Hari sudah petang saat Hyunjin membawa Yewon untuk kembali kerumah, mereka terlihat canggung setelah kejadian tidak terduga di danau beberapa saat yang lalu.
Hyunjin pun cukup terkejut dengan tindakannya. Semuanya benar-benar di luar kendali. Hyunjin mulai merasa jika ia sudah gila.
Ugh. Sebenarnya dia memang sudah gila semenjak bertemu dengan Yewon.
"Kau mau sesuatu?"
Hyunjin menghentikan langkahnya saat melewati supermarket, Yewon mengangguk pelan kemudian memandang Hyunjin dengan gugup.
"Aku mau banana milk," ucapnya pelan.
Hyunjin mengangguk, ia menepikan kursi roda Yewon di depan teras supermarket kemudian beralih berjongkok di hadapan gadis itu.
"Kau tunggu disini okay?"
Yewon mengangguk patuh dengan senyum kecil pada bibir tipisnya.
Hyunjin ikut tersenyum, mengusak rambut Yewon sebelum berjalan masuk kedalam supermarket.
Tak perlu waktu lama untuknya memilih beberapa kotak banana milk juga beberapa soda untuk dirinya sendiri, ia segera memberikan beberapa lembar uang kepada kasir.
"Terimakasih sudah berbelanja di sini."
Kasir itu tersenyum ramah sembari memberikan belanjaan beserta srtuknya pada Hyunjin.
Hyunjin menerimanya kemudian tersenyum singkat, kakinya melangkah menuju pintu keluar sembari membaca struk belanjaan pada genggamannya.
Namun-
Sesuatu yang tertulis di dalam struk itu membuat langkahnya terhenti.
Dahinya mengerinyit bingung.
20xx?
Bukankah ....
"TIDAK! TIDAK! HYUNJIN!"
Hyunjin tersentak dari lamunannya saat sebuah suara tak asing berteriak memanggil namanya.
Pria itu langsung mengalihkan pandangannya ke asal suara, dan ia dibuat terkejut saat melihat Yewon tengah diseret oleh beberapa orang pria berbadan besar yang tidak dikenal.
Tentu saja Yewon tidak bisa melakukan apapun saat mereka mulai membawa kursi roda beserta dirinya.
Dengan perasaan cemas, Hyunjin segera berlari, menghampiri Yewon dan mendorong salah satu dari mereka.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?"
Dengan nafas terengah, Hyunjin terus berusaha membuat beberapa pria itu tidak mendekati Yewon, terus mendorong mereka tanpa memperdulikan belanjaannya yang jatuh berceceran.
Setelah Yewon terbebas dari pria-pria itu, Hyunjin langsung mengambil alih kursi roda Yewon dan membawanya kebelakang tubuhnya.
"Tenanglah anak muda, kami hanya menjalankan perintah dari atasan kami." salah satu dari mereka angkat bicara.
Hyunjin hendak membuka mulutnya, saat orang itu kembali berbicara.
"Kami harus membawa Kim Yewon ke rumah sakit untuk pengobatan lanjutan."
Dan setelah itu, Yewon maupun Hyunjin total terdiam. Cukup terkejut sekaligus bingung dengan ucapan pria itu. Lagipula, siapa mereka? Apa urusannya dengan Yewon?
"Ini sebagai permintaan terakhir dari ayah Yewon."
Deg!
Sepersekian detik setelah ucapan itu selesai, jantung Yewon seolah berhenti berdetak. Tubuhnya membeku dan matanya mulai memanas. Apa maksudnya permintaan terakhir?
"A- ayah? Apa yg terjadi padanya?"
Yewon sudah tak sanggup membendung air matanya lagi. Ia mulai menangis dengan perasaan yang sangat kalut.
"Kau tahu 'kan Yewon? ayahmu adalah buronan pemerintah sejak dulu. dengan alibi tertarik pada proyeknya kami menangkap ayahmu itu untuk di penjara karena aktivitas ilegalnya. Ia terlalu bodoh karena menyanggupi undangan kami, mengira masalahnya sudah selesai setelah bertahun-tahun silam. Padahal tidak, buronan tetaplah buronan."
Pria itu menjeda ucapannya sejenak.
"Tapi, ia meminta langsung kepada atasan kami untuk membawamu ke rumah sakit dan melakukan pengobatan. Lagipula tidak ada yang akan mengurusmu di rumah setelah ini dan kami pun tidak bisa menolak. Kau berhak mendapatkan pengobatan, terlepas dari status ayahmu, kau tetaplah warga negara yang wajib mendapatkan hak nya."
Dan kemudian air mata Yewon meluruh, ia menangis tersedu-sedu memikirkan bagaimana ayahnya yang kini di penjara. Ia tidak bisa membayangkan dirinya akan hidup sendirian setelah ini.
Hyunjin sendiri tidak bisa melakukan apapun saat ini. Ia terlalu terkejut saat mendapati fakta bahwa ayah Yewon adalah buronan yang melakukan aktivitas ilegal.
Tapi, ia cukup salut dengan ayah Yewon, pria itu masih memikirkan kesehatan anaknya sampai meminta mereka untuk membawa Yewon ke rumah sakit.
Mendengar Yewon yang masih menangis, Hyunjin membalikkan tubuhnya, menghadap pada Yewon yang masih berada di belakang tubuhnya.
Hyunjin berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Yewon. Tanpa berkata apapun, pria itu langsung merengkuh tubuh mungil Yewon ke dalam dekapannya.
"Ayah, hiks- Hyunjin, apa yang harus ku lakukan? Hiks-"
Hyunjin menepuk pelan punggung Yewon. Jujur saja, ia tidak tahu harus berbuat seperti apa.
Hyunjin memang tidak ingin Yewon pergi dari sisinya. Apalagi mengingat jika ini adalah pertemuan mereka yang pertama.
Tapi, disisi lain ia akan menjadi orang paling bodoh jika menghalangi Yewon untuk mendapatkan pengobatan.
"Pergilah Yewon." Hyunjin tersenyum sendu sebelum melanjutkan ucapannya "Ini keinginan ayahmu."
"Ba- bagaimana denganmu? Hiks-" Yewon mengeratkan pelukannya pada Hyunjin, jujur saja, ia tidak ingin berpisah dengan pria bermata sipit itu.
"Tidak apa, lagipula-"
"Tidak!"
Tiba-tiba saja Yewon melepaskan pelukannya, menatap Hyunjin dengan wajah yang sudah basah oleh air mata.
"Bukan bagaimana denganmu, tapi-"
Yewon menundukkan kepalanya, ia meneguk ludahnya dengan kasar, berusaha memberanikan dirinya.
"Bagaimana denganku? Aku tidak ingin berpisah denganmu."
Hyunjin terpaku. Perasaan hangat langsung menyeruak di dalam dadanya, tapi, bagaimanapun juga ia tetap tidak boleh egois 'kan?
"Pergilah Yewon, ayahmu ingin yang terbaik untukmu. Lagipula kita tidak akan berpisah, aku berjanji akan menemuimu nanti."
"Aku berjanji, dan aku tidak akan pernah mengingkarinya."
17/11/18
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE [✅]
Short Story[Completed] "Every promise, must be kept" Hanya sebuah kisah ringan. Pertemuan antara Hwang Hyunjin dengan Kim Yewon dalam suatu ikatan takdir di mana waktu lah yang mengendalikannya.