Delapan : Damn, His so Sexy!

11.1K 504 26
                                    

Anak-anak cowok beneran mau ke kafe Antariksa. Namanya aneh, 'kan? Aku saja baru menyadari nama aneh itu setelah Rendi bilang papan namanya ada di bagian paling sudut dekat dengan kaca. Soal Bang Reza, dia juga sedang ada di kafe Antariksa. Ngapain ya? Bilangnya sih gak sengaja pengen istirahat, terus nyimpang dulu sambil minim kopi. Well, baguslah. Akan kukenalkan Bang Reza pada teman-teman cowokku di kelas.

Di kafe ini ada bar memanjang yang bisa ditempati tamu. Bang Reza ada di sana sembari melambaikan tangan. "Halo, Bang."

"Sudah pada dateng ya. Yuk mending duduknya di kursi yang ada di sana saja, sambil ngobrol."

Kami semua mengangguk. Sebelum kami duduk tidak ada orang yang berbicara. Bahkan cowok sekelas Rendi pun, yang kesehariannya nyinyir membicarakan orang, ikut mingkem. Selain ganteng, Bang Reza itu cukup atletis, tinggi dan juga berisi. Mungkin dia takut kali ya sama pembawaan Bang Reza. Sayangnya, setelah melihat pria adonis bernama Aksara Dewa, menurutku kesempurnaan Bang Reza tidak ada apa-apanya. Pria itu jelas sangat sempurna dan mustahil bagi perempuan kupu-kupu malam sepertiku menarik minatnya.

Setelah kami memesan makanan dan minuman, Bang Reza berkata, "Maaf nih kalau kesannya gue malah ikut nimbrung hehe."

"Santai aja, Bang."

"Yoi. Kita mah orangnya ngikutin arus."

"Iya, sekalian kenalan juga 'kan biar banyak koneksi."

Bang Reza tertawa renyah. Bunyinya merambat melalui udara kemudian masuk ke dalam telingaku menyenangkan. Sayangnya, meski sukar kuakui, ada suara berat dan lebih nge-bass dan sangat enak untuk didengar. Kali ini aku malas mengatakannya. Cukup tadi saja. "Kalau gitu kenalin, gue Reza, fakultas ekonomi." Setelah Bang Reza memperkenalkan diri, semua teman-temanku menyebutkan nama mereka masing-masing beserta jurusannya.

Rendi menatap wajah tegas Bang Reza. Air mukanya sedikit gelisah, namun pada akhirnya dia mengatakan juga apa yang ingin dia katakan. "Bang lo dideketin sama si Fiska? Dia temen kelas gue." Topik yang Rendi ambil membuat semua orang yang ada di sini tertarik. Sialnya, tidak denganku.

Alasannya ... kenapa dia ada di sini!?

Maksudku, pria adonis itu kenapa ada di belakang Bang Reza? Dengan santainya dia duduk di meja sebelah sambil lalu diikuti wanita cantik berkelas-bahkan kurasa jauh di atas Fiska. Aksara. Why? Kenapa timing-nya selalu tidak tepat? Jujur hari ini aku malas bertemu dengannya.

Posisi duduk Aksara ada berhadapan denganku meski beda meja. Dia sempat melirik ke arahku dengan gerak mata sensual yang ... masa harus jujur lagi? Membuat hatiku ketakutan karena kenapa bisa semenawan itu. Untungnya aku tipikal wanita yang menganggap cinta dan semua pria itu tak lebih dari sekadar tahi kucing.

"Honey, mau aku pesankan?" Dari gaya bicara wanita itu saja terlihat beda dan berkelas. Baku, namun gak terlalu formal. Selain itu, kenapa parasnya ikutan menawan? Aku seorang wanita, tapi bisa-bisanya aku terpana karena kecantikannya. And then ... jika aku gak salah dengar, wanita itu memanggil Aksara dengan panggilan honey? Dia istrinya? Atau simpenannya? Aku yakin simpenannya. Cowok ganteng di mana-mana sama, buaya darat!

"Gimana kamu aja, sayang," sahut Aksara. Sayang? Haha, jika ada Kenta, sudah pasti kami berdua akan ketawa sambil memandang sinis ke arah Aksara. Kata itu haram kami ucapkan. Jijik. Kesannya melodrama banget.

"Kalau 'gitu aku pesankan smoke salmon salad saja ya, honey. Juga sate makanan kesukaan kamu."

"Oke. Satenya jangan pake nasi, sayang."

Aku murka! Sumpah bukan karena cemburu, tapi karena kalimat mereka mengusik telingaku hingga berdarah. "Ta? Tata? Woi! Elo ditanya tuh!"

"Eh? Ada apa ada apa? Gue tadi mikirin malam ini mau ngajak Kenta ke Ciater, buat mandi ke kolam air panas." Mereka semua saling pandang kemudian tersenyum lebar.

"Gila lo ya, kalau mau senang-senang tuh ajak kita!"

"Lo gak asik ah."

"Betul."

Renda menepuk bahuku satu kali. "Nah karena kita sudah ngajak lo makan di kafe ini—ditambah ada si Gagan yang traktir lo—pokoknya lo harus ngajak kita berendem di kolam air panas."

Sial, aneh banget. Kok minuman yang Aksara pesan udah datang? Padahal mejaku lebih dulu memesan. Meskipun dia owner di kafe ini, tetap saja 'kan harus mengikuti peraturan!

"Bang Reza ikut, 'kan?" tanya Rendi.

"Boleh, kayaknya asik tuh."

Mataku dan mata Aksara saling berbenturan. Dia melepas jas yang melekat pada tubuhnya, memperlihatkan pahatan tubuh seksi 10 kali lipat dari Bang Reza. Setelah itu, Aksara meminum grill coffe kesukaannya. Krim di kopi itu menyangkut di atas bibir dan kumis yang baru dicukurnya. 1 detik kemudian, lidah Aksara menyapu krim itu sensual, membuat napasku tertahan seperkian detik lalu mengumpat, 'Damn, he so sexy!' Absolutelly, kuucapkan dalam hati.

"Sip, kalau gitu kita semua bakalan ikut. Lo gak akan keberatan 'kan, Ta?"

"Eh ada apa ada apa?"

Samar-samar aku mendengar Aksara berucap, "Sayang gimana kalau malam nanti kita berendam di pemandian air panas?"

Pada saatnya, perbabnya bakal panjang. Akhir-akhir ini sedikit sibuk hehe.

Aksara DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang