Part 13

3.3K 286 11
                                    

Srakkk

Tirai itu dibuka dengan paksanya. Membuat seseorang yang masih berbaring di atas tempat tidur sana sedikit terganggu ketika cahaya matahari membangunkannya.

Secara perlahan, ia mulai membuka kedua matanya. Mulai beranjak dari berbaringnya dan sedikit merenggangkan tubuhnya yang baru saja bangun dari terlelapnya. Mengisyaratkan jika dirinya tidur dengan lelapnya semalam.

Pandangannya beralih pada seseorang yang memaksanya terbangun dari tidurnya. Berdiri dengan kedua tangan terlipat dan raut wajah yang tak bersahabat. Oh, wajah itu. Wajah yang begitu ia benci dulu. Tapi mengapa ia begitu menyukainya sekarang?

"Apa begitu sapaan pagimu terhadapku?"

Tak ada jawaban apapun yang keluar dari gadis itu. Masih menampakkan raut wajah yang tak bersahabat pada pria yang ia anggap bajingan itu.

"Cepat bereskan dirimu dan keluar dari sini."

Sebuah tawa pelan pria itu berikan. Semakin membuat emosi dalam diri gadis itu naik. Ia beranjak. Mengumpulkan seluruh pakaian milik pria itu yang tercecer di lantai kamarnya sebelum akhirnya mendekat dan melemparnya asal pada pria itu.

"Cepat pergi. Sebelum aku membunuhmu."

Gadis itu sudah akan beranjak. Tidak sampai sebuah tangan menahannya. Menariknya dengan cepat dan membuatnya memekik karena tubuhnya kini sudah jatuh dengan mulusnya di atas tempat tidur miliknya sendiri.

"Kau masih saja mencoba untuk mengelak? Tidakkah kau tahu bahwa kau sangat menyukaiku?"

Kedua mata kucing milik gadis itu membulat. Tak mempercayai apa yang baru saja di dengarnya. Kini kembali terkejut ketika tubuhnya semakin ditarik mendekat oleh pria itu.

"Lepaskan aku. Apa yang kau lakukan?"

Masih berusaha untuk memberontak. Bahkan gadis itu tak segan memukul tubuh kekar yang mendekapnya agar setidaknya menjauh darinya saat ini.

"Menikahlah denganku."

Gerakan tangannya terhenti. Bersamaan dengan tatapan keduanya yang bertemu. Dengan lembutnya, tangan besar milik pria itu menyentuh pipi chubby milik gadis itu. Tatapannya begitu memuja menatap pada gadis itu.

Mengapa Jungkook baru mengetahui bagaimana Tuhan menciptakan Jennie begitu sempurna? Lihatlah kedua mata kucing nan tajam milik gadis itu. Lalu kedua pipi chubby-nya yang begitu ia sukai. Dan semakin turun pada bibir ranum yang menggodanya itu. Jika sifat cerewet dan banyak bicara dalam diri Jennie menghilang, mungkin Jungkook akan berpikir dua kali untuk menyukai gadis itu.

PLAK

Suara tamparan itu hanya bisa membuat Jungkook terdiam. Senyum pria itu terbentuk dengan dirinya kini menyentuh pada wajahnya yang baru saja menjadi tempat pendaratan yang mulus bagi telapak tangan Jennie.

Sementara Jennie mengambil kesempatan itu untuk beranjak dari sana. Masih terlihat emosi gadis itu setelah ia menampar Jungkook dengan kerasnya.

"Kau gila. Bahkan aku tak tahu apa yang ada di dalam otak gilamu itu."

Jungkook masih bersikap tenang. Kini mengalihkan kembali pandangannya pada Jennie disana.

"Wae? Kau tak ingin menikah denganku? Apa karena Min Yoongi? Atau Lalisa?"

Jennie semakin tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut bajingan gila itu. Mungkin saja tamparannya tadi pada Jungkook belum bisa mengembalikan otak normal pria itu.

"Dengar. Aku tak akan pernah mau untuk menikah denganmu. Bukan karena Yoongi Oppa atau Lisa. Jadi lebih baik jika kau cepat-cepat pergi dari sini sebelum aku kembali menamparmu."

"Tuhan, ap kau tahu? Kau terlihat lebih cantik dan terlihat lebih seksi ketika kau sedang marah."

"Kau gila, Jungkook. Kau benar-benar gila."

"Ya. Dan itu karena dirimu. Kau yang membuat diriku seperti ini."

Jennie terdiam. Masih mencerna ucapan Jungkook. Sementara Jungkook mengambil kesempatan itu untuk mulai bangkit dari atas tempat tidur. Menyibakkan selimutnya dimana Jennie dengan cepat pula membalikkan dirinya ketika mengetahui jika pria itu tak mengenakan apapun di balik selimut itu.

"Tidak perlu begitu. Kau sudah melihat semuanya, bukan?"

Jennie tak terlalu menanggapinya. Sedikit terkejut ketika ia bisa merasakan sebuah tangan menyibakkan rambutnya. Dan semakin terkejut ketika sebuah bibir baru saja menyentuh tengkuknya.

"Ingat. Aku masih menunggu jawabanmu."

Dan dengan bisikan itu, Jungkook berlalu begitu saja. Meninggalkan Jennie disana yang masih terdiam dan bahkan mencerna semua apa yang dilakukan Jungkook padanya akhir-akhir ini.

Dan mendengar pintu yang tertutup itu, membuat Jennie jatuh terduduk pada lantai kamarnya.

Ia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini. Apalagi, perubahan Jungkook yang seolah tengah mencoba untuk mendapatkan hatinya. Bahkan dengan gilanya pria itu menginginkan dirinya untuk menikah dengan pria itu.

Jennie seharusnya menolak semuanya, kan? Tapi apa yang ia lakukan malam itu? Ia terlihat begitu pasrah dan mengikuti keinginan pria itu. Lalu pagi ini. Ketika Jungkook dengan lembutnya menyibakkan rambutnya lalu mendaratkan sebuah ciuman yang singkat pada tengkuknya.

Anggap Jennie gila atau seseorang yang menjilat ludahnya sendiri. Tapi bahkan semua sentuhan bahkan kecupan-kecupan yang pria itu berikan padanya malam itu dan tadi masih bisa ia rasakan.

Jennie benar-benar akan gila setelah ini.

.

.

Langkah pria itu begitu sangat ringan. Bahkan senyumannya masih nampak pada wajah tampannya. Terkadang menyapa seseorang yang ia kenal atau membalas sapaan orang-orang yang menyapanya.

Ting

Pintu lift itu terbuka. Sedang kedua pasang mata itu bertemu. Terlihat tak saling bersahabat karena senyum yang nampak di wajah pria itu menghilang begitu saja ketika menatap pada pria yang berada di dalam lift itu.

Jungkook memilih untuk melangkah masuk ke dalam lift. Sementara Yoongi kini sedikit memberikan ruang bagi pria itu.

Ketika pintu lift itu tertutup, tak ada siapapun dari keduanya yang mulai berbicara. Aneh memang. Mengingat keduanya adalah dua orang yang cukup dekat bahkan sudah seperti sepasang kakak-adik karena keduanya yang sering berbicara bersama.

"Kau terlihat bahagia tadi. Wae? Ada sesuatu yang terjadi?"

Jungkook kembali tersenyum. Pandangan kedua belum bertemu. Masih saling menatap ke depan.

"Hmm. Apalagi, semalam benar-benar adalah waktu yang paling bahagia menurutku, hyung. Hyung mau aku ceritakan?"

Yoongi menggeleng. "Tidak perlu. Bagus jika kau bahagia. Setidaknya, kau dan Lisa baik-baik saja setelah ini."

Satu alis pria itu terangkat. "Maksud hyung, aku bahagia karena Lisa?" Lalu tertawa pelan setelahnya. Namun Yoongi sama sekali tak terlalu memperdulikannya.

"Apa perlu kuceritakan padamu, hyung? Aku bahagia bukan karena Lisa. Tapi karena Jennie."

Dan mendengar nama itu, perlahan pandangan pria itu beralih pada Jungkook. Yang bahkan tak repot-repot hanya untuk menatapnya. Tapi senyuman pria yang lebih muda darinya itu benar-benar memiliki banyak arti.

Ting

Belum sempat Yoongi akan bertanya, pintu lift dihadapannya telah terbuka. Membuat niatnya yang ingin bertanya terhenti begitu saja dan memilih untuk menekan rasa penasarannya.

Apa maksud dari Jungkook bahagia karena Jennie?


--To Be Continued--

married with my enemy ❌ jenkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang