Aku berjalan menuju kediaman yang mulia ratu dengan langkah cepat disusul bibi Athea. Para pasukan yang tersisa semua berkumpul di halaman dan beberapa ada yang sudah bersiaga di pagar istana dan pintu gerbang istana sesuai perintahku. Tentu saja, ketiadaan yang mulia raja dan beberapa mentri membuat mereka kocar kacir dan bingung apa yang harus mereka lakukan. Aku terpaksa mengatur berapa strategi untuk memanfaatkan jumlah yang tersisa.
Aku meminta semua pelayan bersembunyi di penjara bawah tanah, karena hanya itu tempat satu-satunya yang sulit ditembus dan posisinya yang tersembunyi. Meskipun keadaan penjara bawah tanah cukup mengerikan tapi hanya itu tempat paling aman yang kutahu.
Ayahku dulunya adalah kepala menteri pertahanan, maka akupun harus seperti dirinya sebagai putri Kanz. Aku mengatur rencana sedemikian rupa dalam waktu yang cukup mendesak. Pikiranku terus berputar hingga kepalaku terasa pening.
Aku sengaja menarik semua pasukan yang menjaga di perbatasan, karena dengan jumlah yang tidak seimbang memungkinkan mereka akan terbunuh sia-sia karena tidak akan ada bala bantuan dari dalam kota. Kemudian aku meminta salah satu pemimpin pasukan untuk berjaga di area kota yang dianggap sangat penting dan meminta semua warga dari berbagai distrik yang belum diserang untuk berkumpul di satu wilayah yang nantinya akan dijaga ketat.
Lalu aku membagi pasukan lagi untuk menjaga Istana dan bagian-bagiannya terutama area singgasana, sementara aku nanti akan menghadang mereka di gerbang istana.
Ketika aku memasuki istana, yang mulia ratu berdiri saat melihat kedatanganku. Ia tampak takut namun berusaha untuk setenang mungkin. Kursi singgasana sudah ditutupi kain putih yang entah apa tujuannya.
"Yang mulia, aku sarankan sebaiknya anda segera bersembunyi dan menyelamatkan diri."
"Tidak Valen. Aku harus melindungi tempat ini dan kau..." Ia tertegun melihat penampilanku. "Pakaian itu..."
"Ah, maaf yang mulia. Aku membutuhkan pakaian ini. Mungkin ini terlihat aneh tapi..."
"Apa kau bermaksud untuk menghadapi mereka?" tanyanya memotong.
"Tentu saja. Sebaiknya yang mulia pergi ke kota yang sudah kuatur penjagaannya, di sana yang mulia akan aman sekaligus untuk menenangkan hati rakyat," jawabku sekaligus memberi jalan keluar. "Tempat ini biar aku yang menjaganya."
"Tidak, tidak bisa begitu! Yang mereka incar pasti tempat ini, apa lagi kau seorang putri mahkota! Aku takan membiarkanmu menghadapi..."
"Yang mulia!" sergahku keras kepala. "Mereka membutuhkanmu. Jika ratu mereka baik-baik saja, setidaknya mereka akan merasa aman karena ratu mereka ada bersama mereka. Dengan adanya yang mulia, rakyat tahu bahwa tempat mereka berada pasti sudah dilindungi. Tolong redakan kekhawatiran mereka untuk sementara yang mulia."
"Tapi bagaimana denganmu?"
"Aku akan baik-baik saja. Percayalah padaku."
"Nona?"
Aku menatap bibi Athea yang tampak cemas. "Kau juga bibi, tolong dampingi yang mulia ratu."
"Nona, berjanjilah kau akan baik-baik saja," ujarnya berharap. Ia tampak sedih melihatku lalu memberi isyarat pada seorang pengawal yang ternyata sudah membawa jubah dengan dilapisi armor dan juga sebuah pedang panjang bermata dua yang lebih tebal dan kokoh dari pedangku.
"Jubah ini masih bagian dari pakaian yang kau pakai nona dan juga..." Ia menyodorkan pedang itu padaku. "Pedang ini seharusnya ada dua, tapi putra mahkota hanya membawa satu, jadi pakailah nona."
Aku menatapnnya sejenak lalu menerimanya. Ya, pedang ini sangat membantu. "Terimakasih bi."
"Valen berhati-hatilah," pesan yang mulia ratu sementara aku hanya menunduk memberi hormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assassin
FantasyValen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hancur dalam waktu semalam ketika keluarganya terbunuh oleh orang tak di kenal malam itu. Pertemuannya dengan Velian Grey, pria berhati dingin y...