- Fourth Rain -

1.1K 159 18
                                    

Huft, sekolah.

Aku menyenderkan tubuhku ke loker besi yang berjejer menutupi dinding putih lorong sekolah. Lampu di atas sangat silau, memaksaku untuk menatap apa yang ada di bawahku. Novel fantasi yang tebal yang baru mau kubaca (kutemukan di pojok ruangan saat aku di ruang BK kemarin, Karena masalah nilai), sepatu kets yang sudah berlubang, celana jeans yang agak ketat... ayah tidak memperbolehkanku membeli pakaian lagi, dan terlihat bagian bawah jaket putih ibu yang sudah tidak dikenakan lagi. Retsletingnya kubiarkan terbuka, di sini agak panas. Kaus hitamku yang kebesaran melapisi bagian atas tubuhku.

Aku merasa penampilan ini terlalu jantan untukku. Yah, wajar saja sih. Image-ku sudah hancur bagini. Oh, kau mau tahu kondisiku sekarang? Aku orang pertama yang keluar dari kelas ketika ujian kimia barusan. Aku sudah memperhitungkan, nilaiku di bawah C, mungkin D, minus.

Krek! "Ah... kenapa harus berkarat?!" Blam!

Aku menoleh untuk menatap sumber suara. Seorang murid laki-laki yang... familiar. Ia tengah membuka tutup sebuah loker yang sepertinya miliknya. Rambutnya yang cokelat gelap, kulitnya yang kuning, dan mata kelabu. Tampangnya agak mengerikan. Sepertinya dia bisa marah kapan saja. Kancing-kancing kemeja lengan pendeknya dilepas, terlihat kaus longgar berwarna oranye di baliknya. Ada headset melingkari lehernya. Kenapa tidak ada guru yang mengambilnya?

"Oi, kau butuh bantuan?" tanyanya, entah ke siapa. Aku buka bukuku, berpura-pura sedang membacanya. Ini agak mengerikan.

"Hei, kau tidak mendengarku?" Suara seraknya terdengar sangat keras di telingaku, seperti....

Valt.

"Dengar tidak, sih? Kenapa tadi kau melihatku seperti itu?!" Ia mulai berjalan ke arahku, sial.

"Hei." Ia bersender di loker yang ada di sebelah kananku. Kusembunyikan wajahku dengan buku. Tanganku bergetar saking takutnya. Kenapa dia ada di sini!? Elle bilang, Gash....

Tangan kanan orang itu menarik pelan bukuku, memperlihatkan sedikit bagian wajahku. Ia terdiam menatapku.

"Erlyn?"

"Me-menjauh!" Kudorong tubuhnya dengan tangan kananku. Ia agak tersentak, tetapi pandangan anehnya masih tertuju kepadaku. Ya Tuhan, ada apa ini?! Dengan cepat aku berlari menjauhinya. Kupeluk erat novel tebal yang kubawa. Aku sudah senang dia hilang dari kehidupanku dulu, membiarkanku sendirian tanpa kebohongan-kebohongannya… tetapi kenapa dia harus kembali?

Suara kakiku yang bertemu dengan lantai terdengar dengan jelas. Aku sudah muak dengan rang tuaku dan teman-temanku yang lain. Ah iya, berita baru, mereka menjauhiku karena orang tuaku. Orang tuaku yang mengerikan dan menyebalkan bagi orang tua murid yang lain. Aku baru mengerti, harusnya aku sadar dari dulu. Mereka memang aneh. Dan sekarang ada hal lain yang akan membuatku makin terpuruk.

Aku berlari keluar dari sekolah. Aku tidak mau melihat makhluk itu lagi. Kabur dari sekolah sekali lagi tak mengapa, ‘kan?

Jalan raya lumayan ramai, dan gelap karena awan. Mobil-mobil terus melewatiku. Namun tidak banyak orang yang berjalan di trotoar. Novelku masih kupeluk dengan erat.

Mendadak suara petir terdengar. Aku menghela napasku panjang. Apa hujan akan turun?

Benar saja, sebutir air menyentuh pipiku. Langkah kupercepat. Aku agak menyingkir dari tengah trotoar, berlindung di balik atap-atap kecil toko yang tertempel di dinding.

Petrichor | Versi Revisi [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang