17 years later...
16 November 20xy
Setelah menghabiskan 22 tahun hidupnya tinggal bersama kedua orang tuanya, akhirnya Hyunjin memutuskan untuk tinggal sendiri.
Membeli sebuah rumah sederhana di pinggiran kota dengan harga yang cukup terjangkau.
Katanya, rumah itu sudah tidak dihuni selama belasan tahun semenjak penghuninya meninggal, tapi bahkan Hyunjin tidak peduli.
Hantu, semacamnya, ia tidak takut, atau bahkan tidak percaya.
Bagaimana mungkin takhayul semacam itu masih berlaku dizaman se-modern ini?
"Apa yang harus kulakukan?"
Hyunjin tengah berbaring saat ini, jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Matanya sudah terasa berat, tapi bahkan ia tidak bisa memejamkannya sama sekali, kepalanya terasa penuh dengan pertanyaan 'apa yg akan dilakukannya setelah ini?'
Awalnya, ia pikir semuanya akan terasa lebih mudah setelah lulus, tapi pada akhirnya, realita memang tidak pernah seindah ekspetasi.
Semuanya malah terasa lebih rumit.
Pekerjaan semakin sulit seiring berkembangnya zaman. Pekerjaan kecil seperti menjadi pelayan kafe atau semacamnya sudah sepenuhnya diambil alih oleh robot, para pemilik kafe tidak memperkerjakan manusia karena menganggap robot lebih hemat daripada manusia.
Tentu saja karena robot tidak perlu digaji.
Satu-satunya pekerjaan yang menjanjikan hanyalah menjadi seorang ilmuan, menciptakan robot yang dapat berguna bagi kehidupan manusia.
Sayangnya Hyunjin sama sekali tidak memasuki kriteria untuk menjadi seorang ilmuan. Bahkan, jurusan yang diampunya di universitas pun tidak mampu mendukungnya.
Seringkali ia mencoba menciptakan sesuatu, tapi hasilnya selalu gagal, bahkan untuk ukuran AI sejenis chatbot. Keadaan ini berbanding terbalik dengan adiknya —Jisung, yang sangat mahir dalam teknologi.
Drrrrrt!
Suara getaran membuyarkan lamunan Hyunjin, pria itu segera meraih benda persegi panjang yang entah sejak kapan sudah berada di ujung ranjang dan hampir terjatuh ke lantai.
Layarnya yang berkedip memunculkan nama Hwang Jisung beserta foto aib nya yang sengaja Hyunjin pasang.
Hyunjin terkekeh, baru saja namanya disebut sekali, dan adiknya itu sudah menghubunginya.
Tanpa berlama-lama, Hyunjin segera mengangkat panggilan itu.
"Ada apa?" tanya Hyunjin begitu saja, tanpa sapaan atau pun basa-basi.
"Aku baru saja akan mengatakan halo."
Jisung terdengar merajuk diseberang sana, membuat Hyunjin refleks mendengus geli.
"Mau apa kau meneleponku malam-malam begini? Kau tidak tidur? Cepatlah tidur anak kecil!" semprot Hyunjin galak.
Ia baru menyadari jika malam telah larut. Nyaris pukul dua belas, dan tidak sepantasnya anak kecil seperti Jisung masih belum pergi ke alam mimpi.
"Aku bukan anak kecil!" elak Jisung.
"Yasudah. Ada perlu apa?"
"Oh iya!" Jisung memekik antusias sebelum melanjutkan ucapannya.
"Bagaimana disana hyung? Kudengar rumahnya angker. Apa jangan-jangan kau sudah bertemu dengan penunggunya?" Jisung terkekeh geli.
Hyunjin langsung memutar bola matanya malas sesaat setelah ucapan itu terlontar.
"Jangan percaya dengan hal semacam itu! Kau terlalu banyak menonton film horor. Lain kali aku akan membakar koleksi filmmu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE [✅]
Short Story[Completed] "Every promise, must be kept" Hanya sebuah kisah ringan. Pertemuan antara Hwang Hyunjin dengan Kim Yewon dalam suatu ikatan takdir di mana waktu lah yang mengendalikannya.