e.n.a.m

4.4K 211 0
                                    

At Adisutjipto International Airport

Finally, gue bisa kembali ke rumah. Udah kangen banget sama ayah, ibu dan kak Ray.

Gue membiarkan Andra keluar terlebih dahulu dengan alasan gue ingin melihat si pilotnya dulu. Kebiasaan gue tidak pernah berubah dan untungnya Andra sangat mengerti. Dulu waktu SMP, gue pengen banget jadi pilot. Tapi apa daya, penempatan jurusan gue IPS. Jadi, yaudah deh.

Saat gue lihat pesawat hampir kosong dari penumpang, gue berjalan keluar. Dan gue lihat didepan masih ada Andra. Dia nunggu gue ternyata.

Bruggh

"Ehh, sorry sorry mas." Ujar pramugari yang tadi gue lihat menggoda Andra. Ah gila sih.

"Eh iya. Hati-hati." Andra langsung melepas pegangannya.

"Permisi." Ucap gue datar dan langsung turun. Gue melupakan niat gue untuk melihat si pilot dan langsung pergi.

"Ray." Panggil Andra tapi tidak gue respon.

"Raya."

"Raya Tatiana Revsa." ah, kenapa harus manggil nama lengkah gue sih.

"Apa?"

"Jangan tinggalin aku. Aku gak tau harus kemana."

"Pergi aja sana sama pramugari yang tadi."

"Kamu cemburu?"

"Menurut ngana?"

"Maaf ya sayang. Yuk sekarang kita berangkat."

"Dari sini naik apa?" Tanya Andra saat sudah berada di luar bandara.

"Mau jalan kaki juga oke."

"Kamu serius?" Tanyanya bingung.

"Rumah aku gak lebih dari 2 kilo soalnya. Nanggung. Barang bawaan kita juga gak banyak kan?"

"Engga sih. Cuma ransel ini aja." Percayalah, kami hanya membawa pakaian didalam tas carrier milik gue dan Andra yang beratnya kurang lebih setara dengan si bundar berwana hijau penghasil api teman ibu di dapur.

"Okedeh. Tapi kita lewat mana?"

"Mau lewat jalan utama atau motong lewat pinggir runway?"

"Ha? Pinggir runway?"

"Hm gak pinggir runway banget sih. Ikutin rel kereta ini aja. Jalannya juga lebih adem."

"Yaudah. Yuk jalan."

Akhirnya kami pun berjalan, ya walaupun banyak bapak TNI yang menjaga di gerbang, kita lewat aja. Gak lupa permisi dulu hehe. 15 menit perjalanan, kami hampir sampai ke rumah gue. Tinggal menyebaring rel lalu ada lapangan tenis dan rumah gue tepat didepan lapangan.

"Tatiana." Wah kayak kenal nih suara.

"Tatiana kan?" Tanya seorang pria dengan seragam khas TNI AU lengkap yang berada di pos penjagaan.

"Mas Dirga?" Ujar gue dan berjalan ke arahnya.

"Iya. Kamu kemana aja?"

"Kuliah di luar kota."

"Kok gak ngabarin?"

"Mas sibuk pendidikan sih."

"Oiya, ini siapa?" Tanya mas Dirga melihat Andra yang berada di sebelah gue.

"Kenalin, ini Andra. Suami aku." Andra pun menjabat tangan mas Dirga.

"Kok gak ada kabar apa-apa soal pernikahan kalian?"

"Cuma keluarga aja mas."

"Ini jalan dari bandara?"

"Iya mas. Kata Raya nanggung kalo naik kendaraan." Ucap Andra.

"Kebiasaan kamu gak pernah berubah."

"Kebiasaan apa mas?" Tanya Andra. Lagi.

"Dia tuh sering bolak balik bandara. Kadang cuma ke ujung runway. Main-main aja paling. Gabut kalo istilah sekarang." Jelas mas Dirga. Ya memang benar, gue sering kesana. Karena disana gue bebas untuk meluapkan emosi gue dan semuanya. Gak akan ada yang protes karena disana benar-benar sepi dan banyak pesawat landing, jadi gak kedengaran juga suara gue.

"Oalah." Respon Andra.

"Kerja dimana, Ndra?" Tanya mas Dirga.

"Di polda, mas."

"Daerah kuliahnya Tatiana?" Andra mengangguk sebagai jawaban.

"Yaudah mas, aku pulang dulu ya."

"Oke. Hati-hati salam buat ibu sama ayah."

Kami pun melanjutkan perjalanan, tidak sampai 5 menit kini gue dan Andra sudah berada didepan rumah. Perasaan takut gue mulai menghinggapi, tapi Andra berusaha menangkan dengan menggenggam erat tangan gue.

Tok tokk tokk

Holla

Tengkyu readers yang sudah mau meluangkan waktunya membaca cerita ini.

Kritik dan saran kalian yaaa kutunggu💙

AndrayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang