20. Masihkah ada harapan?

107 5 0
                                    


Masihkah ada harapan? Walau seujung kuku saja.

**

Akhirnya, dengan berat hati, aku menanda tangani surat itu. Tanganku bergetar bersamaan dengan lolosnya air mataku.

"Bagus! Mana undangan nya?"

"Kenapa bunda?"

Ia meraih undangan itu dengan paksa.

"Ini bukan undangan untukmu. Ini hanya bukti, bahwa ryan sudah menemukan penggantimu. Kamu tak perlu menghadiri acara ini."

"Tapi bunda, izinkan aku menyimpan nya.. Aku janji tidak akan datang."

"Tidak renata!"

Aku turun dari kursi, merangkak menghampirinya. Memohon sambil menangis.

"Aku mohon bunda, aku bahkan tidak punya fotonya satupun."

Bunda memalingkan wajahnya ke arah lain. Mungkin ia tidak tega melihatku, sudah ku bilang, dia Sebenarnya sangat menyayangiku.

"Baiklah.."
Ia bangkit berdiri, lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat dan memberikan nya padaku.

"Tidak bunda, aku tidak butuh ini.." masih dengan menangis, aku mencoba untuk menolak pemberian nya.

"KAU TIDAK PERLU MENOLAK!!"
Ia membanting amplop itu, lalu pergi meninggalkan ku menyisakan isak tangis nan tragis.

***

Ryan'

Renata, dimana kamu berada? Rasanya sangat hampa menjalani hidup tanpa dirimu.
Terakhir kali aku melihatnya, saat aku berangkat kerja dan ia tengah menjemur pakaian di belakang. Masih dengan senyum manis nya, ia menyambut tanganku dan diciumnya.
Lalu kubalas dengan ciuman dikening nya.

Aku tidak pernah tau bahwa hari itu aku terakhir melihat nya. 
Entah dimana istriku sekarang.
Aku sempat curiga pada bunda, tapi bunda tidak mengatakan apapun bahkan ia mengira renata pergi dari rumah selamanya.

Dimanapun dia berada, semoga selalu baik baik saja.

"Ryan, ayo sayang, semua tamu undangan sudah menunggu."
Bunda mengusap punggung ku pelan,

"Tapi bun,"

"Sudah saatnya ryan, kamu pasti bisa."

Mau tidak mau aku menurutinya, berjalan menuruni anak tangga, menyaksikan lautan manusia memenuhi ruangan nan luas ini.  pandangan orang orang kini tertuju padaku dan fika, tunanganku.

Meski saat ini status ku masih suami renata, aku mencoba menjalani hidup baru dengan orang orang baru.

Tempo hari bunda menyuruhku menanda tangani surat penceraian ku dengan renata.
Aku belum menanda tangani surat itu. Perjanjian nya, aku akan menanda tangani nya jika hari pernikahan ku tiba. Karna masih ada keyakinan dalam hatiku, bahwa renata masih ada untuk dunia dan untuk diriku.

Sampai saat ini, aku masih mencari renata. Jika aku berhasil menemukan renata sebelum hari pernikahan, aku tidak akan menanda tanganinya. Namun, jika renata ditemukan sesudah aku menikah, maka mau tidak mau kami sama sama menanda tangani surat cerai sialan itu.

Aku sedikit curiga pada bunda, tapi itu tak bertahan lama karna kulihat, dia juga sedih dengan ketidak beradaan renata. Aku tau ia masih menyayanginya.

Entahlah..

Mengambil cincin yang sudah disediakan, aku menyematkan cincin indah itu dijari manis tunanganku.
Terlihat indah, sialnya aku malah membayangkan tangan ini milik renata.

ReversebilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang