11

1.6K 167 25
                                    

Seokjin manyun di balik kemudinya. Merasa sebal. Jadi setelah menyetujui kemauan Yoongi, mereka justru berdebat, siapa yang akan menyetir. Karena baik keduanya, Yoongi dan Seokjin malas menyetir. Jadi hampir lima menit mereka berdebat dan berakhir bermain batu kertas gunting dan Seokjin kalah. Sangat menyebalkan.

"Oke karena kau tidak menyetir, bisa ceritakan perkembanganmu dan Jung Hoseok?" Seokjin memecah keheningan. Yoongi yang sedari tadi menyenderkan kepala pada jendela mobil menoleh.

"Tidak ada perkembangan dan tidak ada yang terjadi. Sudah kukatakan kan?"

"Oke dari tiba-tiba kalian menghilang berdua?? Lalu sekarang Hoseok berada di rumahmu? Apa yang kau maksud dengan tidak terjadi apapun? Bukankah ini pendekatan?" Yoongi menoleh menyipitkan mata.

"Tak ada pendekatan." Yoongi menghela nafas.

Seokjin diam dan kembali fokus ke jalan aspal yang ia lewati. Mobil Hoseok ada di belakang mengikutinya. "Aku tak mengerti.. Kau seperti membenci Hoseok? Kau tak pernah sebegininya, seolah kau sangat membencinya? Memang ada apa?"

Kali ini Yoongi yang tak dapat menjawab. Matanya juga ikut terfokus pada jalanan. "Tak ada. Hanya tak suka."

"Aku menyukai Hoseok."

"Huh?" Yoongi tersentak.

"Suka dalam arti perspektifku. Dia tampan, manis, modis, ramah, baik, kaya dan tentu pintar. Entahlah aku hanya menganggap Hoseok begitu hangat. Seperti mentari pagi." Yoongi terkekeh diam.

"Kau hanya berpatokan dari luarnya saja Seokjin. Mungkin kau harus belajar mencari sosok di belakang topeng seseorang?" Yoongi bungkam seketika, bodoh, ia merasa seolah ia tengah membicarakan diri sendiri. Ia bahkan tak berani menoleh pada Seokjin.

Yoongi mendengar Seokjin terkekeh. "Seperti kau mengenal sosok Hoseok di belakang tope saja Yoon." lalu mobil terus hening hingga mereka sampai di tempat makan.

.

.

.

Dua hari berlalu dan kini Namjoon tengah bersama Seokjin. Ia menjemput Seokjin saat kekasihnya mengatakan bahwa ia ingin menemui Namjoon. Tangan besarnya tengah menggenggam lembut tangan Seokjin. Mereka saling terdiam karena Namjoon tahu, Seokjin hanya butuh seseorang untuk bersamanya.

"Merasa baikan?" Seokjin mengangguk tersenyum bergumam terima kasih yang di balas Namjoon dengan anggukan dan mengecup lembut tangan Seokjin.

"Kau selalu ada disaat aku membutuhkanmu. Apa ini yang dinamakan relationship goals?" Namjoon terkekeh. Seokjin masih saja suka bercanda. Namun melihat pria itu tersenyum, di terpa sinar mentari sore dan mata sayu Seokjin, pria itu terlihat begitu cantik sore ini. "Mungkin kalau aku dulu tidak meninggalkan nomor teleponku, kau tak akan pernah menghubungiku?"

Namjoon tertawa. "Siapa tahu? Kalau saja aku tahu kau sahabat Yoongi.." Namjoon terdiam namun sedetik kemudian ia tersenyum "Sudah takdir kita di pertemukan." tenggorokan Namjoon tersumbat. Mungkinkah, mungkinkah jika ia tak mengenal Seokjin, ini semua tak akan terjadi?

Seokjin tersenyum mengangguk. "Ya takdirku bertemu dengan Yoongi dan denganmu. Aku mensyukuri itu." Seokjin meminum es lemonnya "Aku iri denganmu, jika kau dan aku kekasih goals, maka kau dengan Yoongi friends goals?" Seokjin terkekeh. "Kalian sangat dekat."

"Bukankah kau dengan Yoongi juga seperti itu? Friends goals? Tak ada yang perlu diirikan, aku dekat dengan Yoongi, aku dekat denganmu, kau dekat dengan Yoongi, kita semua dekat satu sama lain. Kau memiliki aku dan Yoongi, Yoongi memiliki kita berdua, dan akupun memiliki kalian berdua." Rasanya kalimat terakhir Namjoon terasa pahit. Ia menjilat bibirnya gugup dengan samar.

°SECRET°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang