Aku membuka mata ketika fajar menyingsing, tidak ada seorangpun di sisiku seperti biasa. Sudah dua malam Velian menumpang tidur denganku meskipun awalnya aku mengira aku sedang bermimpi, tapi ternyata semua benar dan nyata. Aku tidak tahu mau sampai kapan Sarah akan tinggal disini, ini sudah hari ketiga dan hidupku tidak tenang. Aku sudah menahan diri selama dua hari untuk tidak membuat masalah dengannya. Tapi jika dia terus saja berulah terhadapku mungkin kesabaranku akan menipis.
Aku terduduk dan mengedarkan pandangan dengan malas. Semua masih terlelap kecuali—Velian yang sudah beranjak entah kemana. Itu tak membuatku merasa heran karena biasanya mereka bangun ketika matahari mulai tinggi, tapi di musim salju seperti ini—memang membuat raga enggan beranjak dari selimut hangat.
Kulitku langsung meremang akibat dingin dan aku segera memakai jaket tebalku dan keluar goa. Pagi ini aku berencana memburu ikan di sungai sekalian membasuh tubuhku meskipun udara begitu menggigit. Aku meraih tombak yang berdiri tak jauh dari pintu goa.
Salju membuat hutan hijau nan sejuk menjadi putih dengan hawa dinginnya, namun tak menutupi pesona alam sedikitpun meskipun dalam nuansa yang berbeda. Tak lama akhirnya aku sampai di tepi sungai yang juga memutih tertutup salju.
Aku membasuh wajahku dengan air dingin yang membuat wajahku membeku sejenak. Pernafasanku mengeluarkan uap putih ketika aku mengehembuskan nafas. Aku meraih tombakku yang sedari tadi kuletakkan di tanah dan kini aku siap untuk berburu.
Aku mengamati sungai dangkal yang jernih dengan saksama dan mengamati warna. Biasanya ikan berkumpul di air yang memiliki arus lembut. Dan benar saja, aku melihat tiga ekor ikan yang lumayan besar untuk seukuran ikan air tawar. Tombakku menembus perutnya dan aku segera melemparnya ke tepi. Ikan itu menggelepar di hamparan salju putih.
Aku kembali terdiam untuk menunggu ikan-ikan itu berkumpul kembali, kemudian aku menombaknya lagi dan seketika mereka kembali membubarkan diri. Aku melakukannya berulang-ulang sambil menyusuri tepi sungai hingga aku merasa cukup banyak ikan buruanku.
Aku mengumpulkan ikan-ikan tak bernyawa itu dan mulai mengikatnya dengan akar tanaman yag sudah tandus. Aku terdiam sejenak ketika mendengar langkah kaki yang mengendap-endap di belakangku. Tanpa aku tahu apa yang terjadi, aku terjungkal ke sungai ketika hendak menoleh kebelakang.
Aku segera berdiri dari air dan jaketku basah dan dingin. Kulihat sosok gadis sudah memegang tombakku dan memainkannya.
"Kau!" umpatku kesal.
Sarah tersenyum miring dengan ekspresi pura-pura panik. "Oh ya ampun, maaf aku melakukannya dengan sengaja."
"Bisakah kau tidak mengangguku sehari saja?" Aku berjalan ke tepi sambil memeluk tubuhku sendiri yang menggigil. "Apa maumu?"
"Aku hanya ingin kau basah kuyup, itu saja. Kau tahu?" Ia mengelus segelintir rambutku sejenak. "Kau sangat cantik dengan penampilan basah seperti itu. Dan satu lagi," lanjutnya sambil menjinjing ikan-ikan yang sudah kuikat dengan rapi. "Jangan harap aku akan meminta maaf padamu, tapi sebagai ganti atas ulahku, aku akan berbaik hati membawakan ikan buruanmu dan juga—" Ia memamerkan tombak ditangannya. "Tombakmu."
Aku masih terdiam ketika ia melangkah pergi. "Gadis sialan!"
Aku membiarkan dia berjalan mendahuluiku. Bibirku bergetar akibat dingin dan rasanya aku ingin segera ganti pakaian dan duduk di depan perapian.
Tak lama, kami sampai di goa dan kulihat Zealda dan Aleea sudah bangun dari tidurnya dan Velian sudah kembali. Terlihat dari ekspresinya, mereka seperti sedang membicarakan hal yang serius, dan kulihat Aleea sudah memegang perkamen sementara Velian sudah membuka buku milik ayahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assassin
FantasyValen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hancur dalam waktu semalam ketika keluarganya terbunuh oleh orang tak di kenal malam itu. Pertemuannya dengan Velian Grey, pria berhati dingin y...