Chapter 17

3.1K 394 229
                                    

Diatas pic. Putra mahkota.. ^^

Aku terpaku di tengah rasa sakitku sekaligus dengan degup jantung yang lebih cepat dari biasanya. Teringat kembali peristiwa yang terjadi di penjara bawah tanah, ketika seorang tahanan di kuliti hidup-hidup dengan kejam, dan—orang inilah yang melakukannya. Kali ini—mungkin aku takan bisa lolos darinya. Sial!

"Yang mulia," lirihku. "Apa—kali ini kau akan mengulitiku juga?"

Tampak seringai dari sorot matanya. "Aku akan melakukan hal yang lebih dari itu," sahutnya. "Kau berhasil menipuku."

Gawat! Aku tak bisa seperti ini. Velian akan dalam bahaya jika aku sampai mati di tangan putra mahkota. Sial! Apa yang harus kulakukan?

Aku meraih salah satu pedang kecilku, berniat untuk menyerangnya, namun ia menyadari pergerakanku sambil tersenyum menang. Ia berhasil merebut pedang kecil milikku dan menyimpannya di balik jubahnya.

Tubuhku mengerjap ketika sebuah jarum menembus lenganku dan sesuatu masuk kedalam tubuhku. Rasa sakitku hilang perlahan disusul juga dengan hilangnya kesadaranku.

"Kau takan bisa lepas dariku," bisiknya yang masih bisa kudengar.

Aku membuka mata dan kudapati langit-langit yang gelap dan lembab. Butuh waktu untuk menyadari bahwa posisiku saat ini dalam keadaan terikat. Aku disandarkan pada sebuah batu dengan tubuh dan kaki terikat juga. Bau anyir merongrong masuk dalam penciumanku menandakan bahwa tempat ini di penuhi bekas darah yang telah mengering.

"Penjara bawah tanah," pikirku.

Mataku tertuju pada suara tepuk tangan yang datang dari arah pintu. Sosok yang sudah kukenal dengan kekejamannya yang tersembunyi dibalik jubah kebesarannya. Putra Mahkota.

"Kau sudah sadar rupanya." Ia menghentikan tepuk tangannya dan duduk di kursi yang disiapkan secara mendadak. "Aku memiliki banyak pertanyaan untukmu."

Aku masih terdiam untuk menantikan apa yang akan di ucapkannya.

"Apa tujuanmu memata-matai kami di pesta?"

Pikiranku berputar begitu cepat sebelum aku menjawab, "Aku hanya ingin mengikuti pesta saja."

Ia menatapku sesaat sebelum jari telunjuknya bergerak. Tubuhku tersentak ketika satu cambukan mendarat di bahuku. Sial! Aku tidak tahu jika sudah ada seseorang yang menggenggam cambuk di belakangku. Aku mengepalkan tangan sambil meringis kesakitan.

"Jadi kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya?" desaknya.

"Lalu kau ingin aku menjawab apa? Kau ingin aku mengatakan hal yang tidak kulakukan?" semburku begitu saja untuk meyakinkannya.

Ia termanggut dengan raut yang sedikit kecewa. "Baiklah, sekarang jawab aku. Kau seorang Assassin? Jika iya, katakan siapa yang mengirimmu? Apa dari Vainea?"

Aku menelan ludah sambil berpikir keras. Aku tidak bisa memberitahukan tentang Velian dan yang lainnya, tapi aku harus bagaimana? Jika aku menjawabnya maka kami semua akan terancam, tapi jika aku berbohong mungkin ia akan memenggal kepalaku dan Shirea  Velian akan mati.

"Jawab aku!"

Satu cambukan menyadarkanku dari lamunanku yang singkat, dan kulihat ia sudah berdiri dari tempat duduknya sambil memegang cambuk yang ternyata sudah berpindah tangan.

"Aku—memang seorang Assassin," jawabku akhirnya. "Tapi aku bukan dari Vainea."

"Lalu?"

"Aku—hanya Assassin tanpa sindikat." Pikiranku berputar dengan sangat cepat. "Aku tidak membunuh para pejabat atau orang-orang besar istana. Aku menjadi Assassin hanya untuk menyerang orang-orang kaya sombong yang tidak tahu diri." Aku memberanikan diri untuk menatapnya. "Tidak ada tugas khusus, apa lagi menyerang istana," lanjutku berdusta.

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang