"Ini salahmu."
Mendengarnya, Gash tertawa. Tawa yang lelah, bernuansakan kesedihan... dengan sedikit warna keputusasaan.
Ia menghirup udara dingin malam di sekelilingnya. Ditatapnya lampu-lampu kebiruan dari atap gedung, tetapi ia tak kuasa menatap ke bawah.
Di bawah sana, jauh di bawah sana, merupakan gadis impiannya yang kini telah tiada. Memalukan, pemuda itu menggeleng, sungguh memalukan. Sudah satu minggu berlalu, tetapi bayang-bayang kepala gadisnya yang meledak dan tubuh kurusnya terjatuh dan menghantam aspal itu... belum bisa ia lupakan.
"Menurutmu aku salah?" tanyanya, menatap satu mata yang memperhatikan punggungnya sedari tadi. "Beri tahu aku mengapa."
Tom menatapnya dingin, seperti biasa. Gash merupakan kawan lamanya, dan ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya. "Kau melupakan sesuatu," ujarnya datar. Dihampirinya Gash dengan langkah-langkah kecil.
"Aku tidak melupakan apapun," ucap Gash parau.
Tom meringis. "Kau melupakan yang terpenting. Kau lupa bahwa gadis itu manusia, sama sepertimu."
Suara embusan napas berat terdengar dari pemuda berambut kemerahan itu. "Aku membencinya."
Tom memutar bola matanya. "Kau berbohong."
Gash hanya mengembuskan napas berat, lagi.
Kekehan keluar dari mulut Tom. "Kau tahu kita semua menyayanginya."
"Kau menyayanginya seperti adik kembarmu sendiri," cibir pemuda itu. "Aku sangat menyayanginya!"
"Apa karena itu kau memilihnya?" Tom memberikannya tatapan sinis. "Seharusnya kau tidak memilih seseorang seperti itu untuk melakukan hal yang keji...."
Gash mendongak, menatap Tom dengan air mata mebasahi sebelah pipinya. "Apakah aku menangis?"
Tom bergeming. Sudah sekian lamanya pemuda itu menangis. Sebegitu terpukulkah orang itu? Ingin rasanya Tom tertawa puas. "Jadi, kau sudah lelah menggunakannya? Pada akhirnya ia tidak berakhir sukses pula."
"Urusannya kali ini beda." Gash mendecak, menatap langit malam yang berawan. "Entah mengapa. Berbeda."
"Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Tom, pertanyaan yang tidak terbayangkan oleh Gash sama sekali.
"Rasanya aku ingin ikut melompat." Ia tertawa hambar. "Aku… salah?"
"Dia gadis yang memiliki masalah. Lalu kau datang untuk menghiburnya, walau ternyata di baliknya kau menghapus dan pacarnya itu," terang Tom datar, membuat hati Gash makin ciut.
"Aku hanya ingin dia bersamaku," keluh pemuda itu.
"Oh, ya?" Tom melipat kedua tangannya di depan dada. "Seingatku bukan itu yang kau katakan."
Gash mengusap-usap wajahnya, kemudian mengembuskan napas panjang. Ia merasa tidak tenang. Rasa bersalah menyelimutinya, diikuti rasa sedih, dan penyesalan. "Baiklah, kuakui pada awalnya aku ingin ia menjadi mesin pembunuh yang membantuku."
Tom menelengkan kepalanya. "Apakah itu benar atau salah?"
"Aku salah... tidak juga." Ia meringis. "Aku ingin menyalahkan aku yang dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor | Versi Revisi [tamat]
Mystery / ThrillerDi seberang sana ada seorang pemuda. Pemuda buta dengan bekas luka sayatan di telapak tangannya. Ia selalu muncul saat hujan, menikmati dirinya diterpa bulir-bulir air. Aku hanyalah seorang perempuan kecil yang dijauhi oleh semua orang, termasuk kel...