- Pluviophiles -

877 115 14
                                    

Don terlalu sulit untuk ditinggalkan. Ya, aku merasa iba kepadanya, tetapi... ia memintaku untuk menemaninya ke toilet, sarapan, dan memeluknya selama beberapa menit. Lama-lama aku merasa ia terlalu manja.

Dan, awalnya ia sempat memaksaku untuk memeriksa laptop Valt yan dikatakannya mengerikan. Aku menolak. Kalau menurutnya sudah mengerikan, bagaimana denganku? Aku mungkin sudah menangis di tempat....

Aku menolaknya dengan halus, sehalus mungkin. Aku merasa tidak bisa melakukannya. Maksudku, lebih baik salah satu dari teman terdekat atau keluarganya saja yang mengurusi hal-hal itu. Maksudku... aku teman dekat yang ia bully dan mendadak sangat disayangi.

Sesungguhnya itu terdengar agak mencurigakan. Namun sampai sekarang ia bertingkah seakan-akan... ia benar-benar menyayangiku.

Ah ya, sungguh, aku merasa agak segan berada di kamarnya. Rasanya tempat itu tidak sesuai dengan diriku. Apalagi ada seuntai tali putus di pojok ruangannya. Aku langsung meminta Don keluar dan mengunci kamar itu.

Rasanya ada seseorang yang menggenggam hatiku dengan telapak tangannya yang kasar. Aku menekan dada kiriku, tempat di mana jantungku berteriak. Aku berlari di antara kerumunan orang. Matahari sudah tinggi, melayang di sebelah lampu-lampu jalan raya. Napasku memburu di tengah pelarian ini.

Aku membayangkan... bagaimana jika aku terpeleset karena genangan air di depan sana, kemudian kepalaku jatuh ke trotoar panas ini dan mengeluarkan darah. Lalu perlahan aku mati. Ya, itu hal yang bagus. Kenapa peristiwa seperti itu tak pernah terjadi? Yang ada hanya memar dan lubang-lubang yang terbuka kembali (dari jarum Ibu dulu).

Bisakah aku berkata bahwa aku merindukan ibuku? Yah, aku tahu dulu aku sangat membencinya. Mungkin saja diriku dari masa lalu diam-diam akan menangis jika ia mengetahuinya. Namun, tanpanya... dunia ini terasa senggang. Terlalu senggang.

Aku mempercepat langkahku, sekali-kali menendang udara karena kesal. Rasanya tidak menyenangkan. Ini pertama kalinya aku merasakan apa itu kesal yang sesungguhnya. Kugenggam erat keranjang Elle, kemudian mengusap wajahku. Aku bodoh sekali....

Apartemen itu sepi, sepertinya selalu seperti itu. Aku mengetuk pintu apartemen Elle. Dash langsung menyambutku dengan senyum lebarnya. Setelah membuka pintu, ia langsung berlari kecil ke dapur. Terdengar suara dengkuran dari ruang tengah, tempat aku dan Gash kemarin.... Aku langsung menggelengkan kepalaku keras-keras, berusaha untuk membuyarkan ingatan menggelikan itu.

Kuhampiri sofa asal suara dengkuran itu. Elle tertidur di sana. Wajahnya tertutup oleh lengan kirinya. Sepertinya ia sangat lelah. Aku menyenderkan diri ke lengan sofa, melihat tiap senti wanita itu. Aih, kenapa wanita ini tidak menjadi model saja ya... atau diam-diam dia memang model?

"Abaikan saja dia. Dia sangat letih." Dash terkekeh seraya menatap Elle tajam. Ia pun mengangkat wanita pirang itu, membawanya ke kamar. Tak kusangka Dash yang kurus kering itu dapat menggendongnya.

"Hahaha... hahaha...."

Aku meremas kulit lengan sofa itu dengan kuku tangan. Gash tiba-tiba muncul dari pintu kamarnya. Satu hal yang tidak terlalu kusenangi dari kamarnya, pintunya mengarah langsung ke ruangan ini. Ia terlihat seperti orang liar yang mencari mangsa, terlihat dari seringainya yang ganjil.

"Antara itu," ujarnya. Ia tersenyum tipis. "Atau seseorang membiusnya demi kesenangannya sendiri."

Aku mengernyit. "Apa yang terjadi?" tanyaku.

Petrichor | Versi Revisi [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang