Aku menarik nafas panjang saat melewati Yuuka dan Habu yang berada di koridor dekat kelasku. Semenjak Yuuka menjauhiku, Habu jadi lebih sering terlihat di koridor kelas dua, padahal dia ini kelas tiga.
Aku merasakan hal yang tidak sewajarnya aku rasakan, cemburu. Ya, aku cemburu, kali ini aku ungkapkan terus terang pada diriku sendiri bahwa aku kesal melihat kedekatan mereka berdua.
Aku tahu Habu menyukai Yuuka, aku tahu bahwa mereka lebih lama saling mengenal, dan aku juga tahu bahwa mereka adalah seorang sahabat tapi apakah aku salah kalau aku cemburu melihat itu?
Sudah beberapa hari aku dekat dengan Yuuka—yang awalnya aku risih menjadi nyaman tapi kenyamanan itu malah membuatku ragu. Aku menyesal kenapa aku menerima eksetensi Yuuka di awal?
Harusnya aku marah saat dia rela mempermalukan dirinya sendiri di depan semua orang atau menjauhinya tiap kali ia berusaha berbicara padaku. Sekarang semuanya terasa menyakitkan, aku bahkan tak tahu harus berkata apa lagi.
Nafasku sesak, begitu sesak saat menyadari bahwa Yuuka tak lagi mencariku, dia tidak ada saat aku sedang latihan tenis, atau menungguku sepulang sekolah.
"Kak, apa kau baik-baik saja?"
"Hah?" Aku menoleh pada Shiho yang berjalan disampingku.
"Kamu terlihat cukup lelah, apa ini ada hubungannya dengan Yuuka?"
Aku diam tak menjawab namun aku yakin Shiho mengerti dari tatapanku ini, buktinya dia langsung mengangguk dan fokus berjalan. Aku tak mengerti kenapa aku begitu sensitif berbicara soal Yuuka. Sampai kami tiba di rumah. Aku masih betah terdiam.
Kami makan malam bersama dan untuk pertama kali suasana makan malam itu tidak sehangat yang dulu bagiku. Pikiranku melayang kemana-mana.
"Ayah dengar ketua yayasan akan memindahkan Yuuka ke luar negeri,"
Ku hentikan aktifitas makanku dan langsung menoleh pada ayah, "apa?"
"Dia akan dipindahkan. Apa kamu tak tahu?"
Aku menggeleng. Ayah cuma menindik bahu dan melanjutkan makannya, "ayah pikir kamu tahu karena kamu dekat dengannya."
"K-kemana?"
"Tidak tahu. Tapi kakeknya sudah meminta untuk mengurus berkasnya."
"Sejak?"
"Baru hari ini," jawab ayah santai. Tiba-tiba nafsu makanku hilang. Yuuka akan pindah? Aku tidak tahu harus merespon apa. Aku menyelesaikan makanku terlebih dahulu dan masuk ke kamar.
Ku raih ponselku dan tidak ada satupun notifikasi dari Yuuka semenjak kemarin. Kemana dia? Apa dia benar-benar ingin menjauhiku?
***
Yuuka menatap layar ponselnya yang sudah penuh dengan ketikan-ketikan untukku namun tak jadi ia kirim, ia hapus semua ketikan itu dan mendesah kuat.
Pintu kamarnya di ketuk, seorang pelayan memunculkan kepalanya sebagian. "Nona, anda dicari oleh tuan besar."
"Baik, aku segera kesana." Dengan langkah berat, dia melangkah menuju sebuah ruangan yang merupakan tempat kerja ayahnya. Dia menghela nafas, mempersiapkan mental agar bisa bertemu dengan ayahnya yang lama tinggal di luar negeri.
"Ayah, mencariku?"
"Hei, nak. Duduklah."
Yuuka melihat pria itu masih sibuk dengan layar PC-nya. Sudah tiga hari semenjak ke pulangan sang ayah namun Yuuka masih saja canggung. Terakhir ia bertemu dengan sang ayah selepas kelulusan SMP.
"Ada apa, yah?"
"Um. Ayah tidak ingin basa-basi padamu, Yuuka. Jadi ayah akan langsung mulai, ini soal dirimu dan juga Moriya-san."
Yuuka menelan ludahnya, ia menunduk takut. Jantungnya berdebar tak karuan sekarang, bahkan ia rasakan telapak tangannya mulai berkeringat.
"Apa benar kau dan Moriya-san berpacaran?" Yuuka mendongak menatap sang ayah.
"Belum."
"Tapi, bibi disini berkata bahwa kamu sempat menginap bersamanya di Hotel ayah.."
"Itu ... Benar.." Yuuka menunduk lagi, takut. Kemudian ia merasakan kepalanya diusap oleh tangan sang ayah.
"Aku senang kamu menemukan orang yang cocok untukmu, nak."
"A-ayah tidak marah?"
"Marah? Untuk apa?"
"Karena.. aku..."
"Kalau kamu mau bilang ayah marah hanya karena kamu sudah berani mengungkapkan perasaanmu pada Moriya-san depan semua orang.. haha, kau salah, nak. Ayah sangat bangga. Kamu mengingatkan ayah pada saat berusaha mengejar ibumu mati-matian!"
Tanpa sadar air mata membendung di sudut mata Yuuka. Ia pikir ayahnya akan marah; apalagi kemarin ia memintanya untuk pindah bersamanya ke luar negeri.
"Ayah sudah mendengar semuanya. Ayah memintamu pindah karena ayah pikir kamu kesepian.."
"Ayah..."
"Ayah akan berusaha meminta kakek untuk membatalkan kepindahanmu, selama ini, bersenang-senanglah."
Yuuka tersenyum, ia memeluk erat sang ayah sembari menangis.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
30-Days.
Fanfiction"Jadilah kekasihku, Moriya Akane." ucapnya di depan semua guru dan murid di glosarium. Membuat semua mata tertuju padaku.