Chapter 2

4.5K 462 38
                                    

Diatas pic. Zealda kawan.. ^^

Kilapan pada ujung dagger terpantul di mataku, membuatku ingin meraihnya. Aku masih terdiam ketika Aleea mendekatkan dagger itu tepat di wajahku. Aku menatap Aleea yang mengangguk dan tak lama dagger pun berpindah tangan. Satu hal dalam pikiranku, apa ini berarti aku akan mejadi pembunuh berdarah dingin? Seumur hidupku, aku tidak pernah membayangkan jika aku menjadi Assassin.

"Baiklah. Aku akan bergabung."

Aleea tersenyum sambil menjabat tangan dan aku meraihnya sesaat.

"Selamat bergabung Valen, aku mohon untuk kerja samanya."

Aku mengangguk namun sedetik kemudian, aku kembali termenung sambil menatap dagger di tanganku. Mulai detik ini aku menjadi Assassin, apakah—aku bisa menjadi ksatria pelindung?

Malam semakin larut dan mataku terasa berat. Aku menata jerami untuk terbaring dan kulihat Aleea sudah terkulai di atas batu, sementara Velian dan Zealda belum juga kembali, tapi aku tidak perduli sama sekali.

Aku mengerang lirih ketika bekas lukaku kembali terasa nyeri dan kulihat pinggangku sudah memar di area luka. Aku kembali mengoles ramuan herbal untuk meredakan nyeri meskipun awalnya sangat pedih.

Baru saja aku mau terbaring, suara derap kaki terdengar begitu jelas dan menuju kearah sini. Aku meraih pedangku sambil menatap pintu masuk dengan waspada.

"Siaga mu cukup bagus juga, nona." Zealda menyeringai.

Aku meletakkan kembali pedangku. "Aku hanya belum terlelap."

Aku kembali terbaring dengan pelan-pelan untuk menghindari rasa nyeri berlebihan di pinggangku.

"Aku sudah membawa binatang buruan." Velian meletakan seekor rusa hidup namun sudah cacat dan terikat oleh tali. "Besok masaklah sesuatu yang enak."

Aku terdiam namun menatapnya bertanya. Apa yang disuruh masak itu—aku?

"Maaf, kau berbicara padaku?"

Velian mengerutkan kening dengan heran. "Tentu saja. Bukankah perempuan seharusnya yang memasak?"

Mataku melebar seketika dengan pikiran kosong. Gawat! Tamatlah riwayatku! Aku—tidak memasak. "Jika aku tidak mau memasak apa yang akan kau lakukan?"

"Jika kau tidak mau memasak, kau tidak akan mendapat jatah makan dan berburu lah sendiri."

Aku menghela napas lega. Kupikir ia akan menghukum ku dengan kejam dan sebagainya. "Baiklah. Aku akan berburu sendiri."

Velian terbangun dari duduknya dan mendekatiku. "Kau takan bisa berburu dengan luka seperti itu."

"Kita lihat saja nanti," sahutku.

Tubuhku tersentak ketika sebuah belati menancap di jerami dekat pipiku, Velian yang melemparnya ternyata. Aku hanya menelan ludah ketika melihat tatapannya yang begitu dingin. Aku berusaha untuk duduk dengan susah payah karena lukaku masih sedikit nyeri jika banyak bergerak.

"Jika aku memasak untuk kalian, aku jamin kalian akan kecewa dengan masakanku," ujar ku jujur, berharap mereka mengerti maksudku.

Velian kini duduk di tepi jerami dengan tatapan tidak suka. "Jadi maksudmu kau tidak pandai memasak?" Ia menyeringai dengan ekspresi mengejek. "Kau sama sekali bukan perempuan yang menarik."

"Maka dari itu, jangan memintaku untuk memasak jika kau tidak ingin makan makanan yang akan membuatmu tidak makan setahun."

"Seburuk itukah kemampuanmu?" Velian mencengkeram leherku hingga aku terbatuk-batuk. "Lalu jika kau tidak bisa memasak apa gunanya kau menjadi anggota kami?"

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang