PresentMalam itu hujan turun sangat deras, angin bertiup kencang menghembus dedaunan di tanah dan membuat pohon-pohon menggugurkan daunnya.
Di dalam rumah itu. Tinggal lah Airin dan Jaemin. Muda mudi yang tak seorangpun tahu apa status keduanya sampai tinggal bersama tanpa kedua orangtuanya dan tak pernah kelihatan keluar dari rumahnya sekalipun.
Dengan histeris, Airin meneriakki Jaemin dengan tangannya yang terkepal. ❝PERGI! PERGI!!!❞ jeritnya saat Jaemin menggagalkan aksinya.
Jaemin menendang kursi yang Airin naiki dan melepas tali yang digantung di langit-langit.
Airin jatuh tersungkur dengan sudut bibirnya yang berdarah karena terantuk kursi saat terjatuh.
Bibirnya bergetar, rasa anyir dan amis memenuhi indra perasanya. Lagi dan lagi aksi bunuh dirinya digagalkan oleh Jaemin.
Apa yang sebenarnya pria itu inginkan darinya?
Kematiannya 'kah? Kalau begitu, bukankah dengan matinya Airin semuanya selesai?
Tidak.
Jaemin ingin bermain sesuai caranya. Hanya dia yang boleh melukai gadis itu. Bukan yang lain.
❝Jangan gila.❞ ucap Jaemin menyingkirkan pisau dapur yang ada di lantai dengan tangannya.
Airin mengangkat sudut bibirnya dan menatap Jaemin nyalang. Dia tidak gila. Setidaknya belum.
❝Kenapa kamu gini? Bukannya kalau aku mati kamu bakalan senang?❞
Jaemin tertawa kencang. Si jahat merasa gembira saat mangsanya tahu apa yang menjadi kesenangannya. Tapi ia tak mau bermain dengan cara kotor.
❝No. Aku lebih senang kalau kamu mati dengan caraku sendiri.❞
Tangan Jaemin bergerak menyentuh wajah Airin. Dia berlutut di depan gadis itu. Wajahnya bergerak maju dan bibirnya menyentuh bibir manis Airin. Melumatnya dengan perlahan namun akhirnya memaksa lidahnya masuk ke dalam, meminta akses lebih.
Airin menangis dan meringis kesakitan. Dia memukul dada Jaemin, namun pria itu tetap saja tak mau menjauh.
Sampai kapan dia harus bertahan atas segala penderitaannya?
Si jahat ternyata masih ingin mempermainkan mangsanya. Sebelum akhirnya dia akan mengoyak tubuhnya dengan cara yang sadis.
Obsesinya yang begitu besar membuat hidupnya hancur dan jatuh ke dalam depresi. Yang akhirnya mengakibatkan Airin ikut terlarut dalam obsesinya dan menjadi penyebab penyakitnya.
Jaemin sakit, begitu juga Airin. Keduanya tak jauh berbeda karena mereka saling menyakiti.
Menurut Airin, melukai Jaemin adalah kesenangannya. Dan melihat Airin yang melukai tubuh indahnya adalah euphorianya.
Malam itu, darah menetes lagi membasahi seprai putih. Dan dosa pun terjadi lagi.
Tanpa Airin sadari, dia sebenarnya sudah terjebak dalam kungkungan si jahat. Dia mungkin akan mati layaknya kehabisan oksigen kalau suatu saat mencoba untuk lepas dari sumber kehidupannya.
Keduanya begitu rumit. Mereka jatuh ke dalam dosa yang sama dan menikmatinya juga secara bersama-sama.
Tapi salah satu dari mereka tak ingin mengakui perasaannya dan maut sudah berada di dekat mereka, tinggal menembakkan anak panahnya pada siapa dari mereka yang sedang tidak beruntung.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION.
Short Story[ON HOLD] this is how obsession destroys love. 𝓳𝓲𝓶𝓭𝓸𝓸𝓷𝓰𝓲𝓮, 𝓮𝓼𝓽. '¹⁸