BAB 55

1.2K 217 12
                                    

"Lihat siapa yang pulang tanpa mengetuk pintu?"

Lily berdiri di dekat pintu dapur menyambut kedatangan Harry sore itu.

"Jagoan kita baru mencukur rambut?!"

Harry memang muncul dengan cukuran rambut yang lebih pendek dan rapi. Tapi bukan itu yang membuat pemuda bermata emerald itu tersenyum sumringah.

"Padfoot!" Harry menghambur masuk ke ruang keluarga. Membiarkan barang belanjaannya tergeletak di dekat pintu masuk. "Kapan kau sampai?"

"Aha? Dan sepertinya kau juga baru membeli baju baru?" Sirius Black, sahabat James Potter–ayah baptis Harry, berkedip jenaka padanya. "Kudengar kau akan memberikan pidato singkat malam ini?"

"Ya, dan itu membuatnya hampir gila." Lily berkomentar ketika membawakan barang-barang yang Harry tinggalkan barusan. "Jaga barangmu, Harry." Ibunya memperingatkan.

Harry sekali lagi memeluk Sirius. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali pria itu berkunjung. Yah, setidaknya ia lebih sering mengiriminya surat dibanding ayahnya sendiri. "Kenapa tidak bilang akan berkunjung?"

"Aku tidak mau mengganggu jadwal kunjungan dokter gigimu." Lelaki paruh baya itu menunjuk senyum Harry yang tampak berbeda kini. "Lihat gigimu! Kau benar-benar terlihat tampan, sama seperti James."

"Aku lebih tampan." Harry mengucapkan itu sambil memamerkan cengiran.

"Sudah, saling lepas rindunya? Kau harus mandi, Harry."

"Mom!" Pemuda itu memprotes dan mengambil kursi di hadapan Sirius, bersiap mendengarkan cerita apapun yang akan ia dan Sirius perbincangkan.

"Kau ada acara penting, bukan? Ingat ini?" Lily mengeluarkan secarik kertas dari saku apronnya. Sejenak Harry mengira itu salah satu resep pai ibunya. Dan ketika ia melihat dengan lebih cermat, ternyata itu teks pidatonya.

Sial. Harry merengut ketika merebut kertas itu. Ia harus secepatnya mulai menghapal lagi.

"Aku mandi dulu."

Sirius dan Lily mempertawakan wajah lesu Harry. Harry menenteng dua tas plastik berisi stelan formal yang baru dibelinya, dengan Draco.

"Dia membeli baju baru khusus acara nanti malam? Dia sudah besar rupanya ya?"

"Aku yang memaksanya. Kau tahu? Dia tidak seperti remaja kebanyakan yang berusaha menarik perhatian lawan jenisnya. Cenderung tertutup, berbanding terbalik dengan James dulu. Aku sedikit khawatir padanya."

Sirius terkekeh. Mengambil cangkir teh yang disajikan untuknya dan meminumnya. "Hogwarts tidak akan mempunyai marauders lainnya dalam waktu dekat. Anak-anak jaman sekarang lebih suka menyembunyikan kenakalan mereka."

Lily menggigit bibir bawahnya. "Kurasa ini salahku. Kau tahu sejak—" Lily ragu melanjutkan kalimatnya.

"Myrthle kan? Itu sudah lewat. Keluarga kalian melewati masa-masa suram dan harus tetap maju untuk masa depan. Yang paling penting adalah sekarang kau dan James mendukung apapun yang terbaik untuk masa depan Harry." Sirius menyeberangkan tangannya. Mengusap perlahan telapak tangan Lily yang terkepal kuat.

"Ya, memang seharusnya begitu." Lily memaksakan senyum. Sirius menghargai senyum itu dan berkedip meyakinkan dengan mata kanannya.

Harry mengurungkan niatnya untuk turun ke bawah mengambil sabun ganti. Botol sabun di kamar mandi atas sudah hampir habis isinya. Ia tidak berharap menemukan wajah khawatir dua orang yang sangat berarti baginya.

"Haaah..." Harry berharap bisa mengabaikan perasaan sesak di dadanya saat ini.

Ia kembali ke kamar dan membuka bajunya. Jalan-jalan seharian di hari musim panas London yang tumben sekali cerah, membuat kaos Harry penuh keringat. Ia belajar banyak hari ini, bahwa Draco sangat memperhatikan fashion dan dia tidak sekaku yang terlihat di luar. Ternyata pemuda blondie itu cerewet bukan main. Harry tertawa kecil mengingat omelan pria itu sepanjang perjalanan mereka.

ASTRONAUT 🌜 Drarry [⏮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang