14: Canggung

425 42 3
                                    

JJam menunjukkan pukul 09.45 dan lima belas menit lagi kelas pertamaku hari ini akan dimulai, tapi aku masih memilih untuk berdiam diri di dalam mobil. Aku sudah sampai di kampus dari tiga puluh menit yang lalu, tapi sekali lagi sejak tadi aku memilih untuk berdiam diri di dalam mobil. Penasaran kenapa aku tetap berada di sini? Alasannya karena aku takut jika harus berpapasan dengan Harry. Aneh rasanya jika harus bertemu dengannya setelah pengakuannya kemarin, yang jujur masih aku ragukan keseriusannya.

Dan sekali lagi aku katakan aneh rasanya jika mengingat kejadian kemarin. Seperti yang kalian tau, Harry begitu membenciku sejak SMA dan sekarang secara mengejutkan dia justru mengatakan hal itu kepada orang yang dia benci. Untuk ketiga kalinya aku katakan, aneh bukan?

Menghela nafasku panjang, setelah menatap sesaat ke area lobby fakultasku akhirnya aku memilih untuk segera turun. Lagipula hanya tersisa sepuluh menit lagi sampai kelasku dimulai, dan aku tidak mau telat hanya karena berusaha menghindar dari Harry.

Melangkah turun sambil menggantungkan tote bag hitamku pada sebelah bahu, lalu setelah menutup pintu mobil dan menguncinya aku kembali menatap ke arah lobby, hanya untuk memastikan saja. Merasa tidak ada hal yang mengganggu sama sekali di sana, aku mulai melangkahkan kakiku.

Melewati lobby, aku menghela nafas lega karena sama sekali tidak melihat hal yang mengganggu. Berhenti di depan pintu lift, dan tak lama setelahnya pintu besi itu terbuka. Menunggu beberapa orang yang ada di dalamnya keluar, tanpa diduga aku berpapasan dengannya. Kontan tubuhku membeku ketika melihatnya balas menatapku dan berhenti di dekatku.

"Well, hi, Qila." Sapa Harry, dan ini pertamakalinya bagiku mendengar dia menyapaku yang disertai dengan senyuman di wajahnya, yang kali ini jujur kelihatan berbeda.

"Hmm...ya, hi." Balasku, sambil tersenyum simpul dan secara perlahan melangkah sedikit menjauh darinya untuk mendekati pintu lift, lalu dengan segera melangkah masuk.

Berdiri dipaling depan, dan karena pintu lift masih belum tertutup aku bisa melihat Harry yang masih berdiri di sana seraya menatap lurus ke arahku. Lalu ketika perlahan pintu bergeser menutup, dengan canggung dia kembali tersenyum.

"See you around, Qi." Ucapnya beberapa detik sebelum pintu tertutup.

Dan diriku hanya meresponnya dengan senyuman kecil, sampai akhirnya pintu bergeser menutup rapat. Aku menghembuskan nafasku panjang, merasa begitu lega. Sepertinya tanpa sadar tadi aku telah menahan nafasku cukup lama karena melihat dirinya di sana.

**

"Apa iya ada seseorang yang bisa jatuh cinta dengan orang yang begitu dia benci?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku. Lyra dan Aurora yang sedang makan tampak secara bersamaan berhenti mengunyah dan langsung menatapku lurus-lurus.

"Kau masih memikirkan hal yang terjadi kemarin, ya?" Tanya Lyra, yang langsung paham dengan pertanyaanku. Walaupun dia tidak tau kalau Harry kembali mengatakan hal itu secara empat mata kepadaku di parkiran, tapi sepertinya dia benar-benar menganggap apa yang Harry lakukan di lorong menuju kelas kemarin memang benar-benar serius.

Akupun hanya mengangkat bahu, merasa bingung sendiri dengan apa yang sebenarnya sedang aku pikirkan saat ini.

"Jika Harry memang serius menyatakan cintanya kepadamu, Qi, langsung saja terima. Dia itu pria yang tampan." Celetuk Aurora tiba-tiba.

"Tidak semudah itu menerima perasaan orang lain, Ra. Apalagi dia itu adalah musuh bebuyutanku sejak SMA."

"Tapi bukannya kalian berdua sudah berbaikan? Jadi lebih mudah untuk menerimanya, bukan?" Ucapnya lagi.

"Tetap saja hal itu tidak semudah yang kau pikirkan, Aurora." Balasku, dan Aurora hanya mengangkat kedua bahunya sambil kembali mengunyah saladnya.

EnemiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang