Senin pagi seperti biasa kumulai dengan mengantarkan Libra ke sekolahnya sebelum diriku berangkat ke kampus. Walaupun hari ini ibu sudah kembali ke rumah, tapi mengantarkan Libra tetap menjadi kebiasaanku dan juga kewajibanku sebagai kakaknya. Setelah dari mengantarkan Libra, butuh waktu sekitar tiga puluh menit untukku sampai ke kampus.
Melajukan mobilku memasuki area parkir, kakiku refleks menginjak rem ketika mataku mendapati pemandangan yang sudah dari beberapa hari yang lalu selalu aku lihat setiap kali aku memasuki area parkir.
Si pria kriting menyebalkan itu lagi-lagi sedang bermesraan dengan wanita pirang yang sama, yang waktu itu melotot kepadaku─yang jujur aku masih tidak tau siapa wanita itu karena aku tidak pernah melihatnya berkeliaran di area jurusanku. Mereka berdua saling memposisikan tubuh mereka berhadapan, dengan si pirang yang duduk di atas kap mobil Harry.
Sungguh, apa tidak ada tempat lain yang lebih bagus untuk bermesraan seperti itu selain di parkiran kampus? Tidakkah mereka merasa malu karena selalu menjadi pusat perhatian? Well, aku rasa urat malu mereka sudah putus jadi mereka tidak merasa aneh ketika menjadi pusat perhatian banyak orang.
Memindahkan kakiku dari atas rem, kakiku perlahan menginjak gas untuk kembali melaju. Sambil mencari area yang kosong, mobilku perlahan mulai mendekati mereka. Niatan untuk mengisengi mereka seperti waktu itu kembali muncul. Ketika sudah sangat dekat, aku mulai bersiap memposisikan tanganku di atas klakson, tapi ketika aku ingin menekannya secara mengejutkan Harry menoleh dan mendapati diriku yang berada di dalam mobil. Karena tatapannya yang begitu mengintimidasi membuatku seketika mengurungkan niatanku itu, dan kakiku langsung menginjak gas, menambah sedikit kecepatannya agar segera menjauh darinya.
Ketika mobilku sudah melaju melewatinya, aku melirik sesaat melalui kaca spion dan mendapati dirinya yang sudah fokus dengan si pirang. Akupun menghelas nafasku, entah kenapa merasa cukup lega. Asal kalian tau, ketika dia menatapku tadi secara mengejutkan pula kata-katanya melalui telpon waktu itu, yang seakan memperingatiku, langsung bergema dibenakku. Sebaiknya memang aku tidak mengganggu dirinya.
**
Jam matakuliah pertamaku selesai dan ada jeda satu jam untuk kelas yang berikutnya. Biasanya aku, Aurora, dan Lyra akan menggunakan waktu kosong itu dengan duduk-duduk di bawah pohon di halaman belakang kampus, tapi kali ini karena aku sendirian—entah kenapa secara bersamaan Lyra dan Aurora tidak masuk karena sakit—akhirnya aku memilih untuk pergi ke kantin saja.
Dengan sekotak jus apel dan roti dengan olesan nutela yang sengaja aku bawa dari rumah, aku duduk di salah satu meja kantin. Setelah rotiku habis dan masih ada banyak waktu, aku memilih untuk membaca salah satu novel karya penulis kesukaanku Dan Brown: 'Inferno'. Aku memiliki hampir semua novel karyanya dan dua novel yang aku suka adalah 'The Da Vinci Code' serta yang sedang aku baca saat ini. Walaupun aku baru membacanya sampai pertengahan bab dan sebenarnya aku juga sudah menonton filmnya sebelumnya, tapi novel ini tetap membuat diriku penasaran untuk mengetahui akhir ceritanya.
Ketika aku baru membalik halaman selanjutnya untuk membaca bab yang berikutnya, terdengar suara seseorang yang menyapaku, dan suaranya itu sudah cukup familiar di telingaku.
"Hi Qila. Bisa aku duduk di sini." Menoleh, aku melihat Blake dengan senyuman khasnya yang selalu menyambutku.
Dengan tersenyum, akupun mengangguk. "Tentu." Dengan begitu dia mengambil tempat duduk tepat di depanku.
"Sendirian saja?" Ucapnya dengan nada bertanya, sambil mengeluarkan sebuah bungkusan karton coklat dari dalam tasnya.
"Ya, dua temanku tidak masuk hari ini."
Sambil mengangguk, Blake mulai mengeluarkan isi bungkusan yang ada di tangannya. "Roti isi?" Tawarnya kepadaku.
"Terimakasih, aku sudah makan tadi." Tolaku secara halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enemies
FanfictionAquila dan Harry. Jangan kira mereka berdua adalah dua orang yang berteman apalagi bersahabat. Ketika melihat mereka saling berpapasan pasti kalian akan langsung kaget dengan tatapan menyeramkan yang mereka berikan, seakan bersiap untuk membunuh sat...