Lima : Bang Reza

9.2K 445 16
                                    

Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Kejadian mana lagi, sih? Sejak Bima selalu datang ke rumahku untuk menghabiskan uangnya.

Tapi saat ini aku sudah boleh masuk kampus. Goodbye, Bimo. Di kampus aku bisa menghindari dia. Aku bisa saja beralasan sibuk dengan tugas kampus padahal malamnya aku main ke pemandian air panas sama Kenta. Tunggu. Kurasa itu ide yang cukup menarik. Sip, aku akan pergi ke pemandian air panas.

Di mana ada Kenta di situ ada aku tidak berlaku bagi kami berdua. Kami memang sahabatan, tapi tak harus ke mana-mana berdua. Aku punya teman lain bernama Rina, atau lahan curhat seperti Bang Reza. Cuma teman biasa. Masalah yang dicurhatkan pun gak seserius tentang masalah pribadi. "Ke mana aja lo baru nongol."

Hari ini Bang Reza mengajakku ke kantin. Teman-temannya lagi pada sibuk bikin tugas film katanya, so, daripada makan sendiri dia lebih memilih mengajakku. "Masa lo gak tahu sih gue gak masuk gara-gara sakit?"

"Gara-gara sakit?" tanyanya sambil mengernyit bingung. "Bukan gara-gara dipukulin Fiska sampai bonyok?" lanjutnya sambil tertawa.

"Gak lucu."

"Eh tapi serius lho, kejadian pas lo dikeroyok sama tuh cabe viral di kampus kita. Apalagi aksi heroik sahabat lo si Kenta ajib bener. Bahkan sampai sekarang kasus lo masih dibicarakan hampir di semua fakultas kampus kita."

Tanganku mengambang, gak jadi memasukkan nasi goreng ke dalam mulutku. Sepertinya satu minggu aku diam di rumah membuatku melewatkan kejadian seru-maksudku kejadian penting di kampus ini.

"Maksud lo? Gue gak tahu apa-apa nih."

Sebelum menjawab pertanyaanku, Bang Reza ngobrol sebentar dengan pacarnya di telepon. Dia sempat menyinggung soal diriku yang sedang makan bersamanya di kantin. Hubungan Bang Reza dengan pacarnya sedikit aneh. I mean, pacarnya kok lempeng-lempeng aja pas tahu aku sering makan berdua dengan Bang Reza di kantin dulu? Mungkin mereka berdua sudah ada di tahap saling percaya kali ya.

"Jadi ...," katanya. Sebelum melanjutkan Bang Reza menciduk nasi goreng di depannya cukup banyak lalu dia masukkan ke dalam mulutnya. "sehari setelah lo berantem, itu artinya pas lo gak masuk kampus, Kenta melabrak Fiska di kelasnya. Waktu itu hujan, dosen lagi gak masuk, dan dengan entengnya Kenta menggiring Fiska gedung kosong. Saat perjalanan menuju gedung itu, Fiska sempat berontak. Jelas Fiska kalah, si Kenta 'kan atlit bultang. Kesal karena Kenta gak mau melepaskan Fiska, si Fiska ngamuk terus mukul Kenta hingga ... lo tahu pasti, hingga berantem dan jadi tontonan publik."

Kenta! Dia berbohong padaku! Meski sebagian ucapannya benar, tapi aku sama sekali tidak tahu soal perkelahian itu. "Terus kenapa sampai bisa jadi tontonan publik?"

Bang Reza tertawa. "Jelaslah. Mereka berkelahinya di tengah jalan dekat dengan lapangan basket. Di sana 'kan pusatnya semua fakultas kampus kita. Gue gak tahu sih siapa yang nyebarinnya, tapi saat itu, bukannya dilerai orang-orang malah sibuk koar-koar di grup angkatan bahwa Fiska lagi adu jontos sama sahabat lo."

"Terus?"

"Pas gue dateng ke TKP, si Fiska udah bonyok." Bang Reza ketawa lagi sambil menatapku lekat. "Aksi heroik yang gue maksud adalah, di akhir perkalihan-actually gue orang yang menahan Kenta-dia bilang gini. Gue orangnya simple. Jangankan elo, semua orang di sini pun gue banting jika mereka berani-beraninya membuat sahabat gue menderita hanya karena masalah sepele."

Kalimat terakhir Bang Reza membuat suasana di dalam hatiku yang selama ini redup, entah kenapa terasa bisa menghangat kembali. Kenta, dia berbuat sejauh itu demi diriku? Kurasa, aku akan memeluknya jika ketemu dia nanti.

"Makasih Bang sudah kasih tahu kejadian itu sama gue."

"Gak masalah. Sebentar, om gue nelepon."

Sudut mataku melihat nama Om Aksara di layar ponsel bang Reza. "Bang itu-"

"Halo om, ada apa?"

Nanti malem update lagi. Sehari dua kali kalo lagi niat hehe.

Aksara DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang