10 Juni 2018❝Kamu Jaemin?❞ suara gadis itu memasuki indra pendengarannya. Lantas, ia menoleh ke belakang dan mendapati Airin yang di kuncir kuda dibalut dengan crop top dan hotpants serta jaket denimnya.
Jaemin menghela nafasnya sesaat. Pikirannya berkeliaran menuju mimpinya beberapa hari yang lalu.
Gadis itu masih suka menguncir rambutnya yang panjang dan lurus dengan jepitan yang lucu. Dia bahkan ingat kebiasaan gadis itu yang tidak bisa hidup tanpa karet rambut.
Tapi mengapa Airin tidak bisa mengingatnya barang sedetikpun? Apa begitu sulit mengingatnya? Atau apakah dengan keberadaannya, Airin justru takut kembali mengingat masa lalu yang menyakitkan?
Otaknya sedang waras, maka dari itu dia berusaha mengendalikan dirinya supaya tidak lepas kendali nantinya ketika berbicara dengan Airin.
Jaemin mengangguk sambil menatap Airin yang duduk di hadapannya dengan tajam. Entahlah, dia ingin membuat Airin merasa terintimidasi hanya melalui tatapannya.
Supaya kelak gadis itu penurut dan tidak membangkang. Jadi Airin tahu siapa sosok yang harus ia taati dan turuti.
❝Mau pesan apa?❞ tanya Jaemin sembari melihat buku menu.
Dia melirik Airin, ❝Samain aja.❞ balasnya dan Jaemin mengangguk sambil memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka.
❝Jadi ada apa? Aku ga punya waktu banyak.❞ gadis itu menatapnya angkuh, terkesan sama kuatnya dengan Jaemin dan tak mau direndahkan.
Jaemin mendecih, masih sama seperti dulu. Tak banyak yang berubah, bahkan sejak kecil gadis di hadapannya ini sudah bisa bersikap dewasa.
Hari ini mungkin akan menjadi obrolan terlama dirinya dengan Airin.
❝Kenapa buru-buru? Just take it slow.❞ ujar Jaemin sambil mengulas senyum.
Sebenarnya hati Airin menghangat melihat senyuman Jaemin. Namun ketakutannya lebih besar. Dia takut. Terlebih, Jaemin ternyata pria yang selama ini menguntitnya.
Kring!
Bel dibunyikan oleh pelayan, tanda kalau pesanan mereka sudah siap. Jaemin segera beranjak berdiri, tapi Airin menahan tangannya.
❝Jangan, aku aja.❞
Jaemin melirik tangannya yang dipegang Airin, kemudian tersenyum lagi, tepatnya tersenyum smirk. ❝No need. Cukup duduk manis, okay?❞
Karena sebentar lagi dia akan melancarkan rencananya. Jadi gadis itu cukup duduk diam dan melakukan semuanya sesuai kehendaknya.
Tapi sayangnya, keduanya sama-sama licik. Airin menatap kepergian Jaemin, tak lama kemudian, ia menyalakan ponselnya dan menekan fitur GPS. Dia mengirimkan lokasinya pada Mark.
Tepat pukul 5 nanti atau 30 menit lagi, Mark akan datang sesuai rencananya untuk mengantisipasi kalau Jaemin akan melukainya.
Hal ini pun sebenarnya juga disarankan oleh Mark. Bukan idenya sepenuhnya.
Jaemin melirik ke belakang dan menatap Airin yang sedang menggigiti bibir bawahnyaㅡpasti gadis itu merasa gugup atau mungkin takutㅡsambil meremas jaketnya.
Dengan cekatan, ia segera mengeluarkan plastik kecil berisi serbuk putih dan memasukkannya ke dalam minuman milik Airin.
Berhasil.
Dengan langkah ringan, ia membawa kedua minuman itu dan kembali ke tempat duduknya.
Senyuman lebar melekat pada wajahnya. ❝Buat kamu.❞ ucapnya sambil meletakkan minuman untuk Airin.
Gadis itu menatap tajam Jaemin dan minumannya secara bergantian.
Seolah-olah tahu apa yang ingin diutarakan gadis itu, Jaemin berkata, ❝It's save. Kenapa kamu takut banget?❞ katanya sambil terkekeh.
Airin mendengus pelan sembari meminum Milkshake miliknya meski sebenarnya tiba-tiba kepalanya sedikit pusing. Mungkin karena terlalu dingin.
❝Aman, kan?❞ tanya Jaemin dan dia mengangguk.
❝Kamu mau ngomong apa?❞
❝Hemm... honestly, there's nothing special to talk.❞ balasnya membuat Airin menatapnya kesal. Dia melirik jam tangannya, pukul 5.15 dan 15 menit lagi Mark akan segera tiba.
❝Kamu buang waktu.❞ Airin bangkit berdiri, ingin segera keluar dari kafe itu. Setidaknya dia ingin Jaemin segera pergi dari hadapannya.
Jaemin mencekal tangannya dan menatap gadis itu tajam. ❝Duduk.❞ titahnya.
Nyalinya mendadak menciut saat merasakan betapa dingin tatapan Jaemin padanya.
Benci.
Dia sangat membenci Jaemin. Padahal ini kali pertamanya mereka bertemu.
Airin benci tatapan menusuk yang pria itu berikan padanya saat gadis itu berusaha pergi.
Namun hatinya berdesir saat tatapan Jaemin melembut.
❝You have nothing to say, right? Lebih baik aku pergi.❞
Jaemin mendengus pelan, mencemoohnya. ❝Ga usah sok sibuk. Just shut your fucking mouth and enjoy your drink while you can.❞
Airin tertegun dan meremas jaketnya. Dia benci ditindas. Dia benci diperlakukan seperti gadis lemah. Dia punya hak untuk menolak Jaemin.
❝Sebenernya mau kamu apa? Aku muak.❞
❝Kamu selalu ngikutin aku. Iya, kan?❞ tanyanya dengan menaikkan salah satu alisnya.
Dia pikir Jaemin akan terkejut dengan ucapannya. Tapi tidak.
Jaemin justru tertawa dan menggelengkan kepalanya, tak habis pikir. ❝Otakmu sempit sekali. Aku ga pernah mengikutimu.❞ elaknya.
Airin menatap Jaemin jengah. ❝Jangan bohong. Malam itu, kamu kan yang nolong aku? Tapi kamu malah membunuh.❞
Jaemin tergelak dan menatap Airin dengan tatapan selidik. Darimana gadis itu tahu?
Jawabannya pasti hanya satu.
Yaitu Mark Lee.
Dengan segera, Jaemin mengeluarkan suntikan yang berisi obat bius dan menancapkannya di paha Airin.
Gadis itu membelalak, tidak! Ini tidak boleh terjadi! Dia harus pergi. Namun sayangnya, dunia mendadak berputar dan dalam sekejap, penglihatannya menggelap.
Bagus. Sekarang langkah terakhir yang perlu ia lakukan adalah membawa gadis itu ke apartementnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION.
Nouvelles[ON HOLD] this is how obsession destroys love. 𝓳𝓲𝓶𝓭𝓸𝓸𝓷𝓰𝓲𝓮, 𝓮𝓼𝓽. '¹⁸