Hyunjin terdiam mematung di depan kamar Yewon. Perasaannya berkecamuk tatkala suara tangisan terdengar samar-samar di telinganya.
Muncul keinginan di dalam hatinya untuk menampakkan diri dihadapan Yewon, namun di sisi lain, perasaan takut pun muncul bersamaan dengan keinginan itu.
Ia hanya merasa belum siap dengan reaksi Yewon nantinya.
Bagaimana jika Yewon membencinya? Hyunjin sudah terlalu banyak berbohong pada gadis itu.
Aku harus bagaimana?
***
Tangisan itu berlangsung cukup lama, dan Hyunjin tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya, ia tak memperdulikan kakinya yang mulai kebas dan perutnya yang bergejolak karena lapar. Yang ia pedulikan sekarang adalah Yewon. Ia sangat khawatir karena gadis itu tak kunjung menghentikan tangisnya.
Selang beberapa menit, keadaan mendadak senyap, tidak terdengar lagi suara tangisan di dalam kamar Yewon.
Hyunjin mengerjap pelan, mulai berjalan semakin mendekat kearah pintu, memastikan bahwa memang sudah tidak ada lagi suara dari dalam.
"Kurasa dia sudah tidur."
Hyunjin bergumam pelan, sebelum tangannya memutar kenop pintu kamar Yewon dengan sangat hati-hati.
Hyunjin berjalan masuk setelah memastikan bahwa Yewon sudah tertidur. Pria itu duduk di sisi ranjang, tersenyum samar sembari mengusap sisa air mata yang masih menganak sungai di pipi Yewon.
"Maaf-"
"Maaf karena membuatmu menangis. Ini semua salahku, tidak seharusnya seperti ini. Aku- ah!"
Hyunjin mengusap wajahnya kasar, perasaannya kalut, ia bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
Dan kini, hatinya terasa sesak melihat mata indah gadis tersayangnya membengkak karena terlalu banyak menangis.
Tangannya bergerak dengan perlahan, mengelus mata Yewon hingga beralih pada rambut hitamnya yang basah oleh keringat.
"Maaf karena aku hanyalah seorang pengecut."
***
Yewon terbangun dari tidurnya saat cahaya matahari menembus jendela kamarnya yang tidak tertutup tirai.
Matanya terasa berat dan itu karena dirinya yang terlalu banyak menangis kemarin malam.
Sebenarnya Yewon pun tidak mengerti mengapa dirinya bisa terbawa suasana seperti itu. Bertahun-tahun tidak memiliki teman, mengapa baru sekarang ia menginginkannya?
Setelah mengumpulkan kesadarannya, Yewon berniat bangun dari posisinya, namun niat itu terurungkan saat ia merasakan sesuatu yang berat menimpa perutnya.
Dengan wajah bingung, Yewon menyibak selimutnya, dan sedetik kemudian berteriak kaget saat melihat seorang pria tengah tertidur sembari meringkuk dengan tangan memeluk tubuhnya erat.
Pria itu —Hyunjin refleks terbangun saat mendengar teriakan Yewon. Tubuhnya bergerak cepat untuk mengubah posisinya menjadi duduk, untuk beberapa saat ia masih bingung dengan keadaan, namun saat sadar apa yang tengah terjadi, pria itu langsung saja mengutuk dirinya sendiri.
"Hyu- Hyunjin?"
Lirihan Yewon menyadarkan atensi Hyunjin, pria itu menatap Yewon dengan perasaan campur aduk.
Hatinya mencelos seketika saat melihat air mata jatuh dari kedua mata gadis itu.
Yewon terlalu terkejut. Bagaimana mungkin sosok robot di dalam monitor kini ada di hadapannya?
Bukankah ini seperti mimpi?
"Yewon. Jangan menangis."
Hyunjin mengulurkan tangannya hendak meraih wajah Yewon, namun gadis itu segera bergerak menjauh. Merapatkan dirinya pada ujung kasur .
Sekali lagi, hati Hyunjin mencelos.
Apa- Yewon membencinya?
"Maaf-"
"Maaf karena aku sudah membohongimu. Aku- berpura-pura menjadi robot di dalam program buatan ayahmu. Maafkan aku Yewon."
Hyunjin menunduk, merasa bersalah sekaligus takut akan reaksi Yewon.
"Aku hanya tidak ingin kau kesepian, dan- aku hanya ingin melihatmu."
Hening.
Hyunjin semakin menundukkan kepalanya, Yewon pasti membencinya.
"Mengenai keberadaanku di sini, aku sendiri tidak tahu, ku ceritakan bagaimana pun juga kau pasti tidak akan mengerti, tapi aku mohon, jangan mengusirku."
Perlahan-lahan Hyunjin mengangkat kepalanya, menatap Yewon yang masih menitikkan air mata dengan seksama. "Dan yang terpenting, jangan membenciku."
Grep!
Dan tiba-tiba saja Yewon memeluk tubuh Hyunjin erat. Menangis tersedu-sedu di balik bahu pria itu.
Hyunjin mematung, bingung sekaligus senang di saat yang bersamaan.
Bukankah ini artinya Yewon tidak membencinya?
"K- kau tidak membenciku?"
Hyunjin bertanya pelan, tangannya bergerak perlahan untuk membalas pelukan gadis itu.
"Tidak." Yewon menggelang pelan di dalam pelukan Hyunjin.
Hyunjin tersenyum tipis, merasa lega dengan jawaban Yewon.
"Lalu, kenapa kau menangis dan menghindariku?"
"Aku hanya takut kalau aku sedang bermimpi, aku juga takut kalau kau hanya khayalanku saja."
"Maafkan aku karena membuatmu berfikir seperti itu. Aku sudah berbohong padamu."
Sekali lagi Hyunjin merasa bersalah dengan tindakannya, tanpa tahu Yewon tengah tersenyum kecil dalam pelukannya.
"Untuk apa kau minta maaf? saat tahu kau nyata pun aku sudah sangat bahagia, seolah-olah Tuhan langsung mengabulkan doaku. Aku senang, Hyunjin. Jika pun ini mimpi. Aku tidak ingin bangun. Aku tidak akan mempertanyakan kenapa kau ada di sini. Karena dengan kehadiranmu saja aku sudah sangat bersyukur."
Hyunjin tersentuh mendengarnya, ia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Yewon. Senyum lebar tak luntur sedikit pun dari bibir tebalnya.
Hyunjin rasa, inilah awal dari segalanya. Ia sangat bersyukur dengan apa yang telah terjadi padanya dan juga Yewon.
"Kau tenang saja, aku akan selalu di sisimu, menemanimu saat kau kesepian. Aku berjanji."
07/11/18
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE [✅]
القصة القصيرة[Completed] "Every promise, must be kept" Hanya sebuah kisah ringan. Pertemuan antara Hwang Hyunjin dengan Kim Yewon dalam suatu ikatan takdir di mana waktu lah yang mengendalikannya.