zeventien

3.2K 522 15
                                    


13 Agustus 2018

Jaemin sedaritadi hanya berdiam diri di kamarnya. Ingatan mengenai detik-detik saat ia mendengar kabar bahwa orangtuanya meninggal membuatnya ingin memukul siapa saja yang berdiri di dekatnya.

Dia benci perasaan menyesal ini.

Rasa saat kau terlalu sering mengabaikan kedua orangtuamu tanpa ingin tahu bagaimana kabar mereka meski mereka juga tak mau tahu kabarmu.

Namun Jaemin menyesal. Seharusnya dia tak perlu mementingkan egonya.

Seandainya Jaemin lebih dekat dengan orangtuanya dan tidak mengharapkan timbal balik dari mereka, akankah semuanya berubah?

Apabila Jaemin sedikit peduli dengan mereka, apakah orangtuanya akan mempedulikannya juga seperti yang dia lakukan?

Namun sedetik kemudian dia tersadar.

Tentu saja tidak.

Jangan konyol. Selama ini mereka hidupㅡsangatㅡbaik-baik saja tanpanya. Bahkan mereka sekarang meninggalkan Jaemin seorang diri.

Lagi, semua orang meninggalkannya.

Rasanya Jaemin selalu melihat sosok kedua orangtuanya setiap melihat Airin. Dia membenci tatapan melas gadis itu.

Apalagi saat gadis itu menangis. Mengingatkannya saat-saat ketika tetangganya berlarian membawa kabar buruk kepadanya dengan tangis deras mengalir di wajahnya.

Sial. Jaemin jadi mengingat hari itu lagi. Dan hari itu adalah hari ini. Tepat saat ulang tahunnya, semua adalah titik pusat kehancuran hidupnya.

Setiap Jaemin melihat Airin, dia tak melirik, melempar senyuman, apalagi menyapa. Tapi bukan berarti dia tak mengenalnya lagi ataupun acuh kepadanya.

Hanya saja, dia lelah.

Terkadang dia bingung, apa untungnya dia melukai Airin?

Namun percayalah, itu memberikan sedikit kesenangan saat melihat seorang perempuan yang begitu haus akan sentuhannya saat kebutuhan biologisnya tak terpenuhi.

Tapi tetap saja, rasanya menyakitkan setiap kali melihat Airin menangis di hadapannya.

Rasa sesak memenuhi dadanya, seperti belati yang menancap di hatinya. Begitu menyakitkan.

Sayangnya, Jaemin tetap takkan melepas Airin hanya dengan alasan kasihan.

Hanya saja, karena hari ini ulang tahunnya, Jaemin mungkin akan mulai bersikap lembut pada Airin.

Apalagi saat dia tahu kalau gadis itu kemarin khawatir kepadanya.

Hati Jaemin tersentuh.

Dia meleleh.

Apalagi saat dia tahu kalau detak jantung Airin sama kencangnya dengan miliknya.

Jadi Jaemin tak hanya merasakannya sendiri, huh?

Dia senang.

Hatinya berdesir saat memikirkan wajah Airin yang terlintas di pikirannya. Ia bangkit berdiri dan membuka pintu.

Tanpa disengaja, Airin ternyata sedang lewat di depan kamarnya.

Apa ini?

Gadis itu nampak sangat mengkhawatirkannya. Padahal dia hanya sehari tak keluar dari kamar.

Jaemin menarik sudut bibirnya membentuk lengkungan manis. Senyuman tulus pertama yang Airin dapatkan selama 2 bulan bersama Jaemin.

❝J-jaemin, kamu laper?❞

Jaemin menggeleng dan berkata, ❝Hari ini aku ulang tahun.❞

Entah mengapa, dia ingin Airin tahu akan hari kelahirannya. Meski sakit rasanya kalau di ingat-ingat. Karena saat hari ulang tahunnya, kedua orangtuanya meninggal.

Jaemin menginginkan perubahan.

Dia ingin dicintai dan mencintai.

Biarkan dia melupakan obsesinya terhadap Airin sejenak.

Setidaknya untuk hari ini, dia mau Airin mengkhawatirkannya, mempedulikannya, mencintainya seperti yang dulu orangtuanya belum pernah lakukan padanya.

Cukup itu saja, karena itu akan menjadi kado terindah baginya.

❝O-oh ya?❞ Airin terkejut sekaligus bingung harus menanggapi bagaimana.

Jaemin mengangguk. ❝Siap-siap.❞ ucapnya membuat Airin tambah terkejut.

Kernyitan di dahinya semakin bertambah. ❝M-maksudnya?❞

Kalau Jaemin yang kemarin mungkin akan langsung emosi dan mengancam Airin, tapi hari ini, Jaemin justru tersenyum lagi.

❝Aku mau ajak kamu pergi. Kamu udah lama gak keluar rumah, kan?❞

Sekali lagi, Jaemin sukses membuat Airin terkejut.






OBSESSION.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang