Chapter 14

2.8K 411 97
                                    

Aku terduduk melamun di tepi sungai. Mencerna kenyataan yang begitu menejutkan hingga nafasku terasa sesak. Kini aku tahu bahwa Velian adalah putra ke empat yang selama ini membuatku penasaran tanpa sempat kucari. Dia menyembunyikan identitasnya dengan baik selama ini sampai-sampai Zealda dan Aleea tidak menyadari betapa penting keberadaannya. Bahkan paman Thomas sendiri yang telah merawatnya sejak kecil tidak tahu menahu soal ini, yang berarti—aku adalah orang pertama dan satu-satunya yang mengetahui dirinya yang sejati.

Tapi—bagaimana caraku untuk menyembunyikannya? Meskipun dia memintaku untuk bersikap biasa dan pura-pura tak tahu, namun hati, pikiran bahkan ragaku tidak bisa berbohong bahwa dia seorang 'yang mulia', dan itu membuatku canggung secara refleks. Ditambah—ia sendiri yang bertanggung jawab merawat lukaku.

Mengingat ia yang menyentuhku untuk merawat lukaku telah membuat pipiku bersemu memalukan dalam sekejap, ditambah aku mengingat mimpi aneh yang terasa begitu nyata itu. Sialan, aku tak bisa menghindarinya.

"Valen."

Aku melonjak kaget tanpa kutahu bagaimana ekspresiku ketika mendengar suaranya. Aku terdiam kaku ketika mendengar langkahnya yang mulai mendekatiku.

"Velian," ujarku dalam hati dengan segala kegugupan yang membuatku gelisah.

Aku ingin tetap diam namun kepalaku memutar kearahnya secara diluar kendali. "Y-ya?"

"Jangan mentang-mentang lukamu semakin membaik, kau bisa keluar seenaknya," cecarnya dengan nada lembut. Ia terduduk di sampingku dengan santai seolah-olah dia bukan seorang 'yang mulia' yang seharusnya. "Bagaimana bisa kau memilih tempat sedingin ini untuk bertapa?"

"Aku—hanya bosan di dalam goa," sahutku masih sedikit kaku. "Sekali-kali aku ingin menghirup salju."

Velian mendesah pelan dengan mata menatap langit. "Yah aku tahu. Hiruplah salju sebanyak yang kau mau sampai paru-parumu membeku." Ia meraih pergelangan tanganku dan menatapnya intens. "Masih butuh waktu lama untuk memperbaiki tanganmu."

"Aku tahu, misi kita tertunda karena tanganku bukan?" tanyaku menggali kegelisahan yang sedikit tersirat di matanya. "Maaf karena aku tak bisa mengendalikan diriku dan berusaha membunuhmu waktu itu."

"Tidak ada yang salah," jawabnya singkat.

Kami terdiam cukup lama namun pikiranku berputar cepat, menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang akan kugunakan sebagai puzzle untuk membuka misterinya.

"Yang mulia, jika misimu berhasil apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan melakukan kudeta terhadap raja dan menunjukan identitasmu?"

Velian terdiam sejenak dengan wajah sendu. "Aku tidak tahu," jawabnya sebelum melanjutkan, "aku tidak tahu apakah saudara sudariku masih hidup atau tidak. Jika mereka semua masih hidup di suatu tempat seperti yang ku bayangkan, maka yang berhak memegang kekuasaan itu adalah putra mahkota yang sesungguhnya, yaitu—kakak pertamaku."

Aku terdiam mendengar penuturannya. Ya, aku pernah mendengar bahwa raja terdahulu memiliki sembilan anak, tiga diantaranya adalah perempuan dan keberadaan mereka sampai sekarang tidak diketahui.

"Jika misi kita berhasil, mungkin hal pertama yang akan kulakukan adalah mencari mereka." Velian menatapku. "Kau mau membantuku kan?"

"Tentu saja. Aku sudah mengabdikan diriku padamu. Sebagai ksatriamu, aku akan melakukan apapun untukmu untuk menemukan saudara-sudarimu," ujarku menggebu.

Velian tersenyum simpul dan aku melihat kelegaan dari guratan di dahinya. "Terimakasih."

"Syukurlah kalau kalian ada disini." Aleea muncul dengan nafas terengah-engah. "Aku butuh batuan kalian."

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang