kakek.
Saat Yuuka tanya. Ini murni permintaan langsung dari sang kakek. Karena tak ada yang berani melawan, mau tak mau mereka mulai membereskannya tanpa izin dari Yuuka.
Yuuka menghela nafasnya. Segera mungkin ia menyuruh pelayannya untuk mengembalikan barang-barangnya ke tempat semula. Sang kakek menang tak terlihat bermain-main sekarang maka begitulah Yuuka.
"Nona, kakek anda datang bersama ayah anda. Mereka menunggu anda di ruang tengah."
Yuuka cuma tersenyum tipis, "katakan pada mereka, aku akan turun lima menit lagi..."
"Baik, nona."
Selama lima menit itu, Yuuka memantapkan mentalnya untuk menentang sang kakek. Mungkin terkesan jahat dan tak tahu diri tapi Yuuka sudah sering diatur bagaikan boneka sesuai dengan keinginan sang kakek. Dia juga manusia, butuh kebebasan untuk berekspresi, dia ingin seperti Akane.
Ya, kalau diingat-ingat. Pertama kali ia jatuh cinta pada Akane adalah saat penerimaan murid baru. Ketika itu Akane terlihat sangat dingin hingga Yuuka saja tak berani mendekatinya.
Tapi, saat dia menjadi anggota tenis dan bertanding di sekolahnya. Gadis itu berbeda. Gadis itu terlihat lebih agresif. Dan sewaktu gadis itu menang, Yuuka terpesona pada senyum lebarnya.
Mungkin semenjak itulah Yuuka begitu menyukai Akane. Ia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Yuuka mendesah, kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tak lagi di masa-masa indah itu.
Dia sudah ada di ruang tengah. Dimana sang kakek menyambutnya dengan dehaman dan perintah untuk duduk. Ayahnya duduk di samping, beda sofa.
"Kakek sudah mengurus semuanya. Kepindahanmu ke Paris dan segala yang kau perlukan sudah hampir siap. Tapi, ku dengar dari ayahmu, kau menolaknya."
"Itu benar.." Yuuka menunduk takut.
"Kenapa? Bukankah kau selalu menurut? Apa karena Moriya Akane itu?"
Yuuka mendongak, "Kenapa kakek membawanya?"
"Karena semenjak kamu mengenal dia kamu jadi lupa siapa dirimu. Kau tahu bahwa dia adalah anak bawahan kakek, kamu berani mendekatinya?"
"Ayah..." Ayahku berusaha menenangkan namun malah membuat kakekku berdecak kesal.
"Diam. Ayah tak bicara padamu, Tsuchi."
"Kau membuatku malu, asal kau tahu, mengungkapkan perasaan seperti orang bodoh di depan semua orang. Kau ingin membuatku serangan jantung apa bagaimana?" Kakekku mendesah, "ku pikir hanyalah lolucon semata tapi aku lihat kau benar-benar serius mendekatinya..!"
"Memangnya kenapa kalau aku dekati dia, kek? Apa ruginya untuk ku dan untuk mu? Dia orang baik!"
"Aku tak sudi kamu bergaul dengan orang yang lebih rendah darimu!"
"Semua orang dimata kakek selalu dianggap rendahan!"
"Y-yuuka.." ayah mencoba menenanganku. "Sudahlah, yah. Jangan dibahas lagi. Dia sudah bukan anak kecil, dia sudah dewasa! Biarkan dia memilih apa yang menjadi kemauannya!"
"Dan berakhir menjadi sepertimu, Tsuchi? Bahkan dirimu saja tak becus menjaga anakmu semata wayang ini, lihat dia! Pembangkang!"
"KAKEK JAHAT!" Teriak Yuuka hingga membuat pelayan-pelayan di sekitaran sana terkejut. Nona muda mereka tak pernah berteriak sekeras itu!
"Kau sudah berani meneriaku?! Tidak kah kau sadar siapa yang merawatmu saat tak ada ayahmu!"
"Aku bahkan tak ingat kapan kau datang dan merawatku!"
"Yuuka, duduk.. tenangkan dirimu.."
Yuuka benar-benar tak peduli pada omongan sang ayah. Dia menangis. Kakek Yuuka langsung berdiri dan menunjuk cucuk satu-satunya itu dengan kesal.
"Kepindahanmu ke paris dalam dua minggu, suka tidak suka, kau pergi kesana!"
"Ayah!"
Sang kakek kemudian keluar dari ruang tengah, meninggalkan Yuuka yang menangis dan sang ayah yang berusaha menenangkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
30-Days.
Fanfiction"Jadilah kekasihku, Moriya Akane." ucapnya di depan semua guru dan murid di glosarium. Membuat semua mata tertuju padaku.