Sebelas

8.4K 439 21
                                    

Udah baca bab 10? Notifnya katanya gak masuk.

Meski pria itu mirip dengan foto yang ada di dalam dompet Ibu, kenapa aku tidak merasakan getaran apa pun? Bahkan tak sedikit pun perasaan batin kurasakan. Justru, anehnya aku malah merasa ada yang aneh antara hatiku dan Aksara Dewa.

Dia siapa sih sebenarnya?

Sayangnya, saat Kenta berusaha mengikuti mobil Aksara, Kenta kehilangan ke mana arah mobil itu melaju. Pada akhirnya kami tidak mendapatkan apa-apa. Namun itu tidak masalah, yang jelas, Aksara berhubungan dengan pria itu dan pasti akan kukorek apa pun informasi darinya.

"Gimana, Ta? Ada chemistry gak antara lo sama pria tadi?"

"Sayangnya, Ken, gue gak merasakan getaran apa pun. Masa sih dia Ayah gue? Bisa aja 'kan dia cinta pertamanya Ibu gue dulu."

"Bener juga ya." Motor melaju memasuki daerah rumahku di jalan Ledeng. "Tapi kesempatan, 'kan? Kalau gak salah pria yang sedang bersamanya sering masuk ke kafe yang tadi elo masuki. Tanya aja sama dia, Ta. Lo gak boleh nyerah dong buat cari di mana Ayah lo."

"Menurut lo mungkin gak kalo Aksara sebenernya Ayah kandung gue?" tanyaku ngasal.

"Aksara? Siapa dia?"

"Cowok tadi yang satunya lagi."

"Hahaha gak mungkin elo punya Ayah sekeren itu, Ta. Udah jangan ngimpi."

***

Fiska menghilang dari kelas, padahal dosen sudah masuk dan tadi aku sempat melihat dia sedang jalan sama temennya ke gedung ekonomi. Pasti menghampiri Bang Reza. Aku yakin karena barusan aku mengirim pesan apakah di kelasnya ada dosen atau tidak, lalu balasannya tidak ada. Fiska pasti punya mata-mata sehingga dia bisa tahu kelas Bang Reza sedang kosong.

"Hari ini jadi, 'kan?" bisik Rendi.

"Ke villa?" tanyaku.

"Iya."

"Jadi, tapi karena budget kita terbatas, kita cuma have fun di villa aja, gak ada acara berendem di air panas. Lo gak lihat grup, Ren?" sahutku. Rendi menggeleng. Ah, benar. Kalau tidak salah ponselnya lagi direparasi.

"Intinya jadi have fun, 'kan?" tanyanya memastikan.

"Iya, Ren. Soal BBQ, tenang aja, Bang Reza menyumbang daging cukup banyak." Jawabanku barusan membuat Rendi memekik senang. Semua orang melihat ke arahnya, termasuk dosen yang sedang menjelaskan materi tentang musik.

Fiska beneran pergi ke tempat Bang Reza gak ya? Karena penasaran, akhirnya kukirim pesan singkat pada Bang Reza.

Fiska ke sana?

Tata

Tak lama kemudian Bang Reza membalas.

Iya nih. Alibinya mau wawancara gitu. Hebatnya ya semua pertanyaan yang Fiska kasih berbobot semua. Gue sampai kaget lho, Ta. Anak seni musik seperti Fiska punya pemikiran dan pandangan cukup luas soal dunia ekonomi.

Bang Reza

Mau gimana lagi, aslinya Fiska memang perempuan cerdas. Dia pernah rangking pertama saat SMA dulu, hanya saya semakin menurun ketika dia mulai menemukan asiknya berhubungan dengan lelaki.

Terus?

— Tata

Ya gue jawab semampu guelah. Cuma yang bikin gue risi itu, anak-anak kelas nge cie-cie in gue nih. Gimana dong? Kalo pacar gue tahu bisa berabe nih. Tahunya di kampus gue deketnya cuma sama lo doang. Oh iya Ta. Om gue katanya mau ikut acara nginep di villa kita. Dia boleh ikut gabung kan? Anak-anak pada setuju karena biaya sewa villa dan makanan ditanggung sama om gue.

— Bang Reza

Siapa om elo?

Cukup lama sebelum Bang Reza membalas.

Beeep beeep.

Ponselku bergetar.

Om gue namanya Aksara Dewa. Katanya dia kenal elo jadi gue ngizinin buat dia ikut.

— Bang Reza

Baiklah, ini bencana.

Aksara DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang