1

6.2K 329 47
                                    

“Dia sangat manis saat mengucapkan selamat tinggal.” Seokjin mengangguk asal, sesungguhnya ia tak terlalu menyukai anak kecil, tapi temannya ini juga tidak terlalu menyukai anak kecil. Mungkin pujian tadi adalah pujian pertamanya pada bulan ini terhadap anak kecil. “Setidaknya gigi-gigi kecilnya sedikit membuat hariku tak terlalu buruk. Rasanya aku ingin berendam air es.” Seokjin mengangguk setuju, ia mengibaskan kertas yang ia lipat untuk mengipasi lehernya.

“Jika prof. Ahn tidak datang, aku akan menelas kertas ini hidup-hidup.” Seokjin mengucapkan dengan penuh tekanan. Sudah satu jam lamanya ia menunggu prof. Ahn untuk konsultasinya tentang tugas akhir yang tengah ia susun.

“Aku akan membantumu mencekiknya.” Seokjin terkekeh mendengar kalimat Yoongi, sahabatnya. Mereka sama-sama memiliki dosen pembimbing ya sama, beruntungnya, jadi Yoongi pun ingin menyerahkan tugas akhir bersama Seokjin.

“Tapi sepertinya aku tidak bisa menunggu hingga dua jam.”
“Kenapa?” Yoongi bertanya bingung. Biasanya Seokjin yang akan lebih bersemangat menunggu dan Yoongi yang akan mengeluh di awal tiga puluh menit.

“Namjoon sedang sakit. Aku ingin menjenguknya.” Jawab Seokjin dengan nada sedih lalu menghela nafas dan menatap kertas-kertas pentingnya sendu. “Tapi terkadang tugas-tugas ini juga terasa amat penting.”

“Kau dapat membagi waktumu dengan baik.” Yoongi coba menenangkan, melongok kembali ke arah koridor siapa tahu Profesornya tengah berjalan. Namun tetap, nihil.
Yoongi melirik jam tangan yang terpasang manis di pergelangan tangan kanannya. Sudah satu jam lima belas menit, kalau bukan untuk revisi tugas, Yoongi sudah pulang dari tadi. Matanya kembali jatuh pada wajah Seokjin, pria itu terlihat begitu diam dengan wajah yang khawatir. Ia pasti tengah memikirkan kekasihnya. Namjoon jarang sekali terjatuh sakit. “Kau bisa pulang sementara, akan ku hubungi jika Prof. Ahn datang, lagipula ini masih jam 10 Jin. Kau masih memiliki waktu banyak. Aku muak melihat wajah cemberutmu dari tadi.”

Seokjin awalnya berkedip bingung dan mencerna kalimat Yoongi, namun detik selanjutnya ia tersenyum begitu lebar “Kau memang yang terbaik Yoongi-ah.” Seokjin sudah hendak memeluk Yoongi namun pria yang lebih kecil darinya itu memundurkan badan dan menggeplak tangan Seokjin, pertanda ia menolak pelukan tiba-tiba sahabatnya. Awalnya Seokjin cemberut memundurkan badan namun ia kembali tersenyum.

“Oke hubungi aku nanti, dan pastikan tugasmu juga di nilai dengan baik.” Seokjin segera merapikan kertas-kertasnya lalu bangkit dan mulai berlari. Membuat Yoongi sedikit terkekeh dan sedikit lega melihat Seokjin mulai seperti biasanya.
Namun senyum kecil itu luntur seketika. Ia juga mulai merasakan sedikit kekhawatiran yang tiba-tiba menyelimuti hatinya. Dengan lemas ia menyandarkan kepala pada tembok di belakangnya. Yoongi saja tak yakin jika Profesor menyebalkannya itu akan datang dalam waktu ini.
Mungkin saja lelaki berkulit putih pucat itu harus menunggu lebih lama.
Setelah menimang-nimang idenya, Yoongi memutuskan bangkit dan berjalan menuju kantin kampus. Ia harus menambah energinya dulu untuk kembali menunggu Profesor Ahn. Terasa sepi memang dia harus berjalan dan membeli makanan sendirian.

“Sudah ku bilang memang tidak enak ! kau tahu? Bau nya seperti bau kambing saat di bakar. Ugh ! aku sama sekali tidak menyukai itu.”
“Apalagi saat hanya di bubuhi garam. Makanan macam apa itu ! Aku menyesal !”

Kihyun tertawa kencang lalu menggeplak salah satu kepala sahabatnya “Kau yang lebih bodoh Sandeul dan kau juga Jaehwan, kalian berdua sangat bodoh. Kenapa kau menirukan orang yang ada di video youtube hah? Dia pasti pura-para saar mengatakan itu pengalaman terbaiknya. Iyakan Yoon?” Yoongi mendongak dan menemukan tiga teman angakatannya tengah berdiri di depannya dengan makanan masing-masing pada tangan mereka. Yoongi tetap diam bahkan saat ketiga temannya itu tanpa permisi ikut duduk di lingkaran meja Yoongi.
“Aku tak bilang kalian boleh duduk disini.”

°SECRET°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang