BAB 30

1.3K 264 9
                                    

"Draco! Bisa tolong bawakan ini?"

Mr. Evan muncul dengan dua buah tempat penampungan susu. Draco tak begitu yakin terbuat dari alumunium atau apa. Tapi yang jelas aroma susu segar menyeruak dari dalam sana. Draco sempat membantu sekilas tadi. Sampai tidak sengaja ia menyenggol tempat penampungannya.

Mr. Evan tidak membentaknya memang. Tapi jelas terlihat cukup kesal.

"Yes, Sir!" Draco berlari menghampiri sigap. Kerja fisik bukan hal aneh untuknya. Latihan tim football-nya cukup membuat staminanya terlatih. Tapi kikuk sudah pasti. Ini bukan pekerjaan yang biasa dilakukan seorang bangsawan lagipula.

"Setelah ini kita istirahat makan siang. Kau bawa ini pulang lebih dulu ke rumah." Setelah kalimat instruksi itu, kakek Harry kemudian berlari kecil menuju seorang yang katanya akan membeli telur ayam mereka.

Draco membawa dua tentengan berisi susu segar itu perlahan. Lebih karena kepayahan, bukan sekedar kehati-hatian. Bagaimanapun ia sudah seminggu ini tak latihan fisik. Jadi staminanya bisa dikatakan sedikit kaget dipaksa kerja ala rodi macam begini.

"Oh! Draco? Kalian sudah selesai?"

"Mr. Evan masih mengurus sesuatu dengan distributor telur." Draco menaruh susu segar itu ke dapur. Kemudian kembali ke ruang tamu dimana Mrs. Evan terlihat sedang asik membongkar beberapa kardus tua.

"Membereskan arsip?" Draco bertanya iseng. Jarang sekali momen begini terjadi, Sang pewaris Malfoy yang dingin berusaha membuka percakapan hangat di tengah hari.

"Tidak, kemarin Lily sempat bilang ia lupa dimana menyimpan ijazah Highschoolnya. Dia bilang mungkin tertinggal di sini. Jadi aku membantu mencarikannya."

Tapi tumpukan album-album tua justru lebih mendominasi barang-barang yang berserakan di atas meja tamu itu. "Ini album pernikahan orang tua Harry?"

Mrs. Evan mengambil album yang Draco tunjuk. "Fotonya tak begitu banyak. Sebagian besar ada di rumah mereka."

Draco mendekat ingin tahu, membuka sembarang album. "Yang ini Myrtle?"

Nenek tua itu menekan kacamata buramnya. "Ya. Dia cantik, kan? Sayangnya matanya sudah bermasalah sejak kecil." Mrs. Evan menunjuk kacamata tebal yang gadis dengan belepotan coklat itu kenakan. Fotonya sudah mulai menguning sisi-sisi putihnya.

Draco bersyukur, Myrtle beriris cokelat gelap.

"Kutinggal sebentar. Aku harus melihat supku." Mrs. Evan beranjak menuju dapur. Draco membuka-buka kembali album. Di album lain, sebuah pesta Halloween. Draco rasanya familiar dengan rumah itu.

Gambar seorang gadis kecil, berkacamata. Mirip Myrtle, tapi Draco yakin itu bukan Myrtle. Ia pernah melihat gadis ini sebelumnya. Emerald mirip milik Harry. Draco tersadar, sebelum Harry ada Emerald lain yang pernah membuatnya terpesona.

"Draco! Bisa kau panggilkan—Ada apa?"

Draco mengambil foto itu dari tempatnya terpajang. Mengecek apakah ada tanggal kapan foto ini diambil. Mrs. Evan mendekat dengan penasaran. Raut wajah Draco terlihat berpikir keras.

"Tanggal ini... Bukankah seharusnya Myrtle sudah meninggal?" Mrs. Evan tersenyum geli memandang foto yang Draco tunjukkan padanya.

"Itu Harry."

"Harry?"

"Lily sempat sangat terpukul. Selama hampir satu tahun ia tidak bisa menerima kematin Myrtle. Memakaikan baju-baju gadis kecilnya pada Harry."

"Tidak ada yang menegurnya?"

Mrs. Evan sedikit terkejut dengan nada sinis Draco. Draco pun tak mengerti kenapa kalimat yang keluar dari mulutnya bernada gusar. Ia tidak suka. Emerald gadis kecil itu mengiang di ingatannya.

Gadis kecil yang tersenyum melihat ibunya tersenyum. Tapi begitu ibunya pergi ia merengut di sudut. Menangis tanpa suara. Draco mendekatinya, lebih tepat menubruk sebenarnya, karena alasan tak menyukai keramaian. Yang ia incar adalah sudut sepi tempat gadis kecil itu berada.

"Harry tidak pernah mengatakan ini padaku."

"Ia tidak pernah mengatakannya pada siapapun." Mrs. Evan merebut foto itu. "Seharusnya kau juga tak perlu tahu. Untuk beberapa alasan itu melukai dirinya sebagai laki-laki. Tapi ia juga tak bisa menolak senyum ibunya yang muncul setiap melihat bayangan Myrtle pada dirinya. Itu saat yang buruk. Harry sangat kuat untuk ukuran anak seusianya. Setahun penuh ibunya hampir tak pernah menyadari keberadaannya."

"Menganggapnya Myrtle?"

"Ya. I guess that was pretty much hard. But Harry is amazing."

Draco terkikik, terdengar lebih mirip meringis. "Sejak kecil ia memang terbiasa sok kuat rupanya." Gumaman itu ditanggapi diam Mrs. Evan.

"Tolong lupakan saja. Harry tidak akan suka jika tahu kau melihatnya."

Draco mengangguk. Setidaknya ia memecahkan sesuatu dari ingatannya yang kabur. Mengenai emerald Harry yang begitu menarik baginya di hari mereka bertemu kembali. Ia mengerti sedikit kini alasannya. Sedikit ia mengerti, menemukan teori yang menyangkal konklusinya kemarin. Jika ia memiliki perasaan spesial untuk remaja berkawat gigi itu, mungkin Draco hanya terkungkung delusi. Mungkin Draco hanya terjebak dengan euforia dari ingatan masa lalunya.

Mungkin.

Lalu kenapa rasanya Draco ingin menangis?

.

.

.

Double up!

ASTRONAUT 🌜 Drarry [⏮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang