vijfentwintig

3K 374 18
                                    

❝Pegang tanganku,❞ kata Jaemin memecah keheningan selepas keluar dari mobil.

Airin melempar tatapan aneh. ❝Memangnya harus?❞

Jaemin mengangguk dan berniat menggenggam tangan Airin. Sebelum itu terjadi, Airin segera menjauh dan memasang wajah 'aku tidak mau'. ❝Tidak perlu. Lagipula aku tidak akan kabur lagi.❞

Jaemin menghela nafas, berusaha meredakan emosi karena Airin sangat sulit untuk diatur.

❝Nanti kamu hilang. Sudahlah, pegang saja tanganku.❞

Alasan Jaemin yang kurang masuk akal membuat Airin semakin bingung. Mana mungkin dia bisa hilang? Airin sudah besar, dia bukan anak kecil lagi yang harus digandeng.

❝Tidak,❞ tolaknya.

Jaemin menatapnya heran setengah tidak percaya karena ternyata kepala Airin sekeras batu. ❝Apa susahnya bergandengan tangan? Aku hanya ingin menggenggam tanganmu, apa alasan itu kurang jelas?❞

Pada akhirnya, Airin mengiyakan permintaan Jaemin dan membiarkan tangannya digenggam erat oleh Jaemin.

Rasanya sangat aneh bergenggaman tangan dengan orang yang menyiksanya selama ini. Apalagi semua ini Airin lakukan tanpa tuntutan ataupun paksaan dari Jaemin. Hanya dengan mendengarkan alasan sederhana Jaemin, Airin tidak mau ambil pusing lagi selain menyetujui ajakannya.

Jantungnya berdegup kencang, begitu juga dengan Jaemin. Sudah lama sekali Jaemin tidak merasakan yang seperti ini. Terakhir kali jantungnya berpacu cepat sepertinya saat dia pertama kali bertemu dengan Hae.

❝Airin,❞ panggil Jaemin.

❝Apa?❞

Jaemin menatap Airin dengan penuh kesungguhan. Rautnya sangat tidak terbaca. ❝Ayo berjanji jangan pernah meninggalkanku lagi.❞

OBSESSION.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang