Jisung tak hentinya memandang Hyunjin yang tengah sibuk mencoba mencongkel pagar sekolahnya.
Sebelumnya, mereka sempat berbicara baik-baik dengan penjaga untuk memasuki kawasan sekolah.
Namun, karena penjaga itu tidak mengijinkan, akhirnya Hyunjin nekat bertindak sebagai pencuri dengan mencongkel pagar belakang.
Sebenarnya, Jisung masih bingung dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia memercayai cerita omong kosong Hyunjin, bahkan sampai menyetujui kakaknya itu untuk mencoba mesin waktu —yang kebetulan menjadi project besar— milik sekolahnya. Tentu saja dengan syarat, Hyunjin tidak boleh mencuri mesin itu.
Krek!
Pintu gerbang pun terbuka, Hyunjin segera menarik lengan Jisung dan membawanya masuk.
"Cepat katakan dimana mesin itu?"
Hyunjin bertanya dengan tak sabaran. Jisung hanya bisa menghela nafas mendengarnya.
"Tentu saja di lab, kau pikir dimana lagi? Di kantin?" sentak Jisung malas.
Hyunjin mendelik "Kenapa kau sewot sekali sih."
Ck.
Jisung berdecak kesal. Kini mereka sudah sampai di depan lab tempat mesin waktu itu berada.Di kunci dengan ketat dan hanya oknum yang ikut serta menciptakan saja yang bisa masuk.
Dan Jisung lah salah satunya.
"Cepat, masukkan kartu pelajarmu," paksa Hyunjin.
Jisung merogoh saku celananya dengan malas, ia tidak menyangka akan mengorbankan dirinya demi kakak anehnya ini.
Barcode dari kartu pelajarnya pasti akan membuat dirinya tertulis dalam daftar kunjungan masuk lab. Malam hari, pukul sepuluh.
Oh bagus, dan apabila ada sesuatu yang terjadi, dia lah yang akan menanggung semua akibatnya.
Jangan lupakan juga cctv yang sudah pasti tersebar di setiap penjuru dan merekam setiap pergerakan mereka.
Jisung sudah pasrah dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
Klek!
Pintu pun terbuka, Hyunjin refleks berdecak kagum saat melihat sebuah benda berukuran 3x3 meter yang sudah dipastikan mesin yang di maksud.
Tidak dapat dipercaya, benda yang bertahun-tahun silam dianggap mustahil kini berada di hadapannya, benar-benar nyata. Bahkan, Hyunjin-lah orang pertama yang akan mengujicobanya.
Tangan Hyunjin mulai bergerak meraih kenop pintu mesin itu. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar, namun pergerakannya itu langsung terhenti saat pergelangan tangannya ditahan oleh Jisung.
Hyunjin mengerjap bingung, ia menatap Jisung yang juga tengah menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Hyung, kau serius?"
Jeda.
"Apa kau yakin? Bisa saja kan, semua yang kau alami-"
Perlahan Jisung melepaskan genggaman tangannya pada Hyunjin.
"-hanya mimpi."
Hyunjin menghela nafas, kemudian menggeleng pelan.
"Aku yakin. Semuanya terlalu mustahil jika dianggap mimpi. Lagipula, aku sudah berjanji akan menemui Yewon. Aku harus kembali padanya." Hyunjin berucap tegas.
Jisung seketika menunduk.
"Lalu bagaimana dengan di sini?"Hyunjin diam tidak merespon.
"Hyung ... kau tidak serius untuk kembali ke sana kan?"
Hyunjin masih terdiam, pegangannya pada kenop pintu mulai terlepas.
"Mesin ini belum diuji coba. Kau bisa saja tidak bisa kembali. Jika kau bisa kembali sekalipun, kau mungkin bisa saja mengubah masa depanmu. Jika tidak lebih baik, maka pasti akan lebih buruk. Kumohon pikirkan sekali lagi."
Hyunjin terdiam cukup lama.
Membuat keheningan melingkupi sekitar kakak-beradik itu.Seketika Hyunjin tersadar, sebesar apapapun keinginannya untuk kembali pada Yewon, disinilah seharusnya ia berada.
Ia memang ingin menemui bahkan terus bersama Yewon, namun semuanya terlalu beresiko, bahkan kehidupannya lah yang menjadi taruhan.
Benar. Disinilah seharusnya ia berada, keluarganya, teman-temannya, bahkan kehidupannya.
Hyunjin menunduk dalam, mencoba memikirkan keputusan apa yang harus diambilnya.
"Aku-"
Jeda, Jisung menatap Hyunjin dengan penuh harap, matanya mulai memanas memikirkan keputusan apa yang akan diambil oleh kakaknya itu.
"-akan tetap di sini."
Hyunjin berucap final. Ia menepuk bahu Jisung sebelum menarik adiknya itu kedalam pelukannya.
Jisung mulai menangis di balik bahu Hyunjin. Ia tidak lagi memperdulikan harga dirinya, yang terpenting adalah ia merasa sangat bersyukur karena kakaknya tidak bertindak gegabah dengan mempertaruhkan hidupannya sendiri.
Jisung tidak pernah sebersyukur ini sebelumnya.
"Maafkan aku. Aku akan tetap di sini."
Karena, disinilah kehidupanku.
Pada akhirnya, Hyunjin sudah memutuskan.
Ia sadar, disinilah seharusnya ia berada, bersama keluarga dan teman-temannya.
Tidak semua janji dapat ditepati, jika waktulah yang sudah bermain.
Yewon dan Hyunjin berada pada masa yang berbeda, semuanya tidak akan berjalan dengan baik jika bukan Tuhan yang menghendakinya.
Dan sepertinya, Tuhan sedang tidak berkehendak pada mereka.
Maaf Yewon.
END—191118
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE [✅]
Short Story[Completed] "Every promise, must be kept" Hanya sebuah kisah ringan. Pertemuan antara Hwang Hyunjin dengan Kim Yewon dalam suatu ikatan takdir di mana waktu lah yang mengendalikannya.