16. Neverland (Ending)

1.4K 199 44
                                    

Ini panjang! Siap-siap.....

====


Dengan berat hati. Malam itu juga, aku pun memutuskan pergi meninggalkan Victoria. Aku hanya membawa tas ransel dengan barang keperluan seadanya. Kemudian duduk di teras sembari menunggu taksi yang sudah kupanggil melalui telepon.

"Aku hanya ingin kau bahagia. Jadi, jangan sedih karena memikirkan aku yang tidak penting," kata Seungwan. Gadis itu duduk di sampingku daritadi.

Aku menghela napas. "Kau selalu penting bagiku," balasku tanpa menatapnya.

Seungwan tertawa kecil. "Aku masih tidak menyangka kalau kau bisa melihatku. Bahkan menyentuhku."

Aku pun menoleh. Gadis itu tersenyum padaku. Wajahnya sedikit ceria sekarang. Seolah-olah semuanya sudah berakhir dengan indah. Seolah-olah dia merelakan aku pergi. Dan seolah-olah semua akan baik-baik saja. Atau mungkin, ia seperti itu karena tidak ingin aku menerima beban batin yang berat karena ingin meninggalkannya. Ngomong-ngomong, Seungwan benar-benar mirip dengan Seungwan lima tahun yang lalu sekarang.

Dia benar-benar menunjukan kesan yang baik dalam perpisahan. Hatiku meringis.

"Lalu, apa aku bisa melakukan itu juga?" tanyaku.

Gadis itu menolehkan kepalanya ke samping. "Melakukan apa?"

"Ini."

Dengan cepat aku mendekat padanya. Kemudian aku mencium bibir Seungwan yang pucat. Dingin, lagi ... Aku memejamkan mata. Menahan rasa perih di dada. Hingga akhirnya aku melepaskan tautan bibirnya.

Ketika aku membuka mataku. Aku melihat Seungwan yang terkejut. Aku pun tersenyum kemudian tertawa hambar. Menertawakan diriku yang sedang melakukan hal konyol seperti tadi. Hingga membuatku benar-benar mengakui bahwa aku memanglah orang yang bodoh.

"Ternyata aku bisa mencium hantu," kataku di sela-sela tawaku. "Lucu sekali."

Tawaku terhenti ketika tiba-tiba Seungwan menyandarkan kepalanya di pundakku. Dan tangannya mengenggam tanganku begitu erat. Kemudian gadis itu menghela napas.

"Semuanya terasa begitu cepat," gumam Seungwan.

"Benar sekali."

Kami pun membisu. Seungwan memejamkan mata dengan kepala yang bersandar di pundakku. Sedangkan aku hanya menatap kosong ke depan. Menunggu taksi yang datang. Malam itu cukup dingin dan angin semilir begitu kencang. Hingga aku mendengar suara angin yang begitu tentram. Meskipun langitnya terlihat begitu gelap dari malam biasanya. Seolah langit itu sedang mencerminkan perasaanku sekarang. Hatiku begitu mendung.

Entah selama beberapa menit kami terdiam, hingga akhirnya taksi pun datang dan berhenti di depan rumahku. Waktunya untuk pergi. Aku menoleh ke samping.

Dan Seungwan tidak ada. Dia menghilang.

Mataku perih lagi. Dengan berat hati aku pun masuk ke taksi itu. Duduk di kursi belakang. Dan kemudian taksinya pun berjalan. Aku menengok di jendela mobil. Ada Seungwan yang berdiri di depan rumahku sembari melambaikan tangan.

Seungwan semakin lama semakin menjauh. Taksi ini pun melaju semakin cepat. Rasanya saat itu juga, aku ingin memberhentikan taksi ini. Dan segera berlari memeluk Seungwan. Namun, aku tidak bisa melakukan hal itu. Aku harus pergi dan kemudian berbahagia. Sesuai permintaan Seungwan. Hingga akhirnya, Seungwan tidak terlihat dipengelihatanku.

Aku memijat pelipisku. Rasa sedih tak tertahankan, hingga air mata ini kembali turun. Son Seungwan, aku benar-benar harus melupakan gadis itu. Namun, rasanya begitu tak sanggup.

My RapunzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang