11: Ingatan Masa Lalu

412 37 4
                                    

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya kami sampai tepat di depan sekolah Libra.

"Nanti kau pulang jam berapa?" Tanyaku, tepat setelah memberhentikan mobil.

"Jam satu." Balasnya, sambil menoleh ke arahku.

"Baiklah, nanti aku akan menjemputmu. Jadi setelah keluar kelas tunggu aku di sini, jangan pergi kemana-kemana, ok?" Ucapku, dan dia merespon dengan memberikan tanda 'ok' dengan menggunakan jari-jarinya. "Alright. Well, have a nice day at school."

"Bye Qila." Ucapnya, yang kemudian membuka pintu mobil dan merangkak turun.

Setelah melihat dirinya yang sudah menghilang masuk ke dalam gedung sekolahnya, aku kembali merubah persneling dan melajukannya membelah jalan. Sebelum kembali ke rumah aku memutuskan untuk mampir ke Starbucks untuk membeli segelas ice coffee.

Di sana setelah memesan dan menunggu pesananku siap selama kurang lebih lima menit, aku kembali melangkahkan kakiku ke mobil. Baru aku membuka pintu mobil, tiba-tiba terdengar suara seseorang. "Hey, nona yang di sana!" Seruan itu membuatku berhenti sejenak sambil menoleh ke sisi kanan dan kiriku. "Ya, kau nona!" Merasa kalau diriku yang dipanggil, aku pun membalik tubuhku.

"Oh, hi Blake?" Sapaku, saat melihatnya yang hampir mendekatiku.

"Hi, Aquila. Well, aku yakin ini pasti milikmu." Dia memberikan sebuah dompet kecil berwarna merah ke hadapanku.

Melihat benda itu, buru-buru aku mengecek saku belakang celanaku yang memang keduanya ternyata kosong. "Oh iya, benar itu milikku." Ucapku, sambil tertawa kecil lalu mengambil dompet itu. "Well, thanks."

"Your welcome." Balasnya disertai senyuman.

"Jadi kau bekerja di sana?" Tanyaku, setelah melihat kembali seragam yang dia kenakan.

"Yeah. Kau tau kan, hidup di kota sebesar New York ini membutuhkan biaya lebih. Tidak mungkin jika aku hanya mengandalkan uang dari orang tuaku saja." Jelasnya, dan aku menganggukkan kepalaku sebagai respon. "Kau tidak ada kelas hari ini?" Tanya nya kemudian.

"Ya, hari ini aku libur. Dan aku baru saja mengantarkan adikku sekolah, jadi sekalian saja aku mampir." Balasku, dan kali ini dirinya yang mengangguk sebagai respon.

"Hmm...apa kau pernah berpikir kenapa kita selalu bertemu dengan kondisi seperti ini? Maksudku, kenapa kita selalu bertemu secara kebetulan seperti ini?"

Aku mengernyitkan kening. "Tidak. Memangnya kenapa?"

"Karena mungkin saja kita berjodoh, jadi selalu dipertemukan secara kebetulan." Ucapnya, dan aku terdiam sambil mengangkat sebelah alisku. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Tenang, aku hanya bercanda." Blake pun tertawa kecil. "Kalau begitu sampai jumpa lain waktu." Dan setelah itu dia melangkah pergi meninggalkanku.

Aku pun tertawa kecil setelah dia pergi. Tapi selang beberapa detik ketika aku baru ingin kembali membuka pintu mobil, suaranya kembali terdengar, yang membuatku kembali membalik tubuhku.

"Qila, bisa aku meminta nomor telpon mu?" Ucapnya sambil melangkah kembali menghampiriku dan mengarahkan ponselnya kepadaku. Aku terdiam sesaat sambil menatap ponselnya. "Hmm...hanya untuk sewaktu-waktu mungkin aku ingin mengobrol denganmu. Boleh?" Ucapnya lagi.

"Ok." Balasku sambil tersenyum kecil dan meraih ponselnya. Setelah itu ku kembalikan lagi ponsel miliknya itu.

"Well, thank you. And see you around." Blake tampak tersenyum cukup lebar dan dia kembali melangkah pergi meninggalkanku.

Masih berdiri di tempatku, aku masih melihat dirinya yang sesekali masih menoleh ke belakang. Ketika dia ingin masuk ke dalam Starbucks sekali lagi dia menatapku, dan sambil tersenyum dia sedikit melambai.

EnemiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang