18: Semuanya Menjadi Buruk

343 40 3
                                    

Setelah kejadian kemarin sore Libra terus saja mengurung dirinya di kamar. Dia sama sekali tidak memperbolehkan siapapun masuk ke kamarnya dengan mengunci pintu kamarnya. Dia hanya keluar kamar kalau ingin pergi ke toilet, minum dan juga pada saat makan malam. Alhasil aku sama sekali belum bicara dengannya. Walaupun pada saat makan malam kami duduk di satu meja makan yang sama, Libra memilih untuk bungkam seribu bahasa. Aku atau ibu mengajaknya bicara pun dia tidak merespon apapun. Setelah makan malam dia kembali ke kamarnya dan mengunci diri.

Jika Libra sudah marah seperti ini sulit bagiku dan juga ibu untuk membuatnya kembali seperti semula. Dibujuk dengan hal apapun yang dia sukai juga tidak akan bisa. Biasanya butuh waktu empat hari hingga akhirnya dia yang datang sendiri kepada kami untuk bicara. Tapi untuk kasus yang satu ini aku rasa akan butuh waktu lebih lama.

Pagi ini, masih sama seperti semalam Libra bungkam seribu bahasa selama sarapan. Dia sama sekali tidak membalas sapaanku dan ibu kepadanya. Ketika Harry datang dan kami siap untuk berangkat, Libra tidak berpamitan dengan ibu. Saat Harry menyapanya pun dia hanya tersenyum kecil.

"Libra masih marah?" Tanya Harry, ketika kami berjalan keluar dari rumah menyusul Libra yang sudah jalan lebih dulu.

"Iya. Inilah resikonya jika menyembunyikan informasi tentang Ayahnya sejak dia kecil."

"Tenang, aku akan coba untuk bicara dengannya."

"Tidak akan bisa, Harry. Aku dan Ibu sudah mencobanya sejak semalam, tapi dia tetap diam."

"Aku ahli dalam hal ini. Percaya padaku." Ucapnya, lalu mengedipkan sebelah matanya itu.

Aku tertawa kecil ketika melihatnya. "Baiklah, aku persilahkan kau untuk mencoba."

Sambil tersenyum lebar Harry memanggil Libra dan mulai sedikit berlari menghampirinya. Aku tidak tau apa yang akan pria itu lakukan, tapi dari jarak beberapa meter aku melihat Harry yang sedang mengajak Libra bicara. Sesekali Libra menoleh ke arahku yang masih berjalan perlahan menyusul mereka berdua.

Ketika aku sampai di hadapan mereka berdua secara mengejutkan Libra mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Aku menatapnya bingung, lalu menoleh ke arah Harry yang tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya.

"Qila, maafkan aku karena tidak mau mendengarkanmu dan Ibu." Akhirnya Libra mengeluarkan suaranya itu. Aku kembali menatapnya yang juga sedang menatapku ragu-ragu.

Tersenyum, aku pun membalas uluran tangannya itu. "Maafakan aku dan Ibu juga ya karena sudah membohongimu soal Ayah."

Libra mengangguk dan tersenyum kecil. Aku yang gemas langsung mencubit pipinya dan membawanya ke dalam pelukkanku. Libra pun membalas pelukkanku. Menoleh ke arah Harry, aku tersenyum dan menggumamkan terimakasih.

"Baiklah, ayo kita berangkat. Jika kau ingin dengar semua cerita tentang Ayah, akan aku ceritakan semuanya kepadamu selama di perjalanan." Ucapku, dan dengan begitu kami semua mulai melangkah masuk ke dalam mobil. Lalu Harry melajukannya membelah jalanan.

**

"Apa saja yang kau katakan kepada Libra tadi sehingga dia mau bicara lagi?" Tanyaku, ketika kami sudah sampai di kampus.

"Aku hanya membujuknya saja."

"Yakin hanya itu?"

"Iya. Kan sudah aku bilang, aku ahli dalam hal ini."

"Kalau begitu sekali lagi terimakasih." Ucapku, tapi Harry justru mengernyitkan keningnya. "Ada apa?" Tanyaku, menatapnya bingung.

"Hanya itu yang aku dapatkan darimu?"

Aku semakin bingung dibuatnya. "Memangnya apa lagi?"

Kemudian dia sedikit berdehem dan mendekatkan sebelah wajahnya ke dekatku. Aku masih menatapnya bingung. "I'll feel happier if I can get a kiss on my cheek." Aku terkekeh sambil memutar mataku darinya. "Qila, leherku sudah mulai pegal." Ucapnya, yang memang masih mendekatkan wajahnya ke dekatku.

EnemiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang