5: Kencan ke-2?

600 77 4
                                    

"Qi, kemarin malam kau pergi dan lupa membawa ponselmu, ya?" Tanya Aurora, yang kemudian melahap makaroni panggang miliknya. Saat ini aku, dia dan Lyra sedang makan siang di kantin.

Aku yang baru saja melihat sesuatu di ponselku, segera mendongak ke arahnya. "Oh, kau menelfonku ya? Maaf aku benar-benar melupakannya kemarin." Balasku sambil tertawa kikuk.

"Jadi, karena pergi berkencan dengan seorang pria kau jadi melupakan benda itu, eh?" Ujar Aurora lagi.

Kali ini perkataannya itu kontan membuat diriku yang sedang minum tersedak. "Dari mana kau tau itu, eh?" Tanyaku, sambil perlahan menepuk-nepuk dadaku.

"Adikmu. Dia yang mengangkat telfon, dan dia bilang kalau kau sedang pergi berkencan."

"Dasar anak itu." Gumamku.

"Jadi siapa pria itu? Apa dia tampan?" Ucap Aurora lagi, dengan nada penasarannya.

Menatapnya, aku tersenyum kecil kepadanya. "Bukan siapa-siapa."

"Jadi, kau mulai berkencan dengan pria, eh?" Tanya Lyra dengan jahil, sambil menyikut lenganku.

"Hey, memangnya kau pikir aku tidak suka pria. Aku ini wanita normal, jadi jelas aku akan berkencan dengan pria." Jelasku, dan mereka berdua terkekeh geli. "Isshh...kenapa kita jadi membahas hal ini? Kalian berdua membuatku teringat dengan pria menyebalkan itu." Aku mendengus kesal.

"Pria menyebalkan? Harry maksudmu? Jadi kau berkencan dengan Harry?" Ucap Lyra, dan mataku langsung membulat sempurna.

Sial!

"Apa?! Kau berkencan dengan Harry?!" Aurora yang memekik, membuatku semakin merutuki diriku sendiri.

Sudah bisa dipastikan ada beberapa pasang mata yang memandangi kami saat ini, karena suara Aurora yang begitu keras tadi. Dan aku hanya bisa menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Aquila, kau serius ber—"

"Ok ok, nanti akan aku jelaskan. Tapi nanti. Sekarang aku ingin kalian untuk diam."

Lyra langsung berhenti berbicara, begitupun dengan Aurora yang baru membuka mulutnya langsung menutup kembali mulutnya rapat-rapat. Kemudian mereka berdua mengangguk mengerti.

Nah, setidaknya seperti ini lebih baik. Tapi masalah barunya adalah, aku tidak tau harus menjelaskan dari mana soal hal itu kepada mereka. Aku benar-benar tidak berniat untuk memberitahukan mereka soal kencan pura-pura itu. Karena memang menurutku mereka tidak harus tau soal hal itu.

**

Pulang kuliah, Aurora dan Lyra langsung memaksaku untuk menjelaskan semuanya. Akhirnya aku membawa mereka menuju tempat yang jauh dari kampus. Lebih tepatnya aku membawa mereka menuju rumahku. Sambil duduk melingkar di atas tempat tidurku, mereka berdua mendengarkan dan juga menatapku dengan begitu serius. Ketika mereka tau yang sebenarnya, ekspresi mereka kelihatan kecewa.

"Kenapa kalian tidak serius saja? Aku yakin kalian berdua akan sangat cocok." Ujar Aurora, membuatku geleng-geleng kepala, tidak setuju.

"Iya, Qi. Aurora benar, kalian berdua itu cocok. Sudah ada kemistri di antara kalian berdua."

Aku tergelak karena mendengar perkataan Lyra. "Apa yang kalian pikirkan sebenarnya? Aku dan Harry itu saling bermusuhan. Tidak akan mungkin cocok dan tidak akan mungkin ada kemistri di antara kami."

"Itu menurutmu, tapi kau tidak akan tau apa yang tuhan rencanakan untukmu. Mungkin saja dia benar-benar jodohmu." Lyra kembali berucap.

Aku kembali tergelak, sambil menatap wajah serius mereka secara bergantian. Ok, suasana mulai terkesan menyeramkan sekarang. Aku pun menghela nafasku panjang, "Baiklah jika itu menurut kalian. Tapi yang jelas aku tidak peduli." Lalu aku bangkit dari tempat tidur, dan melangkah menuju pintu.

"Hey, kau mau kemana?" Tanya Aurora.

Berdiri di depan pintu yang baru saja aku buka, lalu aku berbalik. "Aku mau ke bawah. Aku takut berada di dekat kalian. Kalian berdua itu menyeramkan." Balasku sambil bergidik ngeri kepada mereka, lalu dengan cepat melangkah keluar dari kamar untuk menghindar dari bantal yang akan mereka lemparkan kepadaku.

**

Keesokkan harinya, aku sampai di kampus sekitar pukul sembilan. Dengan perasaan tenang aku melangkah memasuki gedung fakultas. Hah...senang rasanya, ketika masuk ke dalam tidak ada lagi orang yang memandangiku dengan misterius dari kejauhan. Ya, seperti yang kalian tau, pria menyebalkan itu sedang di skorsing. Jadi mulai dari kemarin, hari ini, sampai beberapa hari kedepan aku tidak akan bertemu dengan dia.

"Louise!"

Kontan aku berhenti melangkah ketika mendengar suara itu. Berbalik, aku mendapati pria menyebalkan itu sedang melangkah menghampiriku. Kenapa tiba-tiba dia ada di sini?

"Kenapa kau bisa ada di sini? Oh, atau kau kesini hanya menjahiliku, iya?"

Harry terkekeh geli. Kemudian dia menujukkan beberapa lembar kertas ke arahku. "Kau lupa ya. Aku kan harus menyerahkan tugas hukumanku secara langsung kepada Mr. Becker. Dan aku kan juga sudah memaafkanmu malam itu, jadi mana mungkin aku akan menjahilimu lagi. Apa lagi kau itu teman kencanku." Ujarnya sambil tersenyum miring.

Aku pun bergidik ngeri sekaligus jijik ketika mendengar perkataannya dan juga melihat senyumannya itu. Karena aku tidak merasa punya urusan apapun lagi dengannya, aku memilih untuk langsung pergi meninggalkannya.

"Hey, tunggu dulu. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Harry menarik sebelah tanganku, yang membuatku kembali berbalik.

"Ada apa lagi? Urusan kita sudah selesai."

"Apa besok malam kau ada waktu?" Balasnya, yang justru balik bertanya.

Aku menghela nafasku panjang. "Acara apa lagi?"

"Hmm...jadi besok itu Gemma ulang tahun, dan Ibuku ingin membuat kejutan untuknya. Dan Ibu juga memintaku untuk mengajakmu."

"Itu benar-benar perkataan Ibumu atau kau hanya mengarang saja untuk mengerjaiku?" Tanyaku, sambil menatapnya penuh selidik.

Harry kembali terkekeh geli. "Kan sudah aku bilang, aku sudah memaafkanmu. Kau masih tidak percaya juga denganku?" Aku masih terus menatapnya dengan penuh selidik. "Bagaimana? Kau bisa atau tidak besok malam? Ibuku akan kecewa jika kau tidak bisa datang. Dia begitu mengharapkan kedatanganmu."

Menghela nafasku panjang, akhirnya dengan setengah hati aku mengiyakannya. "Baiklah iya." Balasku, dan Harry tampak tersenyum senang. "Tapi ingat, aku melakukan ini hanya untuk Ibumu, bukan dirimu."

"Iya." Ucapnya dengan sedikit penekanan. "Besok kau pulang jam berapa?" Lanjutnya.

"Kelas terakhirku selesai jam dua belas."

"Baiklah, besok selesai kelas langsung temui aku di parkiran. Bye." Ujarnya, sambil menepuk bahuku sesaat lalu melangkah pergi.

Setelah dia pergi, aku langsung mendengus kesal dan merutuki diriku sendiri. "Bodoh kau Qila. Kenapa kau melibatkan dirimu lagi dengannya."

***

Thank you so much for reading :)

EnemiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang