Bagian 6

165 11 0
                                    

Gege menuruni anak tangga dengan cepat, hampir sampai di anak tangga terakhir langkah nya mendadak memelan ketika melihat seseorang yang tak jauh dari hadapan nya. Ia menghampiri bunda nya yang sedang berada di dapur.

"dia siapa bun?" bisik gege dengan pandangan nya masih menatap kearah ruang tamu.

"dia itu temen nya om kamu, namanya mbah jaja"

Gege mengerutkan dahinya bingung, "kenapa kemari?" sambil menatap 3 orang yang sedang berbincang – bincang di ruang tamu.

"udah ayo kesana, nanti kamu juga tau" ajak sagita-- bundanya. Gege menurut dan mengikuti bunda nya dari belakang.

"maaf lama, tadi gege nya lagi tidur" sambung bunda.

Gege tersenyum kecut dan menempatkan dirinya disamping sang bunda. Dan lebih tepatnya didepan orang tersebut, mbah jaja.

"ini kak, dia temen om. Namanya mba---"

"iya udah tau, mbah jaja kan namanya" sahut gege dingin.

"kak, gaboleh ngepotong pembicaraan orang. Itu om kamu belum selesai ngomong, kebiasaan deh" balas surya-- ayah gege.

Gege menghembuskan nafas kesal dan membuang tatapan nya ke arah lain. Gege sudah sangat paham dengan situasi seperti ini dan sangat mengerti apa yang bakalan terjadi nantinya.

"oh bagus kalau udah tau nama mbah" ujar mbah jaja.

"tadi ayah kamu udah cerita semuanya, boleh mbah periksa tangan kamu?" sambungnya.

"gaboleh, bukan mukhrim" singkat gege ketus. Balasan gege, membuat seisi diruang tamu bungkam.

"ge, mbah cuma mau periksa doang,"

"sebentar aja ya ge?" bujuk bunda meminta.

"gege gak sakit bun, ngapain juga diperiksa" balas gege dengan nada kesal.

"kak, kamu jangan kayak gitu. Sebentar aja, ini juga buat kebaikan kamu" sambung ayah. Dengan terpaksa gege mengikutinya dan mengulurkan tangan nya kedepan lebih tepatnya ke arah mbah jaja. Tadi apa kata ayah? Kebaikan, denger nya aja serasa ingin tertawa keras.

"baik – baik aja ini mah, gapapa kok. Cuma pasti tadi gege ngerasa kayak kesetrum gitu ya?" tanya nya. Ha?! apaan dia bilang? Boleh ketawa gak sih? Boro – boro kesetrum, ngerasa apa – apa juga enggak. Malah ngerasa, kalau diri nya-- mbah jaja yang aneh.

"eggh, engg – eh iya sedikit" bohong gege.

"iya tadi mbah juga ngerasa. Soalnya udah sering yang diperiksa kayak gitu,"

"hampir semua yang ketemu sama mbah pasti selalu ngerasa seperti itu" mbah jaja menjelaskan.

"tapi bisa kan mbah?" tanya bunda.

"bisa kok, tergantung dari dirinya sendiri" balas mbah jaja.

"ge, kamu mau kan di---"

"aku izin ke toilet dulu" ujar gege dengan cepat meninggalkan ruang tamu.

*****

"bisa banget ya alesan nya ke toilet, padahal lagi asik – asikan mainin hp" cibir seseorang dari arah pintu.

Gege yang mendengar suara tersebut, lantas menolehkan pandangannya ke arah pintu. Dirasa tidak ada yang penting, pandangan gege kembali layar hp.

"cang kacang, kacang mahal!" cibirnya kembali.

"kenapa sih na?" tanya gege dengan pelan. Ia tidak ingin sampai orang-orang yang sedang berada dibawah mendengar apa yang dirinya lakukan dengan sang adik.

"lo lah yang kenapa, udah tau ada yang mau bantuin tapi malah sok – sokan gamau,"

"nggak tau diuntung lo" sambung nana ketus.

Gege memejamkan matanya ketika perkataan nana barusan mengenai hati nya. Sakit, ketika medengar kata-kata yang tak seharusnya ia dengar dari bibir adik nya sendiri.

"lo gak tau na" balas gege gemetar.

"iya gua emang gatau, tapi kan seengaknya gua baik ngasih tau ke lo!"

"kenapa sih gua harus punya kakak kayak lo! kenapa nggak cuma gua sama a---"

"CUKUP NA, CUKUP!"

Nana menghentikan ucapan nya ketika mendengar suara gege mengeras dengan nada bergetar. Ia sedikit tersentak ketika pertama kali nya mendengar gege berucap keras, pasalnya selama ini gege hanya diam dan bersabar ketika menghadapi nya.

"gua gak minta buat dikasih tau lo, gua juga gak minta buat lo urusin urusan gua. Kita punya urusan masing-masing, jadi gua mohon gausah ikut campur apapun."

"lo bisa tanya ke bunda kenapa lo harus punya kakak seperti gua, kalau pun gua mau juga nggak akan mau buat jadi seorang kakak" balas gege pelan membuat nana geram, mendengar balasan dari sang kakak yang kembali bersabar membuat dirinya menjadi panas.

"tau ah, lama – lama ngomong sama lo bisa jadi gak waras gua. Liat aja nanti juga nyesel lo" ketus nana.

"kita liat aja nanti siapa yang nyesel. Udah gada yang penting kan. Gua rasa lo ngerti apa maksud gua" desis gege menyindir.

"tanpa lo suruh gua juga bakalan pergi!"

"bagus kalau gitu"

Dengan amarah yang terpendam, nana memegang erat gagang pintu dan menghembuskan nafas. Dengan sekali tarikan, suara pintu tertutup dengan kencang. Tapi sebelum pintu kamarnya tertutup gege mendengar cibiran sang adik yang terdengar ditelinga nya. Gege membalikan badan nya menjadi telentang, dan menatap langit kamar nya.

Apa selama ini orang – orang menganggapnya seperti apa yang sering adik nya ucapkan? Tapi kenapa? Tanpa bisa ditahan gege menumpahkan air matanya. Apa yang salah sama dirinya selama ini. Dia juga gepernah minta buat jadi seperti ini.

*****

"kakak kamu mana?"

Nana menghentikan langkahnya, "gatau dan gamau tau juga ada dimana"

"kok kamu ngomongnya gitu sih na?" tanya bunda bingung.

"terus aku harus ngomong gimana bunda?"

"kamu kenapa sih na?"

Nana terkekeh, "bunda gak salah nanya ke aku?" nunjuk dirinya.

Bunda mengerutkan dahi bingung, "salah apa sih? Kamu aneh deh, bikin bunda bingung"

"ada apa sih memang nya?"

"bukan seharusnya kak gege yang pantes bunda bilang kayak gitu, dibandingkan dengan aku" sagita mematung ditempat ketika mendengar nya. Ia hanya bisa memandangi tubuh nana yang mulai menghilang memasuki kamar nya.

Apa maksud nana tadi?

Rahasia Gemini (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang