Aku terdiam menatap jendela dengan gusar sementara tanganku masih terikat rantai-rantai panjang yang bergemerincing. Ini adalah hari ke lima perburuan terhadap Velian dimulai dan aku masih terperangkap di ruangan terkutuk ini.
"Nona." Bibi Athea masuk dengan membawa makanan lalu meletakannya di meja. "Nona makanlah, tidak baik menyiksa diri seperti itu."
"Aku tidak lapar bi," sahutku lesu.
"Nona, aku tahu tentang berita itu. Kau sangat mencintai kekasihmu bukan? Tapi kau sekarang adalah istri putra mahkota. Tidakkah kau mencintai seseorang yang telah menikahimu?"
"Kau tahu sendiri bagaimana pernikahan ini berlangsung bi. Aku tidak mencintainya bahkan sampai sekarangpun." Tatapanku semakin menerawang ke arah langit temaram di luar sana.
"Ya aku mengerti nona, hanya saja—"
"Cukup," sergahku lembut. "Tolong jangan bahas itu lagi."
Bibi Athea terdengar mendesah pelan, menghembuskan bulir-bulir nafas penuh kegelisahan. "Baiklah nona." Ia menunduk sedih sambil pamit undur diri. "Tapi satu hal yang perlu kau tahu nona, putra mahkota mulai menganggapmu sebagai hal terpenting dalam hidupnya. Dia sangat memprioritaskan hal-hal yang berkaitan denganmu."
Aku tidak menyahut namun pikiranku berputar dengan hati gundah. Masalahku semakin rumit dan ini melibatkan perasaanku. Meskipun begitu, hatiku tetap tertuju pada Velian meskipun terkadang sisi lembut Erick membuatku runtuh seketika. Aku tidak bisa menkhianati Velian tapi aku juga tak bisa lepas dari Erick dan sekarang aku terjebak di antara mereka.
Aku menyeruput teh hangat dan mulai merasa tenang seketika. Tatapanku masih tertuju pada langit temaram di atas sana. Velian dalam bahaya dan aku tidak bisa berbuat apa-apa, itulah yang membuatku ingin memaki diri. Meskipun Velian tidak bisa dibunuh selama aku masih hidup, tapi tetap saja aku tak bisa membiarkannya tersiksa dengan kejam.
Tak lama pintu terbuka dan menampakkan sosok Erick yang terlihat berlumuran darah, tapi aku tahu itu bukanlah darahnya melainkan darah orang lain. Aku hanya terdiam ketika ia mulai mendekat dan membelai pipiku kemudian berbisik, "Ikut aku ke penjara bawah tanah."
Nafasku tercekat ketika ia mengucapkan 'Penjara Bawah Tanah'. Sebenarnya apa yang ingin ia tunjukkan padaku?
Aku mengikutinya setelah tanganku terlepas dari rantai panjang itu. Dengan jantung berdegup kencang, aku hanya berharap bahwa seseorang yang akan kulihat di sana bukanlah Velian.
Aku menatap sosok pemuda yang sudah di bungkus kepalanya dengan kantung yang terbuat dari kain, duduk terkulai dengan tangan menggantung ke atas sementara tubuhnya sudah dipenuhi luka sayatan dan cambukan.
"Aku sudah membawa kekasihmu," bisik Erick yang membuat nafasku semakin tercekat.
"Tidak mungkin," gumamku berharap bahwa semua ini hanya mimpi.
Aku mendekati sosok itu setelah pintu jeruji terbuka. Aku masih bungkam dengan tubuh bergetar. Aku membuka penutup kepala pemuda itu dan mataku terbelalak seketika. Pria di hadapanku bukanlah Velian melainkan—Aleea, aku hanya mematung menatapnya terkulai.
"Kuberi waktu untuk melepas rindumu padanya. Silahkan nikmati waktu terakhir kalian." Erick menyeringai lalu beranjak pergi.
"Aleea," gumamku sambil membelai wajahnya untuk memastikan.
Ia mulai membuka mata perlahan dan menatapku. "Valen."
"Aleea, bagaimana kau bisa tertangkap? Bagaimana dengan yang lain?" tanyaku cemas.
"Entahlah." Aleea menggeleng lemah. "Masalah aku kenapa bisa tertangkap, aku sendiri juga tidak mengerti dengan situasinya."
"Putra mahkota bilang bahwa dia ingin menangkap Velian, tapi bagaimana bisa dia menangkapmu? Apa—dia salah orang?" pikirku yang tak sengaja terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assassin
FantasyValen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hancur dalam waktu semalam ketika keluarganya terbunuh oleh orang tak di kenal malam itu. Pertemuannya dengan Velian Grey, pria berhati dingin y...